Sampai hari menjelang siang,
jaka Someh masih belum melihat Dewi Sekar. Dalam hati dia merasa khawatir takut
kalau keberadaan dirinya telah membuat Dewi Sekar menjadi tidak nyaman. .
“Saya khawatir kalau Nyi Sekar
merasa terganggu oleh keberadaan saya di sini....Apakah dia merasa sungkan
terhadap saya...?Aduh, apakah saya segera pergi saja dari rumah ini...? toh dia
juga sudah aman disini...iya lah kayaknya memang saya harus segera pamit...mungkin
baiknya nanti malam saya berbicara
kepada Pak Karta...”.
Malam hari, Jaka Someh menemui Raden Karta di sebuah
ruangan. Dia terkejut ternyata ada Dewi Sekar sedang duduk bersama Raden Karta
dan istrinya. Nampaknya mereka sedang membicarakan sesuatu yang serius. Perasaannya
menjadi kikuk ketika melihat Dewi Sekar ada di sana. Entah kenapa ada perasaan
malu saat bertemu dengan Dewi Sekar. Jaka Someh memandang wajah Dewi Sekar.
Dewi Sekar memalingkan mukanya ke arah lain, wajahnya merah merona. Bibirnya
yang merah terlihat sedikit tersenyum.
“Eh kebetulan Jang Someh ke
sini....ada yang ingin saya obrolkan dengan Jang Someh...sini jang...duduk di
sini...ayo...”.
Tiba-tiba Raden Karta berkata
dengan ramah kepada Jaka Someh, sambil mempersilahkannya untuk duduk di samping
dirinya. Dengan langkah ragu Jaka Someh mendekati mereka. Dia pun duduk di
samping Raden Karta dan berhadap-hadapan dengan Dewi Sekar yang sedang melihat
ke arah lain.
“Maaf...Bapak...bapak teh ingin
ngobrol dengan saya...?.mau ngobrol apa ya pak?apakah ada masalah...?” Tanya
Jaka Someh dengan nada pelan. Hatinya tiba-tiba menjadi deg-degan.
“iya...jang..saya .pengen
ngobrol sama kamu...tapi ujang santai saja....tidak ada masalah apa-apa koq...”.
Kata Raden Karta.
“Eeh iya...ngomong-ngomong jang
Someh sekarang usianya berapa ya...?”
lanjut Raden Karta.
Jaka someh merasa heran mengapa
tiba-tiba Raden Karta menanyakan umurnya. Meskipun demikian dia pun tetap
menjawab pertanyaan Raden karta
“eeh...saya lupa
pak...eeh...berapa ya...owh...iya...kalau tidak salah sekitar 28 tahunan,
pak....!”
“eleh...eleh...ternyata sudah
jadi bujang lapuk...” kata Raden Karta tertawa.
“iya...pak...usia saya teh sudah
tua...he...he..sudah karatan.”.
Kata Jaka Someh bercanda untuk menutupi rasa
canggung dalam hatinya.
“Hmmm Jang Someh...punten...apakah
ujang teh tidak ada keinginan untuk segera meninggalkan masa
bujang....begitu...? Lelaki seusia jang Someh umumnya sudah punya dua atau tiga anak lho...”. Kata Raden Karta.
“Iya tentu saja saya juga
mau...bapak...saya juga ingin hidup normal seperti manusia pada umumnya...tapi
masalahnya perempuan mana yang bisa menerima saya dalam keadaan seperti ini...?
“. Kata jaka someh merendah.
“Koq ngomongnya begitu...belum
juga di coba...nikah dulu... baru ujang bisa menyimpulkan seperti itu...”. Kata Raden Karta yang memprotes ucapan jaka Someh.
Jaka Someh menghela nafasnya.
Ada keraguan dalam hatinya untuk mengungkapkan isi hatinya. Setelah terdiam
beberapa saat, Jaka someh mulai menanggapi ucapan Raden Karta.
“ Sebenarnya saya sudah pernah
menikah, pak....!” Kata Jaka Someh.
“Hah...”. Sontak Raden Karta
kaget mendengar ucapan Jaka Someh
“Kang Someh sudah pernah
menikah...?” Dewi Sekar ikut merasakan kaget.
Jaka Someh melirik ke arah Dewi
Sekar, kemudian berkata lagi.
“Iya nyai...tapi pernikahan
akang gagal...” Kata jaka someh dengan nada sedih.
“Heh...beneran itu teh jang
Someh...?” Tanya Raden Karta yang masih belum percaya seratus persen pada
ucapan Jaka Someh.
“Iya...Bapak...ini beneran...”.
Kata jaka Someh mempertegas.
“heh...bagaimana ceritanya Jang someh? Apakah
tidak keberatan untuk menceritakannya kepada saya...”. Kata Raden Karta.
“Sebenarnya saya tidak ingin
lagi mengungkit-ungkit masa lalu saya...tapi baiklah pak akan saya
ceritakan....”.
Jaka Someh terdiam beberapa saaat. Kemudian setelah menarik
nafas panjang, dia mulai bercerita kepada Raden karta dan Dewi Sekar.
Jaka Someh bercerita mulai saat
dia tinggal di lereng kaki gunung halimun dan diminta tolong oleh Pak Rohadi
untuk menikahi putrinya yang telah hamil di luar nikah. Namun ternyata setelah
menjalani kehidupan berumah tangga selama kurang lebih dua tahun, Nyi Asih
ternyata justru memutuskan untuk kembali kepada mantan kekasihnya.
Jaka Someh menceritakan kisah
hidupnya dengan runut dan jelas.
“Begitulah,
bapak...nyai...akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan kampung kelahiran
saya dan mengembara sampai akhirnya datang ke sini...”. Jaka Someh menutup ceritanya.
“Sabar ya kang Someh...saya
ikut prihatin dengan akang...”Kata Dewi Sekar.
“Iya, jang...sabar...Insya
Allah ujang akan dapat gantinya yang lebih baik...”
Raden Karta juga ikut
berempati kepada Jaka Someh.
“Tapi...ngomong...ngomong kamu
teh tidak punya anak dengan mantan istri kamu jang...?” Kata Raden Karta
penasaran.
“Anak kandung, maksudnya
pak...?he..he..bapak mah bisa saja...ya tidak atuh pak...saya malu
mengatakannya...he..he...saya belum pernah menyentuh Asih sama sekali juga....,
tapi anak Nyi Asih sudah saya anggap sebagai anak saya sendiri...”. Kata jaka
Someh malu-malu.
“hah...maksudnya kamu belum
pernah berhubungan layaknya suami istri dengan mantan istri kamu, jang?” tanya
Raden Karta heran.
“Iya bapak. Saya jadi malu.
Saya masih seratus persen perjaka tinting...”. Jaka Someh tersenyum sambil menundukan
kepalanya karena malu.
Dewi Sekar dan Raden Karta
tertawa mendengar ucapan Jaka Someh.
“Ha..ha...kamu teh bujang
bodoh...jang someh...bagaimana bisa kamu tidak menjalin cinta dengan istri kamu
sendiri...duh bodohnya...jangan-jangan kamu memang tidak pandai merayu wanita...”.
Raden Karta tertawa mencandai Jaka Someh.
Jaka Someh hanya tersenyum
sungging mendengar candaan Raden Karta.
“Iya..bapak...saya kurang percaya diri terhadap perempuan...”
Jelas Jaka Someh.
Raden Karta mengangguk-anggukan
kepalanya.
Raden Karta kemudian melirik
kepada Dewi Sekar, keponakannya. Dia berkata dengan suara yang pelan.
“Bagaimana nyai...kamu masih
bisa menerima jang Someh seperti itu...?" tanya Raden Karta.
“Saya terserah kepada mamang
saja, bagaimana baiknya...”
Kata Dewi Sekar yang telah menyerahkan keputusan ke
tangan pamannya. Kepalanya tertunduk, sambil tangannya memainkan ujung kain
bajunya.
Jaka Someh merasa heran dengan
percakapan mereka yang terkesan berbisik-bisik. Dia belum menangkap maksud dari percakapan mereka.
“ Jang Someh, begini...” Raden
Karta berbalik ke arah Jaka Someh.
“Iya, Bapak....” kata Jaka
Someh.
“Begini Jang Someh, Bapak teh
bermaksud untuk menjodohkan kamu dengan keponakan Saya, yaitu
Dewi Sekar....ehmm...bagaimana menurut pendapat Jang Someh...?”
Dengan suara yang cukup jelas,
Raden Karta mengungkapkan keinginannya untuk menikahkan Jaka Someh dengan Dewi
Sekar. Bagaikan mendengar petir di siang bolong, Jaka Someh merasa kaget.
Dia terdiam cukup lama....terhenyak
mendengar ucapan Raden Karta.
Kemudian tangan kananya
mencubit betis kaki kanannya. Terasa sakit. Tapi, dia masih belum merasa percaya 100 persen dengan perkataan Raden
Karta. Dengan suara pelan dia bertanya lagi kepada Raden Karta untuk
mempertegas kebenaran dari ucapan yang barusan di dengarnya.
“Punten...Bapak....maksud...Bapak...ehh...ehh...Bapak
akan menjodohkan Saya dengan Nyi Sekar..., apakah betul...? “
“Iya, Jang Someh...Sebelumnya
Bapak sudah membicarakan perkara ini dengan Nyi Sekar, tinggal giliran Jang
Someh, kira-kira bersedia atau tidak....?”.
Raden Karta mempertegas kembali
ucapannnya. Jaka Someh menatap ke arah Dewi Sekar. Mendapatkan tatapan jaka
someh seperti itu, Dewi Sekar memalingkan mukanya ke arah lain. Wajahnya
menjadi merah.
“Bapak...jujur hati saya sangat
merasa senang...meskipun ini serasa mimpi bagi saya...Cuma saya bingung...”.
Kata Jaka Someh, kemudian dia
kembali melanjutkan ucapannya
“Saya hanyalah seorang lelaki biasa
dan tak punya kedudukan apa-apa...sedangkan Nyi Sekar, bagi Saya adalah
bagaikan seorang dewi, bukan hanya memiliki wajah yang cantik jelita...namun
juga memiliki pribadi yang baik dan dari keturunan yang baik, seorang
ningrat...apakah keadaan saya ini tidak akan menyusahkannya nanti....saya takut
ini hanya mimpi bagi Saya...Pak...Tapi...kalau Bapak bertanya kepada Saya
apakah bersedia untuk menikahi Dewi Sekar, Tentu saja Saya akan menjawab mau...namun
alangkah baiknya Bapak berkenan untuk
mempertimbangkannya kembali...”.
Jaka Someh menghentikan lagi
ucapannya beberapa saat. Dia menghempaskan nafasnya. Terdiam beberapa saat. Jaka
Someh berfikir keras. Kemudian kembali melanjutkan lagi ucapannya
“Semoga Bapak berkenan dengan lamaran saya
ini...mohon maaf apabila saya kurang sopan..” Tiba-tiba Jaka Someh menyatakan lamarannya.
Meskipun dengan perasaan kikuk,
Jaka Someh bersikap ksatria, menyatakan lamaran kepada Dewi Sekar di hadapan
Raden karta.
Raden Karta mengangguk-anggukan
kepala
“Iya, Jang Someh. Bapak berterima
kasih...Insya Allah keputusan ini sudah kami bicarakan secara matang, jadi
rasanya tidak tergesa-gesa”
Suasana hati jaka Someh menjadi
sangat tegang. Rasa bahagia, bingung dan perasaan was-was bercampur aduk di
dalam hatinya. Setelah berbasa basi
sebentar jaka Someh pun pamit kepada Raden Karta dan Dewi Sekar.
Malam itu dan malam berikutnya
dia tidur di serambi mesjid yang ada di perkampungan. Jaka Someh berusaha
mendekatkan dirinya kepada Sang Maha Pencipta, memohon petunjuk dan kebaikan
untuk masa depannya. Dia memperbanyak sholat dan berdzikir serta beristikhoroh
atas keinginannya untuk mempersunting Dewi Sekar.
Tiga hari kemudian Jaka Someh
kembali mendatangi rumah Raden karta untuk membicarakan perihal lamaran kepada
dewi Sekar. Keputusan Raden Karta dan Dewi Sekar ternyata tidak berubah, Dewi Sekar masih tetap bersedia untuk menikah
dengan Jaka Someh.
“Alhamdulillah....”. Jaka Someh
secara spontan melakukan sujud syukur.
“Tapi...kang Someh....”
tiba-tiba Dewi Sekar berkata kepada dewi Sekar. Hati Jaka Someh tiba-tiba
menjadi deg-degan.
“Ada apa...nyai...?”. Kata jaka Someh mendadak
was-was.
“Kang...saya ada permintaan
kepada akang...kalau boleh...setelah menikah nanti..untuk sementara waktu...apakah
akang berkenan apabila tidak melakukan hubungan suami istri dahulu...karena
saya masih ingin fokus kepada Rama dan adik saya...bagaimana kang...?”. Kata
dewi Sekar.
Jaka Someh menghela nafasnya
mendengar permintaan Dewi Sekar. Kemudian dia tersenyum
“Hmm...nyai...akang sudah
merasa bahagia kamu bersedia menikah dengan akang...kalau masalah perkara
itu...Insya Allah nyai tidak perlu khawatir...akang akan mengabulkan apa yang
nyai minta...”.
Raden Karta juga ikut tersenyum karena merasa senang telah
berhasil menjodohkan jaka Someh dengan keponakannya. Tak lama kemudian datang
istri Raden Karta membawakan hidangan ala kadarnya. Mereka pun mengobrol cukup
lama sambil merencanakan acara akad nikahnya.
Besok malamnya, acara
pernikahan Jaka Someh dengan Dewi Sekar di gelar secara sederhana. Meskipun
sederhana namun menjadi meriah karena banyak warga yang ingin ikut
menghadirinya. Yang menjadi walinya adalah Raden Karta sendiri sedangkan
penghulunya adalah Ustadz Naim.
Hampir semua warga kampung ikut
hadir di acara tersebut. Mereka merasa
senang karena Jaka Someh akan menikah
dengan dewi Sekar.
Meskipun baru sebentar mereka
mengenal jaka Someh, namun warga kampung sudah merasa menyaudara dengan jaka Someh. Hal itu mungkin karena
sikap jaka Someh yang selalu ramah kepada mereka dan selalu ringan tangan untuk
menolong. Mang Adang dan Ceu Entin pun ikut hadir di acara pernikahan Jaka Someh
dengan Dewi Sekar. Bahkan Mang Adang termasuk salah satuyang menjadi saksi dalam pernikahan tersebut.
Jaka Someh duduk dengan rapi
bersama penghulu dan para saksi. Mereka menunggu sang calon penganten perempuan
yang masih berdandan di dalam kamarnya.
“Kemana nih calon penganten
perempuannya...kasihan Jang Someh sudah gelisah takut gak jadi
nikah...he...he...” kata Ustadz Naim bercanda.
Para hadirin tertawa karena
melihat muka Jaka Someh yang terlihat tegang. Jaka Someh hanya bisa mesem dengan
candaan dari para hadirin.
Tidak lama kemudian Raden Karta
keluar dari ruangannya sambil menggandeng Dewi Sekar. Jaka Someh melongo
memandang ke arah wajah Dewi Sekar, dia terpesona melihat penampilan Dewi Sekar
saat itu. Demikian juga para hadirin merasa takjub melihat kecantikan Dewi
Sekar bagaikan dewi kahyangan yang turun ke bumi. Dewi Sekar mengenakan gaun
sutra berwarna putih kehijauan yang dihiasai oleh manik-manik permata. Di
keningnya terdapat hiasan dari batu permata yang berkilauan. Rambutnya di tutup
dengan kerudung yang juga terbuat dari sutra yang indah.
“Nyaiii....”
Tanpa sadar jaka Someh
bergumam.
Tiba-tiba Jaka Someh teringat
kepada ustad Fikri yang dulu pernah menasehatinya agar tetap sabar saat sedang
di khianati oleh istrinya, Asih.
Waktu itu Ustadz fikri pernah
berkata
“..........kalau pun ternyata kita tidak mendapatkan istri yang baik yang sesuai
harapan kita ketika hidup di dunia ini, kamu jangan kawatir karena Allah itu
maha mensyukuri pada kebaikan hambaNya, bagi siapa saja yang telah beriman dan
beramal sholeh, Allah pasti akan membalasnya dengan Kebaikan, yaitu berupa
surga...dan di dalam surga itu terdapat bidadari yang cantik jelita yang akan
menjadi istrinya ...jadi kamu teh harus tetep sabar ya jang... walah jang... kalau sudah punya istri bidadari mah kamu
teh bakalan lupa atuh sama wanita-wanita yang ada di dunia ini...he...he... ”.
Ingat dengan nasehat tersebut
Jaka someh tiba-tiba tersenyum sendiri, tanpa terasa dia bergumam pelan.
“Ya Allah, ternyata bener kata
Ustadz Fikri...Engkau mengganti istri saya yang dahulu dengan istri yang sekarang
ini, Insya Allah semoga menjadi
keberkahan...karena bagi Saya dia bagaikan seorang bidadari yang sedang turun
ke dunia ini...Alhamdulillah...Gusti....”.
Tidak lama kemudian acara akad
nikah pun segera dilangsungkan. Meskipun merasa sedikit grogi namun Jaka Someh
terbilang lancar mengucapkan ijab kabulnya. Semua saksi dan para haadirin pun
berteriak:
“Saaaahhhh.....”.
Jaka Someh dan Dewi Sekar kini telah
resmi menjadi pasangan suami istri yang SAH secara syariat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar