Selasa, 03 April 2018

Cerita Novel Silat "sang Pendekar" Bab 43. Balas Budi Sang Penjahat



Kabar kematian Ki Badrun dan anak buahnya  sudah sampai ke telinga Ki Lumpang, seorang Pendekar sakti yang memimpin perguruan Golok Setan. Dia pun mengumpulkan semua murid dari perguruan golok setan yang berjumlah sampai 200 an orang. Ki Lumpang berkata kepada salah satu muridnya yang bernama Sujai
“Jai, coba kamu selidiki keberadaan Si jabrik, guru dengar dia masih berada di kampung dadap Kulon...”.
Sujai adalah salah satu murid senior perguruan golok setan, dia juga adalah anak tertua dari kepala kampung Dadap Kulon. Sujai pun berkata kepada Ki Lumpang
“baik guru, saya akan segera mencari tahu keberadaannya Ki Jabrik, sekarang juga saya berangkat”.
Setelah seharian Sujai pergi ke kampung dadap Kulon untuk menyelidiki keberadaan Sugandi, akhirnya dia pun kembali ke perguruannya tepat tengah malam. Sujai pun langsung menghadap Ki Lumpang
“Guru, ternyata Ki jabrik sekarang masih berada di kampung dadap Kulon, entah kenapa dia bertempat di bekas rumah almarhum mak Ipah yang yang sudah reot...”.
Ki Lumpang tidak terlalu menanggapi keheranan Sujai, dia hanya peduli tentang keberadaan Sugandi saat itu, Ki Lumpang pun berkata kepada Sujai
“baiklah, besok kita akan serang dia di luar kampung dadap Kulon, kita pancing dulu supaya dia mau keluar dari kampung dadap...supaya tidak mengganggu warga”.
Sujai pun mengiyakan gurunya “baik guru...mudah-mudahan semuanya berjalan lancar”
Keesokan harinya, Ki Lumpang bersama rombongan muridnya yang berjumlah sekitar 200 orang-an berangkat ke kampung Dadap Kulon. Mereka bersiap-siap untuk memburu Sugandi yang dianggap telah merendahkan martabat perguruan mereka karena telah membunuh salah satu murid senior perguruan golok setan. Warga kampung dadap kulon yang melihat banyaknya anggota perguruan golok setan yang menyerbu kampung mereka pun menjadi ketakutan. Berbagai isu pun beredar, ada yang mengatakan bahwa kampung mereka akan diporak porandakan oleh perguruan golok setan, ada juga yang mengisukan bahwa Ki jabrik bersembunyi di kampung dadap Kulon karena takut di bunuh oleh perguruan Golok setan, namun ada juga yang mengatakan bahwa Ki Jabrik pasti akan mengamuk dan membunuhi semua anggota perguruan golok setan.
Setelah berada di kampung dadap kulon, mereka pun langsung mencari keberadaan Sugandi. Mereka menemukan Sugandi sedang berada di bawah pohon dekat rumah almarhum mak Ipah. Salah satu murid golok setan pun langsung menyatakan tantangannya kepada Sugandi 
“Ki jabrik, kalau kamu pendekar, kami tunggu kamu di batas kampung, di dekat hutan sebelah selatan kampung”
Sugandi mendengar ucapan salah satu murid golok setan yang menantang dirinya, seperti tidak menghiraukannya, dia hanya melihat sesaat ke arah murid golok setan, kemudian dia pun segera bangkit dari duduknya dan pergi ke arah batas  kampung dadap. Rupanya dia menerima tantangan dari perguruan golok setan. Sujai yang kebetulan ada di situ juga, langsung berangkat bersama beberapa temannya yang lain. Ketika dia melewati  rumahnya, dilihatnya ada bapak, istri dan anaknya yang sedang berada di luar. Sujai kemudian berpamitan kepada bapaknya, dia meminta restu orang tuanya untuk ikut mengamankan Sugandi. Sujai berkata kepada ayahnya
“abah, saya pamit, mudah-mudahan saya di beri kelancaran dan keamanan ya bah...”.
Pak kepala kampung pun merestui sujai “Ya jang, hati-hati, mudah-mudahan ujang di beri keselamatan, tidak terjadi masalah apa-apa terhadap kamu”.
Sujai pun berpaling kepada istri dan anaknya yang masih remaja, sambil tersenyum, dia kemudian pergi sambil melambaikan tangan kepada mereka.
Setelah sampai di batas kampung dekat hutan, Sugandi langsung di hadang oleh ratusan anggota perguruan golok setan. Melihat begitu banyaknya orang yang mengeroyoknya, dia pun tertawa
“ha...ha...dasar cecunguk...beraninya cuma keroyokan begini...tapi saya tidak takut...saya akan bantai kalian semua... dasar para pengecut...”.
Mendengar kata-kata sugandi yang menyindir mereka, Ki Lumpang pun merah padam, dia langsung memerintahkan anak muridnya untuk segera menghabisi Sugandi
“Jabrik, jangan sombong kamu, ayo anak-anak, kita bantai si jabrik yang sombong ini...”
Mereka pun langsung mengeroyok sugandi. Sugandi yang merasa tidak gentar sedikitpun tertawa, kemudian langsung menyambut serangan Ki Lumpang dan anak muridnya dengan tangan kosong. Tanpa menghindari serangan golok dari murid-muridnya Ki Lumpang, Sugandi langsung memukul, menendang, menampar, mengepret muid-murid Ki Lumpang. Meskipun gerakannya nampak pelan, namun ternyata dampaknya menakjubkan. Murid-murid golok setan saling berjatuhan ketika terkena serangan membabi buta dari Sugandi. 
Dengan mudahnya Sugandi membantai anggota perguruan golok setan yang sudah terkenal dan di takuti di wilayah itu. Bahkan Ki Lumpang Guru Besar Perguruan Golok Setan, dengan mudahnya di lumpuhkan oleh Sugandi. Hanya dengan sekali pukulan yang mengenai dadanya, ki lumpang pun langsung muntah darah dan tidak lama kemudian meninggal. Sujai yang melihat teman-temannya di bantai dengan mudahnya oleh sugandi, merasa gemetar. Ketika tangan Sugandi akan mencengkeram leher Sujai, tiba-tiba saja ada sebuah batu berukuran sedang melayang ke arah Sugandi. Namun batu tersebut langsung di tepis oleh Sugandi sehingga batu itu pun hancur berkeping-keping. Setelah Sugandi menengok ke arah  yang melempar batu, ternyata orang yang melempar itu masih begitu remaja. Dia adalah anak Sujai. Karena merasa khawatir dengan keselamatan Sujai akhirnya anak itu menyusul ayahnya ke tempat pertarungan tersebut. Sugandi mendekati remaja tersebut yang nampak pucat karena ketakutan. 
Baru saja Sugandi melangkah mendekati anak itu, tiba-tiba muncul seorang lelaki setengah baya yang menghalangi langkah Sugandi, lelaki itu pun berkata dengan nada memelas memohon kepada Sugandi
“tolong..tuan..pendekar..mohon maafkanlah anak ini...dia hanya ingin menolong ayahnya saja...dia benar-benar tidakmengerti apapun...sebagai ganti anak itu, biarlah nyawa saya saja yang tuan ambil...”.
Sugandi tercengang melihat lelaki itu, dia terdiam beberapa saat. Kemudian Sugandi tertawa setelah mulai mengenal  lelaki itu
“ha...ha...kang madani...rupanya akang...akang tidak perlu takut...saya tidak akan membunuh akang dan anak itu”.
Lelaki itu heran dengan perkataan Sugandi, dia bertanya kepada Sugandi
“Tuan pendekar mengenal saya? betul saya madani...eehhh...maaf tuan pendekar ini siapa?bagaimana tuan bisa mengenal saya “.
Sugandi tertawa lagi, kemudian dia berkata kepada Ki madani yang masih belum mengenal dirinya
“Ha...ha...akang masih belum mengenali saya? Saya Sugandi yang dulu pernah akang tolong, ketika saya di pasung di tengah perkampungan”.
Ki Madani terbelalak kaget, dia masih belum begitu percaya bahwa lelaki yang berdiri dihadapannya adalah Sugandi. Sugandi yang dulunya adalah seorang bocah yang sangat lemah “hah...benerkah ini...Sugandi...bukannya Sugandi sudah tewas jatuh ke jurang...?”. Sugandi pun tertawa kepada ki Madani
“ha...ha...iya betul Kang...saya memang menjatuhkan diri ke jurang itu, tapi saya tidak mati, inilah saya...kang madani...Sugandi...”.
Mendengar perkataan sugandi yang serius, Ki Madani akhirnya percaya bahwa lelaki yang ada di hadapannya adalah benar-benar sugandi, dia  langsung memeluk Sugandi karena rasa senang yang tak terkirakan. Sujai dan beberapa teman-temannya yang masih hidup menjadi lega setelah yakin bahwa mereka sekarang sudah lepas dari marabahaya kematian. Sujai memeluk anaknya. Mereka  menangis terharu karena baru melewati marabahaya. Sedangkan  Ki Madani  langsung mengajak Sugandi ke rumahnya. Para warga kampung Dadap Kulon yang merasa ketakutan dengan Sugandi, tak ada yang berani mendekati Sugandi. Mereka hanya tersenyum, sambil menganggukan kepala sebagai tanda hormat kepada Sugandi. Sugandi pun hanya membalas dengan tersenyum kepada mereka. Beberapa hari Sugandi menginap di rumah Ki Madani, sampai akhirnya dia pun berpamitan mau melanjutkan perjalanannya untuk melaksanakan titah gurunya. Ki Madani meskipun tidak setuju dengan misi yang di emban Sugandi, namun dia tidak kuasa untuk mencegahnya. Hanya saja dia mendoakan supaya Sugandi bisa selalu dalam keselamatan dan Ki Madani juga berpesan kepada Sugandi supaya tidak menganiaya masyarakat, terutama yang lemah dan tidak berdaya. Sugandi berjanji kepada Ki Madani untuk tidak mengganggu masyarakat yang lemah dan tidak berdaya. Dia hanya akan melawan dan menaklukan para pendekar dan para penguasa yang sombong saja.
Setelah itu Sugandi pergi melanglang buana untuk menaklukan banyak perguruan silat di tanah Pasundan sebagai titah amanah dari gurunya, Eyang Jaya Perkasa. Dunia persilatan dan masyarakat umum mengenalnya sebagai Ki Jabrik. Banyak para pendekar aliran hitam yang telah bergabung dan menjadi anggotanya. Kekuatan mereka semakin hari semakin kuat.
Sekarang Ki Jabrik dan anak buahnya menjadi gerombolan penjahat yang paling di takuti di tanah Pasundan. Mereka menjadi momok mengerikan, bukan hanya untuk warga biasa saja namun juga momok bagi para pendekar. Belum ada yang mampu mengalahkan Ki Jabrik. Begitulah Jang, Nyai...ceritanya....Sekarang aki sudah tidak tahu lagi berita tentang Ki Jabrik , namun  aki sempat medengar,  sekitar tiga bulan yang lalu mereka baru saja membantai satu keluarga ningrat yang kaya raya dari Galuh....”.
Dewi Sekar dan jaka Someh terkesima mendengar cerita dari ki Madani. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka untuk mengomentari ceritanya Aki Madani.  Hanya dalam pikiran mereka berkecamuk rasa simpati yang bercampur rasa sedih dan kecewa. Mereka menyesalkan nasib Ki Jabrik yang telah memilih jalan menjadi seorang penjahat yang ditakuti. Jaka Someh dan Dewi Sekar menjadi paham tentang kehidupan Ki Jabrik  yang ternyata telah mengalami kehidupan yang sangat  pahit dan keras. Di hina dan diremehkan bahkan di benci oleh ibu kandungnya sendiri.
Jaka Someh menyesalkan sikap Masyarakat kampung Dadap Kulon yang telah memperlakukan Ki Jabrik kecil secara semena-mena. Mereka menganiayanya sampai melampaui batas. 
Jaka Someh menyangka, mungkin faktor penderitaan yang di alami Ki Jabrik kecilah yang telah mengubahnya menjadi sesosok penjahat yang menakutkan bagi masyarakat luas. Moral masyarakat yang rusak  cenderung akan menghasilkan merajalelanya kriminal di tengah masyarakat. Kejahatan dan penderitaan akan tersebar di tengah masyarakat luas.
Tiba-tiba anak tertua aki Madani datang untuk menawarkan makan malam kepada mereka “ayo, abah jangan mendongeng terus...sok mangga akang, Nyai, .kita makan saja sekarang mah...mumpung nasinya masih panas...ayo...makan seadanya ya kang, Nyai...sok silahkan...”
Mendengar anaknya menawarkan makan kepada tamunya, ki Madani pun ikut mempersilahkan Jaka Someh dan Dewi Sekar untuk makan  
“iya bener  Jang, Nyai…ayo jang, Nyai...sekarang mah kita makan dulu...ngobrolnya kita lanjut lagi nanti sambil makan…aki juga  sudah lapar nih…he…he…”
Jaka Someh dan Dewi Sekar menyambut gembira ajakan ki Madani dan anaknya untuk makan. Mereka makan bersama sambil melanjutkan obrolannya. Apalagi hidangan yang disajikan oleh keluarga aki Madani ternyata cukup menggugah selera Jaka Someh. Selain nasinya masih hangat, ada pepes keong sawah, ikan gurami goreng, sambal tomat, dan tumis kulit melinjo.  Jaka Someh dan Dewi Sekar terlihat lahap menikmati sajian makan dari keluarga aki madani. Malam itu mereka menginap di rumah ki Madani, baru keesokan harinya mereka kembali  melanjutkan perjalanan.
Setelah sarapan pagi, Jaka Someh dan Dewi Sekar berpamitan kepada Aki Madani dan Keluarganya. Mereka kembali melanjutkan perjalanan yang tertunda.


 

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...