Minggu, 25 Februari 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 22. Dewi Sekar Harum


Waktu menjelang senja, di sebuah tempat yang berjarak 20 km dari bukit yang sekarang ditempati oleh Jaka Someh, nampak seorang gadis belia yang sedang berlatih ilmu kanuragan dengan giatnya. Gadis itu bernama Nyai Dewi Sekar harum, murid dari seorang pendekar wanita yang termashur di wilayah itu, Nini Gunting Pamungkas.
Nyai Dewi Sekar Harum terkenal dengan kecantikan dan keanggunannya. Tubuhnya yang molek dengan tinggi yang ideal, ditambah rambutnya yang terurai panjang sampai sepinggang. Kulitnya pun putih bersih dengan sorot mata bening nan indah yang menyempurnakan aura kecantikannya.
Aroma tubuhnya pun menebarkan keharuman bunga mawar dan melati. Sudah banyak lelaki yang terpikat oleh kecantikannya namun semuanya belum ada yang mampu menaklukan hatinya. Selain cantik jelita, Dewi Sekar harum juga berasal dari keturunan bangsawan. Dia adalah putri dari Raden Suryaatmadja yang masih berdarah bangsawan dari kerajaan sumedang larang. Raden Suryaatmadja juga seorang ketua dari perhimpunan Pendekar aliran putih di daerah Sumedang Larang. Beliau adalah pemimpin dari padepokan Pusaka Karuhun yang terkenal di dunia persilatan di wilayah Pasundan.
Nini Gunting Pamungkas berkata pada Sekar
“Oke Nyai, sudah cukup latihannya hari ini, matahari sudah mau terbenam...guru senang...kemampuan kamu sudah meningkat pesat...”
Dewi Sekar hanya mengiyakan ucapan gurunya
Baik guru...Saya juga sudah merasa letih...ingin beristirahat dahulu...”
Kemudian Dewi Sekar pun berpamitan kepada gurunya untuk pergi membersihkan diri di sebuah pancuran air yang letaknya tidak jauh dari tempatnya tadi berlatih.
Menjelang malam, Nini Gunting Pamungkas meminta
Dewi Sekar untuk kembali menghadapnya. Setelah berhadap-hadapan, Nini Gunting Pamungkas kemudian berkata kepada muridnya tersebut
“Begini Nyai, tadi siang guru telah kedatangan tamu dari padepokan Teratai Putih, mereka mengatakan bahwa Ki Jabrik dan gerombolannya sudah mulai merambah ke kota raja. Beberapa perguruan seperti padepokan gajah putih dan pedang kahuripan sudah mereka luluh lantakan. Ramamu beserta para pendekar aliran putih lainnya sekarang sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi keganasan gerombolan Ki Jabrik. Menurut informasi yang guru terima, ki Jabrik dan gerombolannya bermaksud untuk menghancurkan padepokan Rama-mu, Nyai. Maka itu guru berniat untuk mengirim kamu pulang ke sumedang agar bisa membantu perjuangan rama-mu melawan keganasan Ki Jabrik...”
Mendengar bahwa dia di minta gurunya untuk pulang, Dewi Sekar merasa senang sekaligus khawatir. Senang karena akan bertemu dengan keluarganya yang sudah lama dia tinggalkan, khawatir karena keadaan keluarganya yang sekarang sedang mendapat ancaman dari gerombolan Ki Jabrik.
Dewi Sekar sempat mendengar kabar tentang munculnya gerombolan Ki Jabrik yang telah meresahkan masyarakat dalam Lima tahun terakhir ini. Sudah banyak masyarakat yang telah menjadi korban mereka. Selain menderita karena hartanya dijarah, banyak dari mereka yang telah menjadi korban pembunuhan anggota gerombolan Ki Jabrik yang terkenal kejam dan sadis. Gerombolan ini juga telah menjadi momok menakutkan bagi para pendekar, karena sudah banyak padepokan silat yang berada di wilayah pasundan yang telah mereka luluh lantakan. Mengingat tentang keganasan gerombolan Ki Jabrik seperti itu, Dewi Sekar pun langsung menyetujui usul gurunya untuk pulang ke padepokan ayahnya yang sedang terancam 
“Baik, guru, saya akan ikuti petunjuk guru...saya akan pulang untuk membantu Rama, kebetulan saya juga sudah sangat rindu dengan Rama saya...”
Nini Gunting Pamunkas menganggukan kepalanya, sebenarnya dia merasa berat untuk melepas murid kesayangannya tersebut. Dia sadar bahwa tugas yang dia berikan kepada muridnya kali ini adalah tugas yang sangat berbahaya, karena nyawa menjadi taruhannya.  Meskipun hatinya berat untuk melepaskan muridnya ke medan berbahaya, namun karena dia sadar bahwa  Dewi Sekar memiliki kewajiban untuk membela keluarganya, membuatnya tega untuk memerintahkan muridnya tersebut berangkat ke Sumedang sendirian untuk membantu keluarganya yang sekarang sedang terancam musuh.
Bagi Nini Gunting Pamungkas, Dewi Sekar bukan hanya sekedar seorang murid, melainkan sudah dianggap sebagai anak sendiri.  Bagaimana tidak, dia telah mengasuh dan mendidik muridnya tersebut semenjak usia 6 tahunan. Meskipun merasa berat Nini Gunting Pamungkas berusaha untuk tetap tenang, setelah beberapa saat terdiam dia pun akhirnya berkata kepada Dewi Sekar
“Ya sudah Nyai, malam ini kamu bersiap-siap, besok pagi kamu bisa berangkat pulang ke Sumedang”.
Dewi Sekar menganggukan kepalanya sambil berkata “Terima kasih Guru,  sekarang saya mohon  pamit dahulu, saya izin kundur dulu, untuk mempersiapkan bekal  besok pagi”.
Nini Gunting Pamungkas pun mempersilahkan Dewi Sekar Harum
“Ya Nyai, silahkan...”
Besok paginya, Nyi Sekar kembali berpamitan kepada gurunya untuk berangkat menuju Sumedang Larang. Karena tak kuasa menahan kesedihan untuk berpisah dengan gurunya yang telah mengasuhnya, tanpa terasa air matanya pun sempat berlinang. Demikian juga dengan Nini Gunting Pamungkas, meskipun hatinya berat untuk melepas kepergian muridnya, Nini gunting tetap memberikan restu kepada muridnya tersebut.
Dewi Sekar kemudian berangkat pulang dengan menunggangi kudanya. Ketika melewati gerbang padepokan, tiba-tiba dia teringat akan kenangan masa lalunya, yaitu saat pertama kali dia di bawa dan diperkenalkan kepada Nini Gunting Pamungkas oleh bibinya yang bernama Dewi Tanjung Biru. Saat itu dia baru berusia sekitar 6 tahunan, setelah ibu kandung nya yang bernama Dewi Laras wangi meninggal. Ibunya mengalami sakit pendarahan setelah melahirkan adiknya yang bernama Raden Arya Rajah. Awalnya ayahnya begitu keberatan untuk berpisah dengan putri kesayangannya tersebut. Namun setelah di yakinkan oleh dewi Tunjung Biru bahwa itu adalah untuk kebaikan Dewi Sekar Harum, akhirnya Raden Surya Atmaja pun merelakan putrinya untuk berada dalam asuhan Nini gunting Pamungkas. Sesekali saja Raden Surya Atmaja mengunjungi Dewi Sekar Harum  sambil membawa Raden Arya Rajah. Meskipun Dewi Sekar jarang bertemu dengan Raden Arya Rajah, namun dia sangat sayang dengan adiknya tersebut.


 


The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...