Hubungan Jaka Someh dan Dewi Sekar semakin bertambah erat. Jaka Someh merasa sangat bahagia bisa memiliki istri seperti Dewi Sekar. Demikian juga dengan Dewi Sekar, dia merasa nyaman dan bahagia menikah dengan Jaka Someh. Meskipun Jaka Someh hanyalah seorang lelaki sederhana namun di mata Dewi Sekar, Jaka Someh merupakan sosok lelaki sejati yang penuh kasih sayang dan ketulusan dalam hidup.
Bakda Isya, mereka kembali
melanjutkan perjalanan. Dengan ditemani cahaya bintang-bintang di langit,
gerobak sapi yang mereka tumpangi pun melaju sedang. Malam itu langit begitu
cerah, sehingga banyak bintang bertaburan di langit. Sepanjang perjalanan, Jaka
Someh dan Dewi Sekar
tampak asik mengobrol, mereka terlihat menikmati perjalanan tersebut. Sesekali
terdengar oleh mereka suara lolongan anjing liar dari arah hutan yang ada di samping kiri mereka. Suara
serangga dan burung hantu juga menjadi pelengkap perjalanan malam mereka.
Tiba-tiba Jaka Someh berkata kepada Dewi Sekar sambil menunjuk
ke arah langit dengan jari telunjuk kanannya
“ Nyai, lihat itu ada bintang jatuh...”.
Dewi Sekar pun mengikuti arah yang ditunjuk oleh jaka someh
“Oh iya kang...bagus sekali ya... Wah pemandangan langitnya juga indah sekali ya kang...eh menurut kang Someh, bintang jatuh itu pertanda apa ya kang?”.
“ Nyai, lihat itu ada bintang jatuh...”.
Dewi Sekar pun mengikuti arah yang ditunjuk oleh jaka someh
“Oh iya kang...bagus sekali ya... Wah pemandangan langitnya juga indah sekali ya kang...eh menurut kang Someh, bintang jatuh itu pertanda apa ya kang?”.
Jaka someh tersenyum mendengar
pertanyaan Dewi Sekar,
kemudian dia pun bercanda dengan
menjawab pertanyaan Dewi Sekar sambil mencubit pipi istrinya dengan gemas
“Mungkin karena dia melihat ada bidadari cantik yang sedang
lewat di tengah malam buta seperti ini, barangkali nyai...he...he...”.
Dewi Sekar tertawa mendengar jawaban Jaka
someh, dia pun menjawabnya dengan
bercanda juga
“Iih…kang someh koq nakal... diam-diam ternyata suka merayu wanita...wah harus hati-hati ini...”.
“Iih…kang someh koq nakal... diam-diam ternyata suka merayu wanita...wah harus hati-hati ini...”.
Jaka Someh tersenyum mendengar ucapan istrinya.
"he...he...tidak apa-apa kalau merayunya ke istri cantik seperti kamu mah...nyai...".
Jaka Someh terus menggoda istrinya. Dia pun mencubit gemas pipi Dewi Sekar.
"Aah Kang Someh nakal..."
Dewi Sekar tersipu malu, kemudian membalas Jaka Someh dengan mencubit paha suaminya.
"Aduuh sakit, ampun...ampun...nyai...yang cantik...."
"He...he...makanya tidak boleh nakal...."
Dewi Sekar tertawa, melihat suaminya kesakitan.
"he...he...tidak apa-apa kalau merayunya ke istri cantik seperti kamu mah...nyai...".
Jaka Someh terus menggoda istrinya. Dia pun mencubit gemas pipi Dewi Sekar.
"Aah Kang Someh nakal..."
Dewi Sekar tersipu malu, kemudian membalas Jaka Someh dengan mencubit paha suaminya.
"Aduuh sakit, ampun...ampun...nyai...yang cantik...."
"He...he...makanya tidak boleh nakal...."
Dewi Sekar tertawa, melihat suaminya kesakitan.
Menjelang terbit fajar, Jaka Someh
membangunkan istrinya untuk mengajaknya sholat subuh berjamaah. Sebenarnya dia
tidak tega untuk membangunkan istrinya yang sedang tertidur nyenyak, namun karena demi
kebaikan semuanya, jaka Someh pun mentegakan dirinya untuk membangunkan istri tersayangnya
itu. Mereka melaksanakan shalat subuh berjamaah. Setelah itu jaka Someh beristirahat tidur beberapa saat.
Dia bangun setelah matahari pagi sudah bersinar. Di lihatnya Dewi Sekar sedang menyiapkan sarapan pagi. Jaka someh kemudian pergi ke arah sungai kecil yang tidak jauh dari tempatnya beristirahat. Sungai itu tidak besar, hanya saja airnya cukup jernih, sehingga layak digunakan sebagai air minum dan mandi pagi. Setelah sarapan, mereka pun kembali bersiap untuk melanjutkan perjalanannya.
Dia bangun setelah matahari pagi sudah bersinar. Di lihatnya Dewi Sekar sedang menyiapkan sarapan pagi. Jaka someh kemudian pergi ke arah sungai kecil yang tidak jauh dari tempatnya beristirahat. Sungai itu tidak besar, hanya saja airnya cukup jernih, sehingga layak digunakan sebagai air minum dan mandi pagi. Setelah sarapan, mereka pun kembali bersiap untuk melanjutkan perjalanannya.
Jaka Someh dan Dewi Sekar tidak tahu
bahwa perkampungan terdekat dari tempat mereka
beristirahat hanya berjarak sekitar 2 km saja. Kampung tersebut bernama Dadap
Kulon.
Tidak memakan waktu lama mereka sudah
sampai di kampung dadap Kulon. Di perkampungan itu, jaka someh melihat ada beberapa warga
yang sedang menggotong jenazah. Jaka Someh menghentikan gerobaknya karena ingin
menghormati jenazah. Kemudian jaka someh
turun dari gerobaknya dan bertanya kepada salah penduduk yang berjalan paling
belakang
“Ada apa mang? apakah ada yang meninggal?”.
Orang itu pun berhenti dari rombongan iringan jenazah, kemudian dia menjawab pertanyaan Jaka Someh
Orang itu pun berhenti dari rombongan iringan jenazah, kemudian dia menjawab pertanyaan Jaka Someh
“Iya kang, sudah bertahun-tahun
kampung kita ini terkena musibah, bahkan dalam bulan ini saja sudah ada 6 warga
yang meninggal...”.
Jaka Someh melanjutkan lagi pertanyaannya
“Memang mereka meninggalnya karena apa, mang?”.
Lelaki yang bernama Mang Jajang itu pun menjawab pertanyaan jaka someh
Jaka Someh melanjutkan lagi pertanyaannya
“Memang mereka meninggalnya karena apa, mang?”.
Lelaki yang bernama Mang Jajang itu pun menjawab pertanyaan jaka someh
“Penyakit, kang. Kampung sini teh
sekarang sedang terkena wabah penyakit”.
Jaka someh menjadi penasaran,
kemudian bertanya lagi
“wabah penyakit apa mang? Memang tidak ada tabib di kampung ini?”.
“wabah penyakit apa mang? Memang tidak ada tabib di kampung ini?”.
Mang Jajang menjawab lagi pertanyaan
dari Jaka Someh
“Wabahnya ya saya tidak tahu kang, di kampung sini teh tidak ada tabib, cuma ada ki Madani yang biasa mengobati orang kampung kalau sakit, tapi aki madani sendiri juga sekarang terkena wabah penyakit itu...”.
“Wabahnya ya saya tidak tahu kang, di kampung sini teh tidak ada tabib, cuma ada ki Madani yang biasa mengobati orang kampung kalau sakit, tapi aki madani sendiri juga sekarang terkena wabah penyakit itu...”.
Setelah mendengar keterangan dari
mang Jajang, Jaka Someh pun menanyakan rumah ki Madani. Mang Jajang pun
menunjukan letak rumahnya ki Madani, ketika Jaka someh berpamitan, mang jajang
pun bertanya kepada jaka someh
“Eh tunggu sebentar, kang...kalau
akang teh dari mana dan mau kemana? Koq bisa berada di kampung ini”.
Jaka Someh menerangkan perihal dirinya secara singkat, bahwa dia mau ke gunung Tampomas untuk mengantarkan istrinya.
Jaka Someh menerangkan perihal dirinya secara singkat, bahwa dia mau ke gunung Tampomas untuk mengantarkan istrinya.
Jaka someh kemudian menemui Dewi Sekar dan menjelaskan kepada Dewi Sekar bahwa di kampung itu sedang terkena
musibah terserang suatu penyakit. Sebagai seseorang
yang pernah belajar ilmu pengobatan Jaka someh tergerak hatinya untuk mengobati
para warga yang sedang sakit.
Dewi Sekar meskipun dengan berat hati,
mempersilahkan Jaka Someh untuk melihat kondisi warga yang sedang sakit
itu. Mereka kemudian pergi ke rumah ki
Madani.
Ki Madani sedang terbaring lemah
saat Jaka Someh memasuki rumahnya, beberapa bagian tubuhnya nampak bengkak
kebiruan. Dia lemah karena sudah tidak makan selama 3 hari. Setiap kali makan,
dia langsung memuntahkannya kembali. Jaka Someh meminta izin untuk memeriksa
keadaan ki Madani kepada anak aki Madani. Setelah mendapatkan izin, Jaka someh
mulai memeriksa nadi, detak jantung dan beberapa saraf di tubuh ki Madani.
Kemudian dia mengeluarkan beberapa helai daun dan akar tanaman dari kotak obat
yang dia simpan di gerobak sapinya. Jaka Someh kemudian meracik bahan-bahan obat
tersebut, setelah jadi, dia meminumkan sebagian kecil dari obat tersebut ke aki
Madani. Sebagian yang lain dibagikan kepada warga lainnya yang juga sedang
mengalami sakit. Dengan sabarnya Jaka Someh menunggui pasien-pasiennya.
Setelah kurang lebih 6 jam, bengkak-kebiruan
di tubuh ki Madani berangsur-angsur menghilang. Tidak lama setelah itu, aki
Madani merasakan lapar yang luar biasa, kemudian dia pun meminta makanan kepada
anaknya
“Abah jadi lapar...Jang...abah minta
makan...”.
Anak ki Madani segera menyediakan
makanan seadanya untuk makan ayahnya. Dengan lahapnya ki Madani memakan makanan
tersebut. Jaka someh terlihat senang melihat kondisi ki Madani yang sudah bisa
makan kembali. Dia menganggap hal tersebut sebagai tanda kesembuhan
“Alhamdulillah, aki sudah
sembuh...Insya Allah aki sekarang sudah sembuh...he...he...”.
Demikian juga dengan beberapa warga lainnya yang tadi mengalami sakit pun setelah diberi ramuan obat dari Jaka Someh kini mulai sembuh.
Demikian juga dengan beberapa warga lainnya yang tadi mengalami sakit pun setelah diberi ramuan obat dari Jaka Someh kini mulai sembuh.
Melihat Ki Madani dan para warga
yang sakit sudah sembuh, warga di kampung itu pun bersuka cita. Mereka
mengucapkan terima kasih kepada jaka someh yang telah berhasil mengobati para
warga yang sakit. Dewi Sekar juga merasa senang melihat suaminya berhasil menyembuhkan para warga
kampung yang sakit itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar