Tampilkan postingan dengan label alam gaib. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label alam gaib. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 April 2020

Cerita Novel Silat "sang Pendekar" Bab 54. Pendekar Alam Gaib


Kabar tewasnya Ki Tapa akhirnya sampai juga di telinga Ki Jabrik. Beberapa anak buah ki tapa yang melarikan diri dari Jaka Someh, ternyata kembali ke padepokan Ki Jabrik yang berada di lereng gunung Padang. Salah satu orang itu bernama Jarpati.
Sesampainya di padepokan Jarpati langsung berlutut dihadapan Ki Jabrik yang sedang duduk di kursinya. Beberapa anak buahnya juga ikut kumpul bersamanya.
 “Ampun aki, saya Jarpati, mau melaporkan bahwa Ki Tapa sekarang sudah meninggal, dia dibunuh oleh seorang pendekar muda”. 
Ki Jabrik yang waktu itu sedang ditemani oleh Ki Anyar Malih dan Dewi Naga, terkejut mendengar laporan Jarpati
“Hah, siapa pendekar yang bisa mengalahkan Ki Tapa? Apakah salah seorang pendekar dari kawan-kawannya Ki Buyut Putih?”.
Jarpati menggelengkan kepalanya
“Saya tidak tahu aki, tapi sepertinya dia bukan dari perkumpulan padepokan Ki Buyut Putih, pendekar itu datang bersama dua anak yang masih remaja dengan mengendarai gerobak sapi...hmmm...tapi saya yakin bahwa dua anak kecil yang dia bawa itu adalah anak-anak dari Raden Purbasora yang di bunuh oleh Ki Tapa dan Dewi Naga”.
Jarpati kemudian melirik ke arah Ki Anyar Malih dan dewi Naga.  Ki Anyar Malih tertawa mendengar laporan jarpati
“Ha...ha...ternyata ada juga pendekar yang mampu membunuh ki Tapa selain saya dan ki Jabrik...Sungguh kurang ajar, berani sekali orang itu membunuh Ki Tapa, dia tidak tahu dengan siapa akan berhadapan?”.
Suara tawa Ki Anyar Malih yang sumbang entah mengapa bisa menciutkan hati Jarpati. Meskipun baru mendengarkan suaranya, namun auranya mampu membuat Jarpati menjadi menciut.
Ki Anyar Malih memang seorang pendekar yang tidak suka banyak berbicara, namun sekali dia berbicara, maka tidak ada orang yang akan berani untuk menyela apalagi membantahnya.
Ki Jabrik sendiri merasa enggan untuk berlama-lama bersama Ki Anyar Malih. Untunglah Ki Anyar hanya datang sewaktu-waktu saja untuk mengunjungi Ki Jabrik.
Berbeda dengan kebanyakan anak buahnya yang lain, bergabung dengannya karena berhasil ditaklukan, Ki Anyar justru mendatangi Ki Jabrik dan langsung menyatakan untuk bergabung dengannya. Dia mengatakan ingin membantu Ki Jabrik untuk menaklukan dunia persilatan di tatar pasundan.
Ki Jabrik dan Ki Anyar Malih pertama kali bertemu sekitar 3 atau 4 tahunan yang lalu. Waktu itu hari sudah malam. Malam yang sunyi tanpa bulan dan bintang. Terdengar suara auman srigala yang saling bersautan. Angin tiba-tiba berhembus kencang dan menerpa dedaunan. Hujan gerimis pun turun dengan rintik-rintik. Tiba-tiba ada asap turun dari langit dan menyelimuti padepokan KI Jabrik.
Setelah itu munculah seorang lelaki yang nampak masih muda dengan di dampingi seorang gadis yang cantik. Lelaki itu menggunakan pakaian pendekar yang serba putih. Wajah lelaki itu terlihat begitu tampan, kulitnya putih bersih dengan rambut panjang nan hitam. Matanya yang tajam dengan senyum sungging menambah aura ketampanannya.  Tubuhnya yang langsing membuat Ki Jabrik menyangka dia seorang perempuan. Kalau saja dia tidak memperkenalkan diri, Ki Jabrik pasti akan menyangka orang itu perempuan.
“Ha...ha...Kamu yang bernama Ki jabrik, Ya...?”
“Nyai Siapa....?” Kata Ki Jabrik
“Ha...ha...Saya bukan perempuan Ki Jabrik...Saya seorang seorang lelaki seperti kamu...nama saya Ki Anyar Malih...Saya datang ke sini untuk bergabung dengan kamu, Ki Jabrik...” Kata Ki Anyar Malih .
Ki Jabrik terhenyak
“Oh, Maaf aki...” Ki Jabrik meminta maaf.
Ki Anyar Malih tersenyum mendengar permintaan maaf Ki Jabrik.
“Tak di sangka, seorang Ki Jabrik yang terkenal karena kehebatan dan kekejamannya, justru adalah seorang yang punya etika kesopanan” Kata Ki Anyar Malih.
Salah satu anak buah Ki Jabrik yang bernama Umang merasa tidak senang dengan sikap Ki Anyar Malih yang terkesan meremehkan KI Jabrik
“Hey, kamu banci, jangan menganggap remeh ketua kami, kalau tidak....” Kata Umang mengancam
Ki Jabrik memberi isyarat kepada Umang agar tidak terpancing oleh sikap Ki Anyar Malih
“Sabar, Umang...jangan emosi, tak baik mengumbar amarah, seorang tamu harus kita hormati...”Kata Ki Jabrik
“Ha...ha...tak di sangka...sungguh tak di sangka, Ki Jabrik ternyata seorang yang lemah hatinya...” Kata Ki Anyar Malih
“Hey bangsat, kamu jangan sombong, berani kamu menghina ketua kami...hadapi dulu Umang....”
Umang bertambah emosi melihat pimpinannya di remehkan oleh Ki Anyar Malih. Dia pun langsung menyerang Ki Anyar Malih dengan menggunakan jurus tinjunya.
“Bangsat rasakan ini....” Kata Umang mengancam.
“ha...ha...”
Ki Anyar Malih membiarkan pukulan Umang mengenai dirinya.
‘Prak’ pukulan itu mengenai dada KI Anyar Malih. Namun Ki Anyar Malih tidak bergeser sedikitpun. Tidak nampak rasa sakit di wajahnya. Mukanya masih terlihat tenang seperti tidak terjadi apa-apa.
Semua orang terkejut ketika tiba-tiba Umang berteriak keras menahan rasa sakit, tangannya masih menempel di dada Ki Anyar Malih.
“Waw...aduh....sakit....tolong....tolong...tangan saya tidak bisa di cabut...sakit...sakit aduh panas...ampun...ampun Ki....” kata Umang berteriak dengan keras. Wajahnya berubah pucat karena menahan rasa sakit yang luar biasa. Tenaganya seperti tersedot oleh suatu kekuatan gaib milik Ki Anyar Malih.
Wajah Umang berubah menjadi merah seperti terbakar oleh panas api, kemudian memucat, dan mengering. Dari tubuhnya keluar asap yang panas. Teriakannya pun mulai melemah. Sesaat kemudian dia terdiam. Umang mati dengan tubuh gosong menghitam.
Melihat anak buahnya tewas secara mengenaskan, Ki Jabrik bersiap untuk membalas perlakuan Ki Anyar Malih.
“ha...ha...Ki Jabrik...tahan...tahan...saya datang ke sini bukan untuk bertarung dengan kamu...tapi saya ingin bergabung dengan kamu....saya hanya sedikit memberi pelajaran kepada anak buah kamu...” .
Ki Jabrik mendesahkan nafas
“Haaah....Ki Anyar Malih...tolong kamu tidak berbuat onar di sini...”
“Ha..ha...tidak...Ki jabrik...kamu tenang saja...saya tidak akan berbuat onar di sini...sudah saya katakan bahwa saya datang ke sini karena mau bergabung dengan kamu....” Kata Ki Anyar Malih.
“Baiklah Aki...kalau begitu...terima kasih kalau Aki mau bergabung dengan kami....” Kata Ki Jabrik.
Itulah awal pertama pertemuan Ki Jabrik dengan Ki Anyar Malih. Sampai sekarang dia masih menyimpan rasa penasaran kepada Ki Anyar Malih.
Ki jabrik yang mendengar tawa dan komentar dari Ki Anyar Malih hanya duduk terdiam, dia merasa enggan untuk menyela apalagi membantah ucapan Ki Anyar.
Ki jabrik kemudian berkata kepada Jarpati
“Ya sudah Jarpati, terima kasih atas laporannya, sekarang silahkan kamu istirahat dahulu...” Jarpati mengucapkan terima kasih dan kemudian pergi, setelah terlebih dahulu berlutut untuk menghormat kepada Ki Jabrik dan Ki Anyar Malih.
Meskipun Ki Jabrik terkenal sebagai pemimpin gerombolan penjahat yang kejam dan sadis, namun sebenarnya dia adalah seorang pendekar berjiwa ksatria.  Bahkan terhadap Jarpati yang hanya seorang anggota kelas bawah pun tetap menghormat dan menghargai pendapatnya. Berbeda dengan Ki Anyar Malih yang penampilannya nampak gagah, selain kulitnya kelihatan bersih dan putih, matanya juga tajam menusuk. Wajahnya seperti memancarkan suatu pesona ketampanan dan kemudaan. Meskipun wajah dan penampilannya tersebut nampak begitu mempesona, namun entah kenapa Ki jabrik merasa ada sedikit keganjilan dengan sosok Ki Anyar tersebut.
Di balik penampilannya yang gagah, sebenarnya tersembunyi aura gaib yang menakutkan. Ki Jabrik seringkali merasakan ada keangkeran dalam diri Ki Anyar, di tambah lagi sifatnya yang kejam dan bengis tak berperikemanusiaan.
Setelah empat tahun Ki Jabrik mengenal Ki Anyar dia merasa ada keanehan lain yang dia temukan pada Ki Anyar, yaitu pada setiap malam bulan purnama. Pada waktu itu, Ki Jabrik melihat wajah Ki Anyar nampak begitu pucat, berkeriput seperti menua.
Waktu itu Ki Jabrik sempat menanyakan keadaan Ki Anyar yang nampak tidak biasa, alih-alaih mendapat jawaban justru Ki Anyar pergi meningalkan Ki Jabrik dengan tergesa-gesa. Namun ketika bertemu keesokan harinya, Ki Anyar sudah kembali normal, bahkan terlihat lebih segar dari hari sebelumnya.
Yang membuat Ki Jabrik bertambah heran adalah pada malam  kejadian dia selalu mendapat laporan bahawa ada satu atau dua anak buahnya yang menghilang secara misterius. Awalnya Ki Jabrik tidak mencurigai hubungan antara misteri kehilangan anak buahnya dengan kondisi Ki Anyar Malih, namun karena kejadian tersebut selalu berulang di setiap bulan purnama, Ki Jabrik pun merasa curiga bahwa kehilangan anak buahnya tersebut berkaitan dengan Ki Anyar. Apalagi setelah di Amati, peristiwa hilangnya mereka selalu bertepatan dengan kondisi Ki Anyar yang sedang mengalami pucat dan berkeriput.
Malam ini adalah malam bulan purnama, Ki Jabrik mulai mengamati keadaan Ki Anyar secara diam-diam. Menurut pengamatannya, malam itu wajah Ki Anyar mulai nampak pucat, kulit wajahnya juga sudah terlihat ada kerutan.
Ki Jabrik yang sudah merasa curiga dengan Ki Anyar, segera bersembunyi dalam kegelapan pohon yang berada di depan kediaman ki anyar yang nampak remang-remang. Setelah beberapa saat menunggu di atas sebuah dahan pohon, terlihat Ki Anyar sedang terburu masuk ke dalam rumahnya.
Selang beberapa menit kemudian, nampak Jarpati sedang berjalan menuju kediaman ki anyar. Jarpati mengucapkan salam kepada ki anyar,
“Sampurasun aki, saya Jarpati datang menghadap untuk melaksanakan perintah aki...”.
Ki Anyar menjawab salam Jarpati dan mempersilahkannya untuk masuk
 “Ya Jarpati silahkan kamu masuk, pintunya tidak saya kunci...”.
Jarpati segera masuk ke dalam ruangan ki anyar. Ki Jabrik segera mendekati pintu rumah Ki Anyar. Keadaannya masih sunyi.
Tiba-tiba terdengar suara seperti jeritan, seperti orang yang sedang mengalami kesakitan, namun teriakan tersebut hanya beberapa saat saja, selanjutnya rumah itu kembali menjadi sunyi, tidak terdengar suara apapun di dalam ruangan Ki Anyar.
Ki Jabrik merasa heran, karena sudah hampir tiga jam Jarpati belum keluar dari ruangan Ki anyar. Karena rasa penasarannya yang sudah memuncak, Ki Jabrik segera masuk ke dalam rumah Ki Anyar. Pelan-pelan dia membuka pintu ruangan Ki Anyar yang tidak terkunci. Tercium aroma amis darah dan bangkai di dalam ruangan gelap milik Ki Anyar. Ki Jabrik melangkah pelan, masuk dengan hati-hati. Betapa terkejutnya ki jabrik ketika dia masuk ke dalam kamar ki anyar, ada banyak darah berserakan dimana-mana.
Namun yang paling membuat dia terkejut adalah ketika melihat Ki Anyar ternyata sedang memakan organ tubuh Jarpati yang nampak sudah tak bernyawa dengan kondisi telanjang bulat. Pakaiannya nampak berserakan di lantai dengan kondisi tersobek-sobek seperti habis di cabik oleh binatang buas. Ki Anyar merasa terganggu dengan kehadiran Ki Jabrik, langsung marah.
Sambil menyeringai, matanya melotot tajam ke arah ki Jabrik. Ki Jabrik merasa ngeri melihat kondisi tubuh Jarpati yang sudah terburai. Sesaat kemudian, dia merasa marah dan jijik dengan sosok ki Anyar yang dianggapnya tidak memiliki rasa kemanusiaan. Dengan kondisi marah, Ki Jabrik langsung mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk membunuh Ki Anyar. Tiba-tiba Ki Anyar tertawa melihat Ki Jabrik yang nampak marah kepadanya “Ha...ha...Jabrik...Silahkan bunuh saya kalau kamu memang mampu...”.
Mendengar tantangan dari Ki Anyar, kemarahan ki Jabrik sudah tidak mampu lagi untuk di tahan, dia pun segera menghantamkan pukulan tenaga dalam ke arah Ki Anyar.
Buarrrr....seisi ruangan itu hancur berantakan, beberapa batang kayu dan perabotan nampak hangus terbakar terkena serangan Ki Jabrik. Namun sungguh mengherankan, Ki Anyar justru menghilang dari tempatnya.
Tiba-tiba terdengar suara tawa dari arah belakang Ki Jabrik
Ha...ha...pukulanmu memang hebat jabrik, tapi percuma kalau yang kamu lawan adalah saya...ha...ha...”.
Ki Jabrik bertambah marah mendengar perkataan Ki Anyar yang meremehkan. Dia langsung berbalik dan melancarkan serangannya.
Meskipun serangannya terlihat dahsyat dan mengerikan namun Ki Anyar ternyata mampu menandinginya, bahkan terkesan sedang mempermainkan Ki Jabrik yang marah.
Setelah berkali-kali melakukan serangan, akhirnya serangan ki Jabrik ada yang berhasil mengenai tubuh Ki Anyar. Terkena serangan dahsyat ki Jabrik, tubuh ki Anyar langsung hangus terbakar api dan berubah menjadi abu yang berserakan.
Ki Jabrik yang melihat tubuh ki Anyar telah hangus dan berubah menjadi abu pun merasa lega. Nafasnya terengah-engah, dia merasakan payah karena bertarung dengan Ki Anyar Malih. Ki jabrik terduduk untuk melepaskan rasa lelahnya.
Baru saja dia terduduk di tanah tiba-tiba abu tubuh ki anyar yang tadi berserakan kembali menyatu dan berubah menjadi tubuh utuh ki anyar seperti sedia kala. Ki Anyar tertawa “Ha...ha...bagaimana jabrik, apakah kamu masih sanggup menghadapi saya?”.
Ki Jabrik benar-benar merasa kaget melihat tubuh ki anyar yang sudah kembali utuh seperti sedia kala. Dia bingung untuk mengalahkan Ki Anyar yang ternyata jauh lebih sakti dibandingkan dirinya. Belum pernah dia menemui lawan yang sangat kuat seperti Ki Anyar. Dalam keputus asaan Ki Jabrik kembali bangkit dari duduknya. Dia kembali memasang kuda-kudanya untuk mempersiapkan diri menyerang Ki Anyar. Ki Anyar kembali tertawa dengan suara yang nyaring
“ha...ha...ayo keluarkan semua ilmu kamu, jabrik...keluarkan semua ilmu yang telah diajarkan oleh kakang Jaya Perkasa kepada kamu...ayo lawan saya...”.
 Ki Jabrik merasa kaget karena Ki Anyar mengetahui perihal gurunya, Eyang Jaya Perkasa. Dalam hati dia berusaha menerka-nerka
“Siapakah sebenarnya sosok Ki Anyar ini, kenapa dia menyebut eyang guru dengan sebutan ‘kakang’, padahal secara kasat mata ki Anyar nampak masih begitu muda sedangkan Eyang Jaya Perkasa sudah sangat tua renta, ada hubungan apakah ki Anyar ini dengan eyang guru?”.
Dia terus berfikir, namun tidak mampu menebak siapa sebenarnya Ki Anyar ini.
Dengan perasaan geram, Ki Jabrik pun kembali melakukan serangan dahsyatnya ke arah Ki Anyar. Wuuiiit....prakk, serangan ki Jabrik ternyata mampu di hadang oleh Ki anyar. Ki Jabrik kaget ketika tangannya beradu dengan tangan Ki Anyar. Terasa ada hawa panas yang menyambar tubuhnya, dia pun langsung melompat kebelakang. Baru saja dia berdiri sambil mengencangkan kuda-kudanya, tiba-tiba datang lagi serangan dahsyat dari Ki Anyar.
Ki Jabrik berusaha mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menahan serangan tersebut. Duaarrr...tubuhnya pun terpelanting ke belakang, meskipun masih berdiri namun kepalanya terasa pusing, matanya pun berkunang-kunang, serasa ada hawa panas yang menyelubungi seluruh tubuhnya, hoeek...ki jabrik pun memuntahkan darah segar.
Rasa kaget bercampur was-was mengisi seluruh pikiran ki jabrik, tak percaya bahwa dirinya berhasil dikalahkan oleh Ki anyar dengan mudahnya. Ki Anyar kembali menertawakan Ki Jabrik yang sudah merasakan payah akibat pertarungan itu
“ha...ha...ayo jabrik, lawan saya....”. 
Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, Ki Jabrik berusaha untuk bangkit kembali. Namun rasa payah sudah terlalu kronis, dia pun kembali roboh.
Rasa kaget, marah dan geram bercampur aduk dalam hatinya, namun kesemuanya itu tidak mampu memberikan tenaga baru kepadanya. Matanya hanya mampu memelototi Ki Anyar yang nampak sudah siap untuk kembali menyerang.
Ki Jabrik akhirnya pasrah dengan nasibnya, dia tidak menyangka kalau harus mati di tangan Ki Anyar yang secara notabene adalah masih bawahannya. Sesaat ketika Ki Anyar akan kembali menyerang Ki Jabrik, tiba-tiba datang Dewi Naga yang langsung berlutut dihadapan ki Anyar, dia berusaha menahan Ki Anyar agar mau menghentikan pertarungan tersebut “Ampun aki...tolong ampuni kang Jabrik...maafkan dia...Tolong jangan bunuh kang Jabrik, saya yakin suatu hari nanti, dia akan berguna untuk aki....maka itu saya mohon aki agar sudi mengampuni kang jabrik....”.
Ki Jabrik merasa kaget dengan apa yang dilakukan oleh Dewi Naga yang telah sudi membelanya, ada rasa haru dalam dirinya. Ki Anyar kembali tertawa
“ha...ha..., baiklah Jabrik, untuk saat ini kamu saya ampuni...tapi lain kali kalau kamu berbuat macam-macam dengan saya, saya akan membunuh kamu...”.
Dewi Naga langsung bersujud kepada Ki Anyar sambil mengucapkan terima kasih
“Terima kasih banyak aki...karena telah mengampuni Kang Jabrik...”.
Kemudian Dewi Naga segera membopong Ki Jabrik untuk menjauh dari tempat itu. 

Rabu, 04 April 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 46. Ki Buyut Putih




Saat matahari pagi sudah mulai terasa hangat menerpa kulit, Jaka Someh bersama Dewi Sekar berangkat ke lokasi yang di duga sebagai Padepokan.
Meskipun sudah berada di depan padepokan, Jaka Someh dan Dewi Sekar tidak langsung masuk ke dalamnya. Mereka ingin memastikan bahwa tempat tersebut adalah benar-benar Padepokan Ki Buyut Putih. Setelah yakin bahwa tempat tersebut adalah tempat yang mereka cari, mereka pun keluar dari persembunyian dan langsung mendatangi pos penjagaan.
Pos tersebut sedang di jaga oleh dua orang murid Ki Buyut Putih. Jaka Someh memberi salam kepada keduanya
“Permisi, akang-akang...mohon maaf, apakah benar ini adalah padepokan dari guru besar Ki Buyut Putih...?”
Kedua penjaga tersebut terlihat kaget melihat kedatangan Jaka Someh dan Dewi Sekar yang terkesan tiba-tiba. Mereka terdiam dan mengamati kedua tamunya secara seksama, lalu bertanya kepada Jaka Someh dan Dewi Sekar
“Heh...kalian ini siapa? Kenapa bisa tiba-tiba ada di sini...?”
Mendengar pertanyaan kedua penjaga tersebut, Dewi Sekar langsung menjawab
“Saya Dewi Sekar Harum, putri Raden Surya Atmaja dari perguruan Karuhun Pusaka, saya sedang mencari keluarga saya, menurut informasi yang saya dengar, Rama saya sedang berada di sini. Maaf Akang, apakah informasi tersebut benar, bahwa Rama saya ada di sini...?
Kedua penjaga yang bernama Jaman dan Sarmadi terkejut mendengar jawaban Dewi Sekar. Sesaat mereka terkesima dan terdiam. Mereka juga merasa takjub ketika melihat Dewi Sekar secara seksama. Cantik dan berwibawa. Karena grogi, mereka menjawabnya dengan suara terbata
“Ii...yy...aa...iya, nya...nya...Nyai...benar...”
Dewi Sekar merasa lega setelah mendengar jawaban dari Ki Jaman dan Sarmadi tersebut. Dengan sopan Dewi Sekar meminta kepada kedua penjaga tersebut untuk menemui Ramanya
“Akang-akang mohon maaf...tolong sampaikan pesan ke Rama Saya, Raden Surya Atmaja, sampaikan bahwa Dewi Sekar sudah ada di sini...”
Sarmadi dan Ki Jaman mengiyakan permintaan Dewi Sekar
“Baik, Nyai. Saya akan segera sampaikan pesan Nyai…tunggu…saya akan berangkat ke ruangan Raden Surya Atmadja”.
Tanpa membuang waktu lagi Sarmadi langsung pergi ke sebuah bangunan yang berada di dalam. Setelah sampai di depan pintu, dia mengucapkan Salam dan memanggil Nama Raden Suryaatmaja
“Sampurasun, permisi...Juragan Surya Atmaja...! Raden...”
Setelah beberapa kali mengucapkan Salam dan memanggil Nama Raden Surya atmaja, Raden Surya Atmaja pun keluar dari bangunan tersebut
“Ya...ada apa Ki Sarmad, pagi-pagi sudah memanggil saya...?”
Sarmadi menjelaskan tujuannya kepada Raden Surya atmaja
“Anu, juragan...maap lancang kalau mengganggu juragan pendekar. Di Pos jaga ada yang mengaku sebagai putrinya juragan, namanya Nyi Mas Dewi Sekar...”
Raden Surya Atmaja terkejut mendengar kabar tersebut. Antara percaya dan tidak, hatinya langsung melonjak girang. Selama ini dia begitu khawatir karena belum ada kabar tentang putri kesayangannya itu. Padahal gurunya Dewi Sekar sendiri sudah sempat datang ke padepokan Ki Buyut, Dewi Sekar justru tidak ada kabar berita apapun. Seakan-akan menghilang di telan bumi. Raden Surya Atmaja yang antusias, tanpa sadar berteriak keras kepada Sarmadi. Dia berteriak karena merasa girang dan bahagia
“Hah...yang benar Sarmad, sekarang dimana atuh anak saya teh ?”
Sarmadi segera mengantar Raden surya Atmaja ke Pos Penjagaan.  Di Sana, Raden Surya Atmaja melihat putrinya sedang mengobrol dengan seorang pemuda yang berpenampilan lusuh. Raden Surya Atmaja tak kuasa untuk menahan rasa bahagia setelah melihat putri kesayangannya ada di tempat itu.
Nyai...! Geulis...Nyai...Beneran ini teh kamu...aduh Alhamdulillah Gusti...kamu teh selamat... kemana saja atuh nyai teh selama ini? Rama benar-benar khawatir...”
Dewi Sekar terharu dan  bahagia  karena bisa melihat ayahnya dalam keadaan sehat wal afiat. Dia pun langsung memeluk nya sambil menangis karena haru bercampur bahagia. Betapa senangnya dia dapat kembali berkumpul bersama ayahnya. 
Alhamdulillah Rama, saya baik dan selamat. Saya sempat mengalami musibah, Rama. Saya terluka parah setelah bertarung melawan Nyi Sundel, anak buah ki Jabrik. Tapi Untung saya masih selamat, setelah di obati dan dirawat oleh Kang Someh....
 Alhamdulillah atuh...yang penting mah kamu teh selamat...Rama teh tidak pernah lepas memikirkan keadaan kamu...koq bisa menghilang begitu saja. Guru mu, Nini gunting, sudah datang ke padepokan ini, tapi karena khawatir dengan keadaan kamu yang tidak di ketahui kabarnya, beliau pun segera  turun gunung kembali,  untuk mencari kamu...anaking...
Dewi Sekar merasa tidak enak  karena telah menyusahkan gurunya sendiri. Namun dia tidak mampu berkata apa-apa, kecuali hanya diam seribu bahasa. Tidak lama kemudian datanglah adiknya, Raden Arya Rajah dengan diikuti oleh dua pendekar muda lainnya, yaitu Raden Jaya Permana dan Jaka Sampurna.
Raden Arya Rajah mencium tangan Dewi Sekar
“Teteh, bagaimana kabar? Kemana saja selama ini? Saya sampai kangen...”
Dewi Sekar tersenyum melihat adiknya yang nampak sehat. Setelah itu, Raden Jaya Pernana dan Jaka Sampurna mendekat kepada Dewi Sekar. Mereka tersenyum hangat. Keduanya nampak gagah dan berwajah tampan. Sama-sama keturunan ningrat. Melihat Dewi Sekar yang cantik, mereka berbalapan untuk menyalami Dewi Sekar. Dewi Sekar membalasnya dengan diiringi senyum manis yang menggetarkan hati. Membuat Raden Jaya Permana menjadi semakin terpesona. Dengan penuh rasa percaya diri, dia memperkenalkan dirinya sambil berusaha menebarkan senyum pesona
“Bagaimana kabar Nyai? Perkenalkan nama akang Raden Jaya Permana putra Raden Kusumaningrat, Pangeran kerajaan Galuh, akang adalah salah satu murid senior dari Kyai Sepuh Anom....”
Dewi Sekar membalas salam Jaya Permana dengan  senyuman yang hangat. Dengan wajah yang ramah dia berkata kepada Raden Jaya Permana 
“Saya Dewi Sekar Harum, putri Raden Surya atmaja, Pangeran...”.
Jaya Permana merasa senang hatinya karena mendapat respon menyenangkan dari Dewi Sekar. Dia berkata kepada Dewi Sekar
Nyainyai... jangan panggil akang dengan sebutan Pangeran atuh, panggil saja kang Jaya permana, begitu...kan lebih enak terdengarnya...”
Melihat keakraban Raden Jaya Permana dengan putrinya, Raden Surya Atmaja merasa senang dan bangga. Sebaliknya dengan Jaka Someh, hatinya merasa sedih karena melihat istrinya akrab dengan lelaki lain. Hatinya di bakar api  cemburu.  
Dalam hati dia berkata 
“Wah saya teh minder melihat mereka...mereka gagah dan tampan. Aduh itu lagi...Nyi Sekar koq kelihatan  serasi betul dengan si pangeran ganteng itu... Nyi Sekar sangat ayu, cantik jelita, si Pangeran  itu juga terlihat sangat gagah dan tampan, bahkan keduanya sama-sama ningrat. Waduh saya bener-bener merasa cemburu, melihat keduanya akrab seperti itu...duh...dasar cemburu buta... Sadar...sadar, Someh, kamu teh harus berbaik sangka atuh sama istri kamu sendiri...
Tak lama kemudian tempat itu pun sudah banyak didatangi oleh para pendekar dan murid-murid Ki Buyut Putih untuk menyambut kedatangan Dewi Sekar, putri Raden surya atmaja yang terkenal cantik. Diantara mereka ada Nyi Ageung Cintanagara, salah satu istri dari ningrat kerajaan galuh.
Mereka berkumpul di halaman padepokan Ki Buyut putih, menyambut kedatangan Dewi Sekar. Mereka bersuka cita, menyalami dan berbincang dengan Dewi Sekar. Begitu asyiknya mereka tanpa menghiraukan keberadaan Jaka Someh yang sedang berdiri mematung. Jaka Someh kemudian pergi menjauh dari mereka, dia duduk di sebuah bangku kayu, di bawah pohon asam, yang jaraknya sekitar 10 meteran dari pos penjagaan. Jaka Someh bergumam sendirian untuk menghibur hatinya yang merasa sedih.
“Duh saya di cuekin, he...he...Dewi Sekar juga lupa sama suaminya sendiri... he...he...
 Hatinya merasa sedih melihat istrinya seakan-akan sudah lupa dengan dirinya. Walaupun begitu, dia tetap merasa bersyukur karena sudah berhasil mengantar Dewi Sekar menemui keluarganya dalam keadaan selamat, sehat wal afiat tanpa kurang apapun juga.
Ketika Raden Surya Atmaja, Arya Rajah, Jaya permana dan yang lainnya sedang bersuka ria dengan kedatangan Dewi Sekar, Ki Buyut Putih keluar dari kamarnya dengan di kawal oleh beberapa murid seniornya. Ki Buyut Putih langsung menyalami Dewi Sekar. Dewi Sekar pun  mencium tangan Ki Buyut Putih yang sudah kelihatan sepuh. Dewi Sekar berbasa-basi dengan menanyakan kabar Ki Buyut Putih
 “Bagaimana kabar eyang guru...?”
Ki Buyut Putih membalasnya dengan senyum yang ramah, sambil berkata
“Alhamdulillah geulis, eyang teh masih di beri kesehatan oleh Yang Maha Kuasa”.
Tiba-tiba ki Buyut putih melihat ke arah jaka Someh yang sedang duduk menyendiri, dia pun bertanya kepada Dewi Sekar
Nyai, geulis, itu teh siapa yang sedang duduk disana?”
Dewi Sekar baru sadar akan keberadaan jaka Someh, suaminya sendiri. Dia heran kenapa dia bisa melupakan Jaka someh yang baru resmi menjadi suaminya. Dewi Sekar kemudian menjawab pertanyaan Ki Buyut Putih
Astagfirulloh saya koq bisa lupa dengan suami saya sendiri...maaf eyang, itu teh kang Someh, suami saya...”
Ki Buyut putih memandang ke arah jaka Someh, dia tersenyum dan memanggil Jaka Someh 
eleh-eleh suami nyai ya...? Ujang...kasep...kesini, jangan menyendiri begitu atuh...Ayo kesini, kumpul bersama yang lain”.
Raden Surya Atmaja dan yang lainnya merasa sangat terkejut mendengar Dewi Sekar menyebutkan jaka Someh sebagai suaminya kepada Ki Buyut Putih.
Raden Surya Atmaja langsung bertanya kepada putrinya
“Nyai...kamu teh jangan main-main...bagaimana bisa kamu menikah dengan lelaki itu...tanpa seizin dan sepengetahuan Rama-mu sendiri....”.
 Raden Surya Atnaja berkata dengan nada yang cukup tinggi.
“Maaf Rama...saya benar-benar minta maaf...ceritanya sangat panjang, Rama...Mang Karta yang telah menikahkan kami berdua...”
Dewi Sekar mencoba menenangkan ayahnya.
“ya tidak bisa begitu atuh...nyai...berani sekali si Karta melangkahi kakaknya sendiri...berani-beraninya dia menikahkan kamu tanpa seizin Rama...memang benar dia adik rama...tapi ya tidak begitu juga caranya...”.
Raden karta merasa marah kepada adiknya yang telah berani menikahkan Dewi Sekar dengan jaka someh.
Hadirin yang ada di sana pun ikut menjadi tegang. Ki Buyut Putih pun mencoba menenangkan Raden Surya Atmaja, agar mereda emosinya.
“Sudah...sudah...Raden...tidak baik...marah-marah seperti itu...malu di lihat orang banyak..yang sudah terjadi ya sudah...Raden Karta melakukan itu teh pasti ada alasannya...lagi pula Nyi Sekar nampak bahagia bersuamikan Jang Someh...bagaimana nyai apakah betul kamu merasa bahagia...?”.
Ki Buyut Putih mencoba menenangkan Raden Surya Atmaja yang terlihat emosi. Dia mencoba menengahi permasalahan itu.
Raden Arya Raja juga ikut  menenangkan ayahnya yang nampak masih emosi.
“Iya Rama...saya yakin si teteh pasti tidak sembarangan di dalam urusan sepenting ini....saya sangat mengenal pribadinya...pastinya Rama sendiri jauh lebih mengenal pribadi si teteh di banding yang lain...”
Raden Surya Atmaja pun menghela nafas.

“Iya...eyang...Rama...adik...saya tulus menyayangi kang Someh...saya menikah dengan Kang Someh  tanpa ada paksaan dari siapa pun juga ... semuanya sudah saya pertimbangkan secara masak-masak...”. Kata Dewi Sekar.
Raden Surya Atmaja menganggukan kepala, dia meminta maaf kepada Dewi Sekar
“Iya nyai...Rama minta maaf...ya sudahlah... walau Rama tidak setuju...tapi karena kamu sudah memutuskan demikian...Rama sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi...semuanya terserah kamu yang menjalani...tapi di sini kamu tidak boleh tinggal satu atap dengannya...dia harus tidur di ruangan lain...yang terpisah dengan kamu...”.
Dewi Sekar merasa bahagia mendengar ucapan ayahnya. Dia tahu bahwa ayahnya masih merasa tidak ikhlas menerima Jaka Someh sebagai menantu. Namun yang penting untuk saat ini, ayahnya sudah bisa menerima keputusannya menikah dengan Jaka Someh. 
“Iya, Rama. Biar Kang Someh tidur bersama adik Arya Raja...., tidak apa-apa kan adik...?”
Dewi Sekar meminta izin adiknya agar Jaka Someh tidur bersamanya.
“Iya...teteh...tidak apa-apa..saya justru senang...”
Jawab Arya Raja menenangkan kakaknya. Raden Surya Atmaja yang melihat kedua anaknya membela Jaka Someh, hanya bisa terdiam pasrah.
Ki Buyut Putih merasa senang melihat Raden Surya Atmaja sudah menurun emosinya. Kemudian dia berpaling kepada Jaka Someh dan berkata
“Eh sini Jang Someh...ayo sekarang kamu salami mertuamu..kami mohon maaf atas kejadian ini....mohon jangan dimasukan ke dalam hati...”
Jaka Someh yang mendengar ucapan Ki Buyut Putih yang penuh ketulusan. Ada perasaan hormat kepada ki Buyut Putih yang berkarisma. Dia berkata kepada Ki Buyut putih
“Iya Kyai, Saya yang justru mohon maaf karena telah menyebabkan sedikit ketegangan di sini...”.
 Ki Buyut putih tersenyum mendengar perkataan Jaka Someh yang merendah.
Jaka Someh kemudian menyalami Raden Surya Atmaja, sambil mencium tangannya. Raden Surya Atmaja menerimanya meskipun dengan perasaan yang terpaksa. Jaka someh juga menyalami Ki Buyut Putih, Raden Arya Raja dan yang lainnya.  Suasana pun kembali menjadi cair.

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...