Rabu, 04 April 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 47. Hati Yang Mendengki



Ki Buyut Putih merasa senang melihat suasana sudah kembali baik. Kemudian dia berkata kepada hadirin.
“Alhamdulillah, ayo sekarang mah kita ngariung dulu saja...kita sarapan pagi...sambil mendengarkan ceritanya Nyi Sekar....ayo Jang Someh...mangga...kita sarapan bersama...ya...tidak usah malu...!”.
Jaka Someh menganggukan kepala.
Mereka pun berangkat bersama menuju aula padepokan.
Khawatir jaka Someh merasa minder, Dewi Sekar mendampingi Jaka Someh dengan menggandeng tangannya dengan mesra. Banyak mata yang melihatnya. Sebagian ada yang mencibir, sebagian yang lain merasa iri dengan dengan nasib Jaka Someh yang bisa menikahi Dewi Sekar. Tapi ada juga yang merasa bahagia melihat mereka nampak akur dan harmonis. Salah satunya adalah Raden Arya Raja. Sedangkan Raden Surya Atmaja  terlihat tidak begitu senang melihat putrinya nampak bermesraan dengan Jaka Someh di depan umum.
Di Aula padepokan, mereka makan bersama sambil bercengkrama satu sama lain. Jaka Someh duduk bersama Dewi Sekar.  Di dekatnya ada Ki Buyut Putih, dan Arya Raja. Raden Surya Atmaja lebih memilih duduk menjauh dari Jaka Someh. Dia duduk bersama Raden Jaya Permana dan kawan-kawannya.
Ki Buyut Putih bertanya kepada Jaka Someh
“Jang Someh teh berasal dari mana?”.
Jaka Someh menjawab pertanyaannya Ki Buyut Putih,
“Saya berasal dari kampung Cikaret, Kyai, di lereng gunung halimun. Karena sesuatu hal saya mengembara keluar dari kampung saya, tanpa terasa sekarang sampai ke Padepokan Kyai…”.
Ki Buyut Putih, menggerakan alisnya, seakan-akan sedang berpikir, kemudian dia bertanya “eh, ujang teh dari kampung cikaret? Weleuh-weleuh... kenal dengan Ki Jaya Kusuma atuh, pendekar dari perguruan maung karuhun yang terkenal”.
Jaka Someh terperanjat mendengar Ki Buyut Putih menyebut nama Ki Jaya Kusuma. Dia teringat saat  Ki Jaya Kusuma dulu pernah menolaknya menjadikan murid. Bahkan waktu itu Jaka Someh hampir celaka di keroyok oleh murid-murid Ki Jaya Kusuma. Jaka Someh tersenyum  mengingat saat-saat itu,  merasa lucu dengan apa yang pernah terjadi di masa lalu. Padahal dulu dia merasa susah dan sedih ketika gagal menjadi murid Ki Jaya Kusuma. Seakan-akan waktu itu dia merasa seolah-olah dunia tidak adil kepadanya. Nyaris dia berputus asa. Begitulah hidup, saat kita sudah berhasil melewati masa kesusahan, maka semuanya akan menjadi terasa manis. Jaka Someh tersadar dari lamunannya, dia pun langsung menjawab pertanyaan Ki Buyut Putih
“Alhamdulillah kenal kyai...beliau adalah pendekar yang sangat hebat...saya pernah ingin berguru kepadanya...tapi...”. Jaka Someh berhenti melanjutkan kata-katanya.
“Tapi kenapa kang someh...?”. Kata Dewi Sekar penasaran.
“Tapi tidak di terima nyai....he...he...”. Kata jaka Someh menerangkan.
“hah...jadi akang pernah di tolak belajar silat di perguruan maung karuhun...?” Tanya dewi sekar mengulangi.
“Iya, nyai...he...he..., mungkin itu sudah menjadi jalan akang dari Yang Maha Kuasa...Akang syukuri saja semuanya....”. Kata jaka Someh. Dewi Sekar menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aduuh...akang...ya sudah sekarang akang belajar silat saja di sini...kalau tidak ada yang mau mengajari biar saya yang jadi guru akang...” Kata Dewi Sekar.
“ah tidak mau nyai...masa istri akang jadi guru silat buat akang sendiri...nanti kualat...nanti akang tidak bisa ngapa-ngapain kamu...he...he...” Jaka Someh tertawa.
“ah kang someh ini bercanda terus...gak lucu...”. Dewi Sekar menjadi cemberut. Dia mencubit paha Jaka Someh.
“aduuhh...iya...iya...maaf...nyai...jangan marah...nanti cantiknya hilang lho...” Kata Jaka Someh yang masih berusaha untuk menggoda istrinya.
Ki Buyut Putih tertawa melihat kedua sejoli itu tampak mesra dan akur.
“Oh iya, eyang masih belum mendengar cerita nyai...koq bisa terluka oleh Nyi Sundel...ayo bercerita nyai...”. Tiba-tiba Ki Buyut Putih meminta Dewi Sekar untuk menceritakan pengalamannya. Dewi Sekar pun bercerita kepada Ki buyut Putih, mulai dia menerima titah gurunya untuk pulang, kemudian dia kalah bertarung dengan Nyi Sundel, sampai dia di tolong dan  akhirnya menikah dengan Jaka Someh atas inisiatif pamannya, yaitu Raden Karta sasmita yang merasa kagum dengan keahlian Jaka Someh dalam bidang pengobatan. Ki Buyut Putih mengangguk-anggukan kepalanya. Raden Arya Raja juga ikut menyimak cerita kakaknya.
“wah kang someh bisa ilmu pengobatan ya...kang...? hebatt...” Kata Arya Raja.
“Adik, Kang Someh sudah banyak menolong menyembuhkan orang lain yang sedang sakit...termasuk adik iparnya Mang karta...berkat kang Someh beliau bisa sembuh dari penyakit lumpuh...padahal beliau sudah sakit bertahun-tahun...dan sudah berobat ke berbagai tabib...”. Dewi Sekar menambahkan penjelasan kepada Arya raja.
“Ah...tidak sehebat itu adik, kebetulan saja akang pernah belajar sedikit ilmu pengobatan dari seorang tabib di kampung sukanegara...Alhamdulillah Gusti Allah mengabulkan doa akang...sehingga para pasien di beri kesembuhan...”. Kata Jaka someh merendah.
“Tapi itu keahlian yang jarang di miliki sembarang orang lho...Kang...”. Kata Arya Raja memuji Jaka Someh.
 Jaka someh hanya bisa tersenyum sambil mengucapkan rasa syukur karena di beri keahlian tersebut. “Alhamdulillah adik, semoga dengan keahlian akang yang belum seberapa ini masih bisa memberikan kemanfaatan untuk masyarakat banyak...”.
Arya Raja dan Ki Buyut Putih menganggukan kepala sambil tersenyum senang mendengar ucapan Jaka Someh. Mereka kembali melanjutkan obrolannya.
Raden Surya Atmaja yang sedang mengobrol dengan Raden Jaya Permana, beberapa kali berusaha menyimak isi obrolan Jaka Someh dengan Ki Buyut Putih dan kedua anaknya.  Tiba-tiba Raden Jaya Permana berkata kepada Surya Atmaja.
“Paman...tampaknya Paman sudah ikhlas menerima si Someh jadi menantu Paman...ya...?”
“eh...ya tidak atuh Raden...bagaimana bisa Paman ridho Putri paman menikah dengan lelaki biasa seperti si Someh...Paman bingung bagaimanan bisa putri paman senang dengan lelaki seperti itu...bukan pendekar...bukan ningrat....miskin pula...”. Kata Raden Surya Atmaja sambil mengungkapkan rasa herannya.
“ha...paling juga Nyi Dewi kena pelet...karena secara logika rasanya tidak mungkin...putri paman yang sangat cantik dan berwibawa... bisa senang dengan lelaki miskin yang tidak jelas asal-usulnya seperti si Someh...”. Kata Raden Jaya Permana.
“Iya mungkin juga Raden...sok atuh bantu Paman bagaimana caranya untuk memisahkan mereka...paman sungguh tidak sudi punya menantu seperti si Someh...”. Kata Raden Surya Atmaja.
Raden Jaya permana tertawa senang mendengar ucapan Raden Surya Atmaja yang tidak senang kepada Jaka Someh.
“Ha...ha...tenang Paman...pokoknya beres...saya siap untuk membantu mewujudkan keinginan Paman itu....nanti saya akan cari cara....”.
Malam itu Jaka someh tidur di pondok yang di tempati oleh  Arya Raja, sedangkan Dewi Sekar tidur di  ruangan yang di tempati oleh Nyi Ageung Cintanagara.
Raden Arya Raja merasa heran melihat Jaka Someh sudah bangun pada tengah malam dan pergi keluar. Karena penasaran dia menguntit Jaka Someh secara diam-diam. Ternyata jaka someh pergi ke mushola untuk melaksanakan ibadah sholat tahajud. Setelah sholat, jaka Someh membaca ayat-ayat alquran. Bacaannya terdengar syahdu dan tartil. Arya raja merasa bergetar mendengar suara bacaan quran yang dilantunkan oleh Jaka Someh. Dia bergumam dalam hatinya
“Ternyata Kang Someh seorang lelaki yang taat dalam beribadah...pantas saja wajahnya terlihat begitu menenangkan...bacaannya juga terdengar syahdu dan mententramkan jiwa...mungkin karena inilah si teteh bisa berubah menjadi wanita yang alim dan berwibawa...padahal dulu si teteh  begitu angkuh dan keras kepala...Alhamdulillah...”.
Setelah sekian lama memperhatikan jaka Someh secara diam-diam, Arya Raja pun kembali masuk ke dalam pondoknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...