Waktu menjelang senja, di sebuah tempat yang berjarak 20 km dari bukit yang sekarang
ditempati oleh Jaka Someh, nampak seorang gadis belia yang sedang berlatih ilmu
kanuragan dengan giatnya. Gadis itu bernama Nyai Dewi Sekar harum, murid dari
seorang pendekar wanita yang termashur di wilayah itu, Nini Gunting Pamungkas.
Nyai Dewi Sekar Harum terkenal dengan
kecantikan dan keanggunannya. Tubuhnya yang molek dengan tinggi yang ideal,
ditambah rambutnya yang terurai panjang sampai sepinggang. Kulitnya pun
putih bersih dengan sorot mata bening nan indah yang menyempurnakan aura
kecantikannya.
Aroma tubuhnya pun menebarkan
keharuman bunga mawar dan melati. Sudah banyak lelaki yang terpikat oleh kecantikannya
namun semuanya belum ada yang mampu menaklukan hatinya. Selain cantik jelita, Dewi Sekar harum juga berasal dari keturunan
bangsawan. Dia adalah putri dari Raden Suryaatmadja yang masih berdarah
bangsawan dari kerajaan
sumedang larang. Raden Suryaatmadja juga seorang ketua dari perhimpunan
Pendekar aliran putih di daerah Sumedang Larang. Beliau adalah pemimpin dari
padepokan Pusaka Karuhun yang terkenal di dunia persilatan di wilayah Pasundan.
Nini Gunting Pamungkas berkata pada Sekar
“Oke Nyai, sudah cukup latihannya hari ini,
matahari sudah mau terbenam...guru senang...kemampuan kamu sudah meningkat
pesat...”
Dewi Sekar hanya mengiyakan
ucapan gurunya
“Baik guru...Saya juga sudah merasa
letih...ingin beristirahat
dahulu...”
Kemudian Dewi Sekar pun berpamitan kepada gurunya untuk
pergi membersihkan diri di sebuah pancuran air yang letaknya tidak jauh dari
tempatnya tadi berlatih.
Menjelang malam, Nini Gunting Pamungkas meminta Dewi Sekar untuk kembali menghadapnya. Setelah berhadap-hadapan, Nini Gunting Pamungkas kemudian berkata kepada muridnya tersebut
Menjelang malam, Nini Gunting Pamungkas meminta Dewi Sekar untuk kembali menghadapnya. Setelah berhadap-hadapan, Nini Gunting Pamungkas kemudian berkata kepada muridnya tersebut
“Begini Nyai, tadi siang guru telah kedatangan
tamu dari padepokan Teratai Putih, mereka mengatakan bahwa Ki Jabrik dan
gerombolannya sudah mulai merambah ke kota raja. Beberapa perguruan seperti
padepokan gajah putih dan pedang kahuripan sudah mereka luluh lantakan. Ramamu
beserta para pendekar aliran putih lainnya sekarang sedang mempersiapkan diri
untuk menghadapi keganasan gerombolan Ki Jabrik. Menurut informasi yang guru
terima, ki Jabrik dan gerombolannya bermaksud untuk menghancurkan padepokan
Rama-mu, Nyai.
Maka itu guru berniat untuk mengirim kamu pulang ke sumedang agar bisa membantu
perjuangan rama-mu melawan keganasan Ki Jabrik...”
Mendengar bahwa dia di minta gurunya
untuk pulang, Dewi Sekar
merasa senang sekaligus khawatir. Senang karena akan bertemu dengan keluarganya
yang sudah lama dia tinggalkan, khawatir karena keadaan keluarganya yang
sekarang sedang mendapat ancaman dari gerombolan Ki Jabrik.
Dewi Sekar sempat mendengar kabar tentang munculnya gerombolan Ki Jabrik yang telah meresahkan masyarakat dalam Lima tahun terakhir ini. Sudah banyak masyarakat yang telah menjadi korban mereka. Selain menderita karena hartanya dijarah, banyak dari mereka yang telah menjadi korban pembunuhan anggota gerombolan Ki Jabrik yang terkenal kejam dan sadis. Gerombolan ini juga telah menjadi momok menakutkan bagi para pendekar, karena sudah banyak padepokan silat yang berada di wilayah pasundan yang telah mereka luluh lantakan. Mengingat tentang keganasan gerombolan Ki Jabrik seperti itu, Dewi Sekar pun langsung menyetujui usul gurunya untuk pulang ke padepokan ayahnya yang sedang terancam
Dewi Sekar sempat mendengar kabar tentang munculnya gerombolan Ki Jabrik yang telah meresahkan masyarakat dalam Lima tahun terakhir ini. Sudah banyak masyarakat yang telah menjadi korban mereka. Selain menderita karena hartanya dijarah, banyak dari mereka yang telah menjadi korban pembunuhan anggota gerombolan Ki Jabrik yang terkenal kejam dan sadis. Gerombolan ini juga telah menjadi momok menakutkan bagi para pendekar, karena sudah banyak padepokan silat yang berada di wilayah pasundan yang telah mereka luluh lantakan. Mengingat tentang keganasan gerombolan Ki Jabrik seperti itu, Dewi Sekar pun langsung menyetujui usul gurunya untuk pulang ke padepokan ayahnya yang sedang terancam
“Baik, guru, saya akan ikuti
petunjuk guru...saya akan pulang untuk membantu Rama, kebetulan saya juga sudah
sangat rindu dengan Rama saya...”
Nini Gunting Pamunkas menganggukan
kepalanya, sebenarnya dia merasa berat untuk melepas murid kesayangannya
tersebut. Dia sadar bahwa tugas yang dia berikan kepada muridnya kali ini
adalah tugas yang sangat berbahaya, karena nyawa menjadi taruhannya.
Meskipun hatinya berat untuk melepaskan muridnya ke medan berbahaya, namun
karena dia sadar bahwa Dewi Sekar memiliki kewajiban untuk membela keluarganya, membuatnya
tega untuk memerintahkan muridnya tersebut berangkat ke Sumedang sendirian untuk membantu keluarganya yang
sekarang sedang terancam musuh.
Bagi Nini Gunting Pamungkas, Dewi Sekar bukan hanya sekedar seorang murid,
melainkan sudah dianggap sebagai anak sendiri. Bagaimana tidak, dia telah
mengasuh dan mendidik muridnya tersebut semenjak usia 6 tahunan. Meskipun
merasa berat Nini Gunting Pamungkas berusaha untuk tetap tenang, setelah
beberapa saat terdiam dia pun akhirnya berkata kepada Dewi Sekar
“Ya sudah Nyai, malam ini kamu bersiap-siap, besok
pagi kamu bisa berangkat pulang ke Sumedang”.
Dewi Sekar menganggukan kepalanya sambil
berkata “Terima kasih Guru, sekarang saya mohon pamit dahulu, saya
izin kundur dulu, untuk mempersiapkan bekal besok pagi”.
Nini Gunting Pamungkas pun
mempersilahkan Dewi Sekar Harum
“Ya Nyai, silahkan...”
Besok paginya, Nyi Sekar kembali
berpamitan kepada gurunya untuk berangkat menuju Sumedang Larang. Karena tak kuasa menahan kesedihan
untuk berpisah dengan gurunya yang telah mengasuhnya, tanpa terasa air matanya
pun sempat berlinang. Demikian juga dengan Nini Gunting Pamungkas, meskipun
hatinya berat untuk melepas kepergian muridnya, Nini gunting tetap memberikan
restu kepada muridnya tersebut.
Dewi Sekar kemudian berangkat pulang dengan menunggangi
kudanya. Ketika melewati gerbang padepokan, tiba-tiba dia teringat akan
kenangan masa lalunya, yaitu saat pertama kali dia di
bawa dan diperkenalkan kepada Nini Gunting Pamungkas oleh bibinya yang bernama
Dewi Tanjung Biru. Saat itu dia baru berusia sekitar 6 tahunan, setelah
ibu kandung nya yang bernama Dewi Laras wangi meninggal. Ibunya mengalami sakit
pendarahan setelah melahirkan adiknya yang bernama Raden Arya Rajah. Awalnya
ayahnya begitu keberatan untuk berpisah dengan putri kesayangannya tersebut.
Namun setelah di yakinkan oleh dewi Tunjung Biru bahwa itu adalah untuk
kebaikan Dewi Sekar Harum, akhirnya Raden Surya Atmaja pun merelakan putrinya
untuk berada dalam asuhan Nini gunting Pamungkas. Sesekali saja Raden Surya
Atmaja mengunjungi Dewi Sekar Harum sambil membawa Raden Arya Rajah. Meskipun Dewi Sekar jarang bertemu dengan Raden
Arya Rajah, namun dia sangat sayang dengan adiknya tersebut.