Jaka
Someh begitu menikmati perjalanannya kali ini, sudah hampir dua tahun dia tidak berkelana karena memilih bermukim di
bukit yang sekarang dia tempati. Hari
itu dia merasa senang mendapatkan kesempatan untuk
berkelana meski untuk mengantar Dewi Sekar Harum ke
Sumedang Larang. Selama dalam perjalanan Jaka Someh lebih banyak terdiam. Hanya sesekali dia
mengamati keadaan Dewi Sekar, karena khawatir apabila Dewi Sekar merasa tidak nyaman selama dalam
perjalanannya.
Dewi Sekar Harum
duduk dengan menyandarkan diri di gerobak, sambil melihat keadaan alam di sekitarnya.
Sedangkan jaka Someh
duduk di bangku depan sambil mengemudikan sapinya.
Menjelang siang, mereka beristirahat, meskipun hanya sebentar saja.
Mereka makan, sambil
membiarkan si sapi makan rerumputan. Setelah Jaka someh melaksanakan
solat dhuhur dan beristirahat, mereka kembali melanjutkan
perjalanannya sampai hari terlihat mulai gelap.
Malam
itu mereka menginap di suatu tanah lapang yang dikelilingi pepohonan rimbun di
pinggir suatu perkampungan. Jaka Someh membuat api unggun di tempat
itu. Dia membakar Jagung sebagai menu makan malam.
Sambil menunggu jagung bakarnya
matang, Jaka
Someh menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan Dewi Sekar.
Jaka Someh bertanya tentang keadaan Dewi Sekar
“Bagaimana Nyai, masih kuat kan
untuk menikmati perjalanannya?”.
Dewi Sekar membalas pertanyaan Jaka Someh dengan senyuman,
“ Iya Kang Someh. Saya masih sehat... hanya sedikit capek saja...”.
Jaka Someh hanya menganggukan kepala, sambil tersenyum ramah kepada Dewi
Sekar
“ya sudah, Nyai istirahat dulu saja nanti setelah selesai makan...”.
Tiba-tiba
terdengar suara anak kecil menangis dengan keras dari balik pepohonan tempat
mereka beristirahat. Jaka Someh dan Dewi
Sekar saling bertatapan sambil mendengarkan suara tangisan anak tersebut.
Karena rasa penasarannya yang tinggi, Jaka Someh berinisiatif untuk
menyelidikinya. Dia segera pergi untuk mencari
asal suara tangisan tersebut.
Ternyata di balik rimbunan pepeohonan terdapat beberapa rumah penduduk yang
membentuk suatu perkampungan kecil. Suara tangisan itu
berasal dari salah satu rumah yang ada
di sana. Karena tangisan anak kecil itu
terdengar semakin keras dan tidak berhenti, Jaka
Someh mendatangi rumah tersebut. Sedikit menyelidik, dia mengintip ke dalam rumah melalui
celah biliknya. Ternyata ada seorang anak sedang menangis keras dalam gendongan ibunya.
Jaka Someh mengetuk pintu dan mengucapkan salam beberapa kali. Tak lama kemudian,
seorang lelaki berusia sekitar 40 tahunan keluar dari rumah tersebut. Dia melihat Jaka someh sedang berdiri di depan
pintunya, lalu bertanya
“Maaf
akang ini siapa? ada keperluan apa...malam-malam datang ke rumah saya...?”.
Jaka
Someh tersenyum ramah, kemudian menjawab pertanyaan lelaki itu
“
Maaf pak, nama saya
Someh, kebetulan saya sedang melakukan suatu
perjalanan dan beristirahat
tak jauh dari rumah Bapak...".
Jaka
Someh menunjuk ke arah tanah lapang tempat dia dan Dewi Sekar beistirahat, kemudian dia meneruskan lagi perkataannya
"Maaf
bapak, saya mendengar anak bapak terus
menerus menangis....kalau boleh tahu apakah sedang ada masalah ?Barangkali saya bisa
membantu... .?”.
Bapak
yang bernama pak sumantri itu melongo
mendengar perkataan Jaka Someh. Sesaat dia terdiam sambil memandangi Jaka
Someh. Setelah merasa yakin bahwa Jaka Someh adalah orang baik, dia pun
menjelaskan kenapa anaknya menangis
“Tidak
ada apa-apa sih...kang...sebenarnya anak saya menangis cuma karena lapar saja,
kebetulan kami kehabisan bahan makanan. Jadi tidak ada yang bisa kami masak
hari ini. Cadangan beras yang kami miliki sudah habis. Kemarin kampung kami di datangi gerombolan perampok,
mereka membawa apa saja yang di anggap barang berharga
termasuk persedian beras kami...sekarang kami sudah
tidak punya makanan apapun untuk di
makan...”.
Jaka
Someh merasa iba setelah mendengar
keterangan lelaki itu. Dia prihatin dengan musibah yang baru saja mereka alami. Jaka
Someh kemudian berkata kepada pak sumantri
“Begini
saja pak, kebetulan saya ada sedikit cadangan beras dan jagung di gerobak yang
saya bawa...bapak bisa mengambilnya
sekarang untuk di
masak dan sisanya
bisa bapak bagikan ke warga kampung lainnya...ayo pak,
ikuti saya...”.
Pak
Sumantri masih terlihat ragu dan sangsi dengan ucapan Jaka Someh
“Kumaha kang...?”.
Jaka
Someh meyakinkan kembali pak sumantri
“
Iya pak, mangga, silahkan ikut saya...”.
Meskipun
masih ada keraguan, namun pak sumantri berjalan mengikuti Jaka Someh
untuk mengambil beras dan jagung
yang dijanjikan Jaka Someh. Jaka Someh berkata kepada Dewi Sekar Harum yang terlihat heran melihat Jaka Someh membawa
seorang lelaki bersamanya,
“ada apa kang...?koq kelihatan serius sekali...” .
Jaka
Someh menganggukan kepalanya kemudian
berekata kepada Dewi Sekar
“Begini
Nyai, keluarga bapak ini
teh sedang mengalami musibah Mereka baru saja di rampok sehingga cadangan
makanan mereka habis tak bersisa. Anak bapak ini merasa sangat lapar ...makanya
bapak ini akang bawa kesini, biar beliau
mengambil sebagian cadangan beras
dan jagung milik kita... tidak apa2 kan Nyai
?
kalau kita memberikan sebagian
cadangan makanan kita untuk mereka?”.
Dewi Sekar ikut bersimpati terhadap keadaan yang
di alami oleh keluarga pak Sumantri dan warga kampung lainnya
“Iya
kang Someh...tidak apa-apa atuh...lagian itu kan memang punya akang...justru saya merasa senang kalau akang bisa berbagi dengan mereka...”.
Jaka
Someh tersenyum ke Dewi Sekar
“
Terima kasih atuh Nyai...”.
Pak
sumantri juga mengucapkan terima kasih kepada Dewi Sekar, kemudian dia membawa sekarung beras yang sudah dicampur
dengan jagung, yang diperkirakan akan cukup untuk cadangan makan selama 2
bulanan. Jaka Someh merasa bahwa
perbuatan Ki Jabrik dan anak buahnya memang sudah kelewatan. Mereka telah
memeras warga di berbagai kampung, sehingga hidup masyarakat menjadi menderita
seperti ini. Kemiskinan jadi bertambah banyak dimana-mana, dampak dari
kedholiman yang dilakukan Ki Jabrik dan gerombolannya. Jaka Someh berpikir
mungkin dia pun harus melibatkan diri untuk menghentikan perbuatan Ki Jabrik
dan anak buahnya yang bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat.
Malam itu Jaka Someh membuat ladang jagung di tanah lapang ditempat itu, agar di kemudian
hari warga kampung dapat memanennya. Setelah Dewi Sekar Harum tertidur, Jaka Someh pergi ke rumah pak Sumantri untuk
meminjam cangkul. Meskipun heran, pak
Sumantri meminjamkan cangkulnya tanpa
banyak bertanya apa-apa kepada Jaka Someh. Malam itu Jaka Someh membuat ladang jagung.
Menjelang subuh dia telah menyelesaikan
pekerjaannya, mulai dari mengolah tanah, memasukan benih-benih jagung ke
lubang-lubang tanam kemudian menyiramnya dengan air. Jaka Someh
kemudian
melaksanakan salat subuh. Setelah itu barulah dia istirahat tidur, sampai matahari pagi mulai
bersinar hangat.
Selesai sarapan mereka kembali bersiap-siap untuk meninggalkan
tempat itu. Sebelum pergi , Jaka Someh dan Dewi Sekar
berpamitan kepada Pak Sumantri. Tidak Lupa Jaka someh juga mengembalikan
cangkul milik pak Sumantri. Jaka Someh berkata kepada Pak Sumantri
“ pak, saya sudah menanam jagung di lahan itu,
semoga Bapak
berkenan merawatnya, Insya Allah dalam kurun waktu 2 bulanan lagi sudah bisa di panen, pak...silahkan Bapak
ambil, dan Bapak bagikan kepada warga yang membutuhkan”.
Pak sumantri kaget, dia baru
mengerti kenapa Jaka Someh meminjam cangkulnya malam tadi “waduh terima kasih sekali kang...
tidak tahu lagi… saya sekeluarga teh harus membalas akang dan Nyai dengan apa...saya sekeluarga hanya bisa mendoakan
akang dan Nyai
semoga selalu dalam Lindungan yang Maha Kuasa, selalu dalam keadaan sehat,
aman, selamat dan
lancar dari semua
urusannya.
Aamiin...”.
Jaka Someh pun mengamininya
“ aamiin pak...terima kasih...”.
loading...
Dewi Sekar Harum merasa heran dengan kebaikan Jaka Someh yang penuh totalitas.
Dia baru mengerti bahwa Jaka Someh ternyata tadi malam tidak tidur karena membuat ladang Jagung untuk keluarga pak Sumantri dan warga
kampung lainnya.
Ada rasa kagum dalam hatinya. Baru sekarang
dia menemukan sosok lelaki yang penuh perhatian dan ketulusan. Bukan hanya kepada dirinya saja namun juga kepada setiap
orang yang memerlukan bantuan, tanpa
pandang bulu. Setelah
berpamitan mereka pun kembali melanjutkan perjalanannya.