Kabar kematian Ki Badrun dan anak buahnya sudah sampai ke telinga Ki Lumpang, seorang Pendekar sakti yang memimpin perguruan Golok Setan. Dia pun mengumpulkan semua murid dari perguruan golok setan yang berjumlah sampai 200 an orang. Ki Lumpang berkata kepada salah satu muridnya yang bernama Sujai
“Jai, coba kamu selidiki keberadaan
Si jabrik, guru dengar dia masih berada di kampung dadap Kulon...”.
Sujai adalah salah satu murid senior
perguruan golok setan, dia juga adalah anak tertua dari kepala kampung Dadap
Kulon. Sujai pun berkata kepada Ki Lumpang
“baik guru, saya akan segera mencari
tahu keberadaannya Ki Jabrik, sekarang juga saya berangkat”.
Setelah seharian Sujai pergi ke
kampung dadap Kulon untuk menyelidiki keberadaan Sugandi, akhirnya dia pun
kembali ke perguruannya tepat tengah malam. Sujai pun langsung menghadap Ki
Lumpang
“Guru, ternyata Ki jabrik sekarang
masih berada di kampung dadap Kulon, entah kenapa dia bertempat di bekas rumah
almarhum mak Ipah yang yang sudah reot...”.
Ki Lumpang tidak terlalu menanggapi
keheranan Sujai, dia hanya peduli tentang keberadaan Sugandi saat itu, Ki
Lumpang pun berkata kepada Sujai
“baiklah, besok kita akan serang dia
di luar kampung dadap Kulon, kita pancing dulu supaya dia mau keluar dari
kampung dadap...supaya tidak mengganggu warga”.
Sujai pun mengiyakan gurunya “baik
guru...mudah-mudahan semuanya berjalan lancar”
Keesokan harinya, Ki Lumpang bersama
rombongan muridnya yang berjumlah sekitar 200 orang-an berangkat ke kampung
Dadap Kulon. Mereka bersiap-siap untuk memburu Sugandi yang dianggap telah
merendahkan martabat perguruan mereka karena telah membunuh salah satu murid
senior perguruan golok setan. Warga kampung dadap kulon yang melihat banyaknya
anggota perguruan golok setan yang menyerbu kampung mereka pun menjadi
ketakutan. Berbagai isu pun beredar, ada yang mengatakan bahwa kampung mereka
akan diporak porandakan oleh perguruan golok setan, ada juga yang mengisukan
bahwa Ki jabrik bersembunyi di kampung dadap Kulon karena takut di bunuh oleh
perguruan Golok setan, namun ada juga yang mengatakan bahwa Ki Jabrik pasti
akan mengamuk dan membunuhi semua anggota perguruan golok setan.
Setelah berada di kampung dadap kulon,
mereka pun langsung mencari keberadaan Sugandi. Mereka menemukan Sugandi sedang
berada di bawah pohon dekat rumah almarhum mak Ipah. Salah satu murid golok
setan pun langsung menyatakan tantangannya kepada Sugandi
“Ki jabrik, kalau kamu pendekar, kami tunggu kamu di batas kampung, di dekat hutan sebelah selatan kampung”.
Sugandi mendengar ucapan salah satu murid golok setan yang menantang dirinya, seperti tidak menghiraukannya, dia hanya melihat sesaat ke arah murid golok setan, kemudian dia pun segera bangkit dari duduknya dan pergi ke arah batas kampung dadap. Rupanya dia menerima tantangan dari perguruan golok setan. Sujai yang kebetulan ada di situ juga, langsung berangkat bersama beberapa temannya yang lain. Ketika dia melewati rumahnya, dilihatnya ada bapak, istri dan anaknya yang sedang berada di luar. Sujai kemudian berpamitan kepada bapaknya, dia meminta restu orang tuanya untuk ikut mengamankan Sugandi. Sujai berkata kepada ayahnya
“Ki jabrik, kalau kamu pendekar, kami tunggu kamu di batas kampung, di dekat hutan sebelah selatan kampung”.
Sugandi mendengar ucapan salah satu murid golok setan yang menantang dirinya, seperti tidak menghiraukannya, dia hanya melihat sesaat ke arah murid golok setan, kemudian dia pun segera bangkit dari duduknya dan pergi ke arah batas kampung dadap. Rupanya dia menerima tantangan dari perguruan golok setan. Sujai yang kebetulan ada di situ juga, langsung berangkat bersama beberapa temannya yang lain. Ketika dia melewati rumahnya, dilihatnya ada bapak, istri dan anaknya yang sedang berada di luar. Sujai kemudian berpamitan kepada bapaknya, dia meminta restu orang tuanya untuk ikut mengamankan Sugandi. Sujai berkata kepada ayahnya
“abah, saya pamit, mudah-mudahan saya di
beri kelancaran dan keamanan ya bah...”.
Pak kepala kampung pun merestui sujai
“Ya jang, hati-hati, mudah-mudahan ujang di beri keselamatan, tidak terjadi
masalah apa-apa terhadap kamu”.
Sujai pun berpaling kepada istri dan
anaknya yang masih remaja, sambil tersenyum, dia kemudian pergi sambil
melambaikan tangan kepada mereka.
Setelah sampai di batas kampung dekat
hutan, Sugandi langsung di hadang oleh ratusan anggota perguruan golok setan.
Melihat begitu banyaknya orang yang mengeroyoknya, dia pun tertawa
“ha...ha...dasar cecunguk...beraninya
cuma keroyokan begini...tapi saya tidak takut...saya akan bantai kalian
semua... dasar para pengecut...”.
Mendengar kata-kata sugandi yang
menyindir mereka, Ki Lumpang pun merah padam, dia langsung memerintahkan anak
muridnya untuk segera menghabisi Sugandi
“Jabrik, jangan sombong kamu, ayo
anak-anak, kita bantai si jabrik yang sombong ini...”.
Mereka pun langsung mengeroyok sugandi. Sugandi yang merasa tidak gentar sedikitpun tertawa, kemudian langsung menyambut serangan Ki Lumpang dan anak muridnya dengan tangan kosong. Tanpa menghindari serangan golok dari murid-muridnya Ki Lumpang, Sugandi langsung memukul, menendang, menampar, mengepret muid-murid Ki Lumpang. Meskipun gerakannya nampak pelan, namun ternyata dampaknya menakjubkan. Murid-murid golok setan saling berjatuhan ketika terkena serangan membabi buta dari Sugandi.
Dengan mudahnya Sugandi membantai anggota perguruan golok setan yang sudah terkenal dan di takuti di wilayah itu. Bahkan Ki Lumpang Guru Besar Perguruan Golok Setan, dengan mudahnya di lumpuhkan oleh Sugandi. Hanya dengan sekali pukulan yang mengenai dadanya, ki lumpang pun langsung muntah darah dan tidak lama kemudian meninggal. Sujai yang melihat teman-temannya di bantai dengan mudahnya oleh sugandi, merasa gemetar. Ketika tangan Sugandi akan mencengkeram leher Sujai, tiba-tiba saja ada sebuah batu berukuran sedang melayang ke arah Sugandi. Namun batu tersebut langsung di tepis oleh Sugandi sehingga batu itu pun hancur berkeping-keping. Setelah Sugandi menengok ke arah yang melempar batu, ternyata orang yang melempar itu masih begitu remaja. Dia adalah anak Sujai. Karena merasa khawatir dengan keselamatan Sujai akhirnya anak itu menyusul ayahnya ke tempat pertarungan tersebut. Sugandi mendekati remaja tersebut yang nampak pucat karena ketakutan.
Baru saja Sugandi melangkah mendekati anak itu, tiba-tiba muncul seorang lelaki setengah baya yang menghalangi langkah Sugandi, lelaki itu pun berkata dengan nada memelas memohon kepada Sugandi
Mereka pun langsung mengeroyok sugandi. Sugandi yang merasa tidak gentar sedikitpun tertawa, kemudian langsung menyambut serangan Ki Lumpang dan anak muridnya dengan tangan kosong. Tanpa menghindari serangan golok dari murid-muridnya Ki Lumpang, Sugandi langsung memukul, menendang, menampar, mengepret muid-murid Ki Lumpang. Meskipun gerakannya nampak pelan, namun ternyata dampaknya menakjubkan. Murid-murid golok setan saling berjatuhan ketika terkena serangan membabi buta dari Sugandi.
Dengan mudahnya Sugandi membantai anggota perguruan golok setan yang sudah terkenal dan di takuti di wilayah itu. Bahkan Ki Lumpang Guru Besar Perguruan Golok Setan, dengan mudahnya di lumpuhkan oleh Sugandi. Hanya dengan sekali pukulan yang mengenai dadanya, ki lumpang pun langsung muntah darah dan tidak lama kemudian meninggal. Sujai yang melihat teman-temannya di bantai dengan mudahnya oleh sugandi, merasa gemetar. Ketika tangan Sugandi akan mencengkeram leher Sujai, tiba-tiba saja ada sebuah batu berukuran sedang melayang ke arah Sugandi. Namun batu tersebut langsung di tepis oleh Sugandi sehingga batu itu pun hancur berkeping-keping. Setelah Sugandi menengok ke arah yang melempar batu, ternyata orang yang melempar itu masih begitu remaja. Dia adalah anak Sujai. Karena merasa khawatir dengan keselamatan Sujai akhirnya anak itu menyusul ayahnya ke tempat pertarungan tersebut. Sugandi mendekati remaja tersebut yang nampak pucat karena ketakutan.
Baru saja Sugandi melangkah mendekati anak itu, tiba-tiba muncul seorang lelaki setengah baya yang menghalangi langkah Sugandi, lelaki itu pun berkata dengan nada memelas memohon kepada Sugandi
“tolong..tuan..pendekar..mohon
maafkanlah anak ini...dia
hanya ingin menolong ayahnya saja...dia benar-benar tidakmengerti apapun...sebagai ganti
anak itu, biarlah nyawa saya saja yang tuan ambil...”.
Sugandi tercengang melihat lelaki itu,
dia terdiam beberapa saat.
Kemudian Sugandi tertawa setelah mulai mengenal lelaki itu
“ha...ha...kang madani...rupanya
akang...akang tidak perlu takut...saya tidak akan membunuh akang dan anak itu”.
Lelaki itu heran dengan perkataan
Sugandi, dia bertanya kepada Sugandi
“Tuan pendekar mengenal saya? betul saya madani...eehhh...maaf
tuan pendekar ini siapa?bagaimana tuan bisa mengenal saya “.
Sugandi tertawa lagi, kemudian dia
berkata kepada Ki madani yang masih belum mengenal dirinya
“Ha...ha...akang masih belum mengenali
saya? Saya Sugandi yang dulu pernah akang tolong, ketika saya di pasung di
tengah perkampungan”.
Ki Madani terbelalak kaget, dia masih belum
begitu percaya bahwa lelaki yang berdiri dihadapannya adalah Sugandi. Sugandi yang dulunya adalah seorang bocah yang sangat
lemah “hah...benerkah ini...Sugandi...bukannya
Sugandi sudah tewas jatuh ke jurang...?”.
Sugandi pun tertawa kepada ki Madani
“ha...ha...iya betul Kang...saya
memang menjatuhkan diri ke jurang itu, tapi saya tidak mati, inilah saya...kang madani...Sugandi...”.
Mendengar
perkataan sugandi yang serius,
Ki Madani akhirnya percaya
bahwa lelaki yang ada di hadapannya adalah benar-benar sugandi, dia langsung memeluk Sugandi karena rasa senang
yang tak terkirakan. Sujai dan beberapa teman-temannya yang masih hidup menjadi
lega setelah yakin bahwa mereka sekarang
sudah lepas dari marabahaya kematian. Sujai memeluk
anaknya. Mereka menangis terharu karena baru melewati marabahaya.
Sedangkan Ki Madani langsung mengajak Sugandi ke rumahnya. Para
warga kampung Dadap Kulon yang merasa ketakutan dengan Sugandi, tak ada yang
berani mendekati Sugandi. Mereka hanya tersenyum, sambil menganggukan kepala
sebagai tanda hormat kepada Sugandi. Sugandi pun hanya membalas dengan
tersenyum kepada mereka. Beberapa hari Sugandi menginap di rumah Ki Madani,
sampai akhirnya dia pun berpamitan mau melanjutkan perjalanannya untuk
melaksanakan titah gurunya. Ki Madani meskipun tidak setuju dengan misi yang di
emban Sugandi, namun dia tidak kuasa untuk mencegahnya. Hanya saja dia
mendoakan supaya Sugandi bisa selalu dalam keselamatan dan Ki Madani juga
berpesan kepada Sugandi supaya tidak menganiaya masyarakat, terutama yang lemah
dan tidak berdaya. Sugandi berjanji kepada Ki Madani untuk tidak mengganggu
masyarakat yang lemah dan tidak berdaya. Dia hanya akan melawan dan menaklukan
para pendekar dan para penguasa yang sombong saja.
Setelah itu
Sugandi pergi melanglang buana untuk
menaklukan banyak
perguruan silat di
tanah Pasundan sebagai titah amanah dari gurunya, Eyang Jaya
Perkasa. Dunia persilatan dan masyarakat umum mengenalnya sebagai Ki Jabrik. Banyak para pendekar
aliran hitam yang telah
bergabung dan menjadi anggotanya. Kekuatan mereka semakin hari semakin kuat.
Sekarang Ki Jabrik dan anak buahnya menjadi gerombolan penjahat yang paling di takuti di
tanah Pasundan. Mereka menjadi
momok mengerikan,
bukan hanya untuk
warga biasa saja namun juga momok bagi
para pendekar. Belum ada yang mampu mengalahkan Ki Jabrik.
Begitulah Jang, Nyai...ceritanya....Sekarang aki sudah tidak tahu lagi berita tentang Ki Jabrik ,
namun aki sempat medengar, sekitar
tiga bulan yang lalu mereka baru saja membantai
satu keluarga ningrat yang
kaya raya dari Galuh....”.
Dewi Sekar
dan jaka Someh terkesima mendengar cerita dari ki Madani. Tidak ada sepatah
kata pun yang keluar dari mulut mereka untuk mengomentari ceritanya Aki Madani. Hanya dalam pikiran mereka berkecamuk rasa simpati yang bercampur rasa sedih dan
kecewa. Mereka menyesalkan nasib Ki Jabrik yang telah
memilih jalan menjadi seorang penjahat yang ditakuti.
Jaka Someh dan Dewi Sekar menjadi paham tentang
kehidupan Ki Jabrik yang ternyata telah mengalami kehidupan yang
sangat pahit dan keras.
Di hina dan diremehkan bahkan di benci oleh
ibu kandungnya sendiri.
Jaka Someh menyesalkan sikap Masyarakat
kampung Dadap Kulon yang telah memperlakukan Ki Jabrik kecil secara semena-mena. Mereka menganiayanya sampai
melampaui batas.
Jaka Someh menyangka, mungkin faktor penderitaan yang di alami Ki Jabrik kecilah yang telah mengubahnya menjadi
sesosok penjahat yang
menakutkan bagi masyarakat luas.
Moral masyarakat yang rusak cenderung akan menghasilkan merajalelanya kriminal di tengah masyarakat. Kejahatan
dan penderitaan akan tersebar di tengah masyarakat luas.
Tiba-tiba
anak tertua aki Madani datang untuk menawarkan makan malam kepada mereka “ayo, abah jangan mendongeng terus...sok mangga akang,
Nyai, .kita makan saja sekarang mah...mumpung
nasinya masih panas...ayo...makan
seadanya ya kang, Nyai...sok
silahkan...”.
Mendengar anaknya menawarkan makan kepada tamunya, ki Madani pun ikut mempersilahkan Jaka Someh dan Dewi Sekar untuk makan
“iya bener Jang, Nyai…ayo jang, Nyai...sekarang mah kita makan dulu...ngobrolnya kita lanjut lagi nanti sambil makan…aki juga sudah lapar nih…he…he…”.
Jaka Someh dan Dewi Sekar menyambut gembira ajakan ki Madani dan anaknya untuk makan. Mereka makan bersama sambil melanjutkan obrolannya. Apalagi hidangan yang disajikan oleh keluarga aki Madani ternyata cukup menggugah selera Jaka Someh. Selain nasinya masih hangat, ada pepes keong sawah, ikan gurami goreng, sambal tomat, dan tumis kulit melinjo. Jaka Someh dan Dewi Sekar terlihat lahap menikmati sajian makan dari keluarga aki madani. Malam itu mereka menginap di rumah ki Madani, baru keesokan harinya mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Mendengar anaknya menawarkan makan kepada tamunya, ki Madani pun ikut mempersilahkan Jaka Someh dan Dewi Sekar untuk makan
“iya bener Jang, Nyai…ayo jang, Nyai...sekarang mah kita makan dulu...ngobrolnya kita lanjut lagi nanti sambil makan…aki juga sudah lapar nih…he…he…”.
Jaka Someh dan Dewi Sekar menyambut gembira ajakan ki Madani dan anaknya untuk makan. Mereka makan bersama sambil melanjutkan obrolannya. Apalagi hidangan yang disajikan oleh keluarga aki Madani ternyata cukup menggugah selera Jaka Someh. Selain nasinya masih hangat, ada pepes keong sawah, ikan gurami goreng, sambal tomat, dan tumis kulit melinjo. Jaka Someh dan Dewi Sekar terlihat lahap menikmati sajian makan dari keluarga aki madani. Malam itu mereka menginap di rumah ki Madani, baru keesokan harinya mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Setelah sarapan pagi, Jaka Someh dan Dewi Sekar berpamitan
kepada Aki Madani dan Keluarganya.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan yang
tertunda.