Rabu, 04 April 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 46. Ki Buyut Putih




Saat matahari pagi sudah mulai terasa hangat menerpa kulit, Jaka Someh bersama Dewi Sekar berangkat ke lokasi yang di duga sebagai Padepokan.
Meskipun sudah berada di depan padepokan, Jaka Someh dan Dewi Sekar tidak langsung masuk ke dalamnya. Mereka ingin memastikan bahwa tempat tersebut adalah benar-benar Padepokan Ki Buyut Putih. Setelah yakin bahwa tempat tersebut adalah tempat yang mereka cari, mereka pun keluar dari persembunyian dan langsung mendatangi pos penjagaan.
Pos tersebut sedang di jaga oleh dua orang murid Ki Buyut Putih. Jaka Someh memberi salam kepada keduanya
“Permisi, akang-akang...mohon maaf, apakah benar ini adalah padepokan dari guru besar Ki Buyut Putih...?”
Kedua penjaga tersebut terlihat kaget melihat kedatangan Jaka Someh dan Dewi Sekar yang terkesan tiba-tiba. Mereka terdiam dan mengamati kedua tamunya secara seksama, lalu bertanya kepada Jaka Someh dan Dewi Sekar
“Heh...kalian ini siapa? Kenapa bisa tiba-tiba ada di sini...?”
Mendengar pertanyaan kedua penjaga tersebut, Dewi Sekar langsung menjawab
“Saya Dewi Sekar Harum, putri Raden Surya Atmaja dari perguruan Karuhun Pusaka, saya sedang mencari keluarga saya, menurut informasi yang saya dengar, Rama saya sedang berada di sini. Maaf Akang, apakah informasi tersebut benar, bahwa Rama saya ada di sini...?
Kedua penjaga yang bernama Jaman dan Sarmadi terkejut mendengar jawaban Dewi Sekar. Sesaat mereka terkesima dan terdiam. Mereka juga merasa takjub ketika melihat Dewi Sekar secara seksama. Cantik dan berwibawa. Karena grogi, mereka menjawabnya dengan suara terbata
“Ii...yy...aa...iya, nya...nya...Nyai...benar...”
Dewi Sekar merasa lega setelah mendengar jawaban dari Ki Jaman dan Sarmadi tersebut. Dengan sopan Dewi Sekar meminta kepada kedua penjaga tersebut untuk menemui Ramanya
“Akang-akang mohon maaf...tolong sampaikan pesan ke Rama Saya, Raden Surya Atmaja, sampaikan bahwa Dewi Sekar sudah ada di sini...”
Sarmadi dan Ki Jaman mengiyakan permintaan Dewi Sekar
“Baik, Nyai. Saya akan segera sampaikan pesan Nyai…tunggu…saya akan berangkat ke ruangan Raden Surya Atmadja”.
Tanpa membuang waktu lagi Sarmadi langsung pergi ke sebuah bangunan yang berada di dalam. Setelah sampai di depan pintu, dia mengucapkan Salam dan memanggil Nama Raden Suryaatmaja
“Sampurasun, permisi...Juragan Surya Atmaja...! Raden...”
Setelah beberapa kali mengucapkan Salam dan memanggil Nama Raden Surya atmaja, Raden Surya Atmaja pun keluar dari bangunan tersebut
“Ya...ada apa Ki Sarmad, pagi-pagi sudah memanggil saya...?”
Sarmadi menjelaskan tujuannya kepada Raden Surya atmaja
“Anu, juragan...maap lancang kalau mengganggu juragan pendekar. Di Pos jaga ada yang mengaku sebagai putrinya juragan, namanya Nyi Mas Dewi Sekar...”
Raden Surya Atmaja terkejut mendengar kabar tersebut. Antara percaya dan tidak, hatinya langsung melonjak girang. Selama ini dia begitu khawatir karena belum ada kabar tentang putri kesayangannya itu. Padahal gurunya Dewi Sekar sendiri sudah sempat datang ke padepokan Ki Buyut, Dewi Sekar justru tidak ada kabar berita apapun. Seakan-akan menghilang di telan bumi. Raden Surya Atmaja yang antusias, tanpa sadar berteriak keras kepada Sarmadi. Dia berteriak karena merasa girang dan bahagia
“Hah...yang benar Sarmad, sekarang dimana atuh anak saya teh ?”
Sarmadi segera mengantar Raden surya Atmaja ke Pos Penjagaan.  Di Sana, Raden Surya Atmaja melihat putrinya sedang mengobrol dengan seorang pemuda yang berpenampilan lusuh. Raden Surya Atmaja tak kuasa untuk menahan rasa bahagia setelah melihat putri kesayangannya ada di tempat itu.
Nyai...! Geulis...Nyai...Beneran ini teh kamu...aduh Alhamdulillah Gusti...kamu teh selamat... kemana saja atuh nyai teh selama ini? Rama benar-benar khawatir...”
Dewi Sekar terharu dan  bahagia  karena bisa melihat ayahnya dalam keadaan sehat wal afiat. Dia pun langsung memeluk nya sambil menangis karena haru bercampur bahagia. Betapa senangnya dia dapat kembali berkumpul bersama ayahnya. 
Alhamdulillah Rama, saya baik dan selamat. Saya sempat mengalami musibah, Rama. Saya terluka parah setelah bertarung melawan Nyi Sundel, anak buah ki Jabrik. Tapi Untung saya masih selamat, setelah di obati dan dirawat oleh Kang Someh....
 Alhamdulillah atuh...yang penting mah kamu teh selamat...Rama teh tidak pernah lepas memikirkan keadaan kamu...koq bisa menghilang begitu saja. Guru mu, Nini gunting, sudah datang ke padepokan ini, tapi karena khawatir dengan keadaan kamu yang tidak di ketahui kabarnya, beliau pun segera  turun gunung kembali,  untuk mencari kamu...anaking...
Dewi Sekar merasa tidak enak  karena telah menyusahkan gurunya sendiri. Namun dia tidak mampu berkata apa-apa, kecuali hanya diam seribu bahasa. Tidak lama kemudian datanglah adiknya, Raden Arya Rajah dengan diikuti oleh dua pendekar muda lainnya, yaitu Raden Jaya Permana dan Jaka Sampurna.
Raden Arya Rajah mencium tangan Dewi Sekar
“Teteh, bagaimana kabar? Kemana saja selama ini? Saya sampai kangen...”
Dewi Sekar tersenyum melihat adiknya yang nampak sehat. Setelah itu, Raden Jaya Pernana dan Jaka Sampurna mendekat kepada Dewi Sekar. Mereka tersenyum hangat. Keduanya nampak gagah dan berwajah tampan. Sama-sama keturunan ningrat. Melihat Dewi Sekar yang cantik, mereka berbalapan untuk menyalami Dewi Sekar. Dewi Sekar membalasnya dengan diiringi senyum manis yang menggetarkan hati. Membuat Raden Jaya Permana menjadi semakin terpesona. Dengan penuh rasa percaya diri, dia memperkenalkan dirinya sambil berusaha menebarkan senyum pesona
“Bagaimana kabar Nyai? Perkenalkan nama akang Raden Jaya Permana putra Raden Kusumaningrat, Pangeran kerajaan Galuh, akang adalah salah satu murid senior dari Kyai Sepuh Anom....”
Dewi Sekar membalas salam Jaya Permana dengan  senyuman yang hangat. Dengan wajah yang ramah dia berkata kepada Raden Jaya Permana 
“Saya Dewi Sekar Harum, putri Raden Surya atmaja, Pangeran...”.
Jaya Permana merasa senang hatinya karena mendapat respon menyenangkan dari Dewi Sekar. Dia berkata kepada Dewi Sekar
Nyainyai... jangan panggil akang dengan sebutan Pangeran atuh, panggil saja kang Jaya permana, begitu...kan lebih enak terdengarnya...”
Melihat keakraban Raden Jaya Permana dengan putrinya, Raden Surya Atmaja merasa senang dan bangga. Sebaliknya dengan Jaka Someh, hatinya merasa sedih karena melihat istrinya akrab dengan lelaki lain. Hatinya di bakar api  cemburu.  
Dalam hati dia berkata 
“Wah saya teh minder melihat mereka...mereka gagah dan tampan. Aduh itu lagi...Nyi Sekar koq kelihatan  serasi betul dengan si pangeran ganteng itu... Nyi Sekar sangat ayu, cantik jelita, si Pangeran  itu juga terlihat sangat gagah dan tampan, bahkan keduanya sama-sama ningrat. Waduh saya bener-bener merasa cemburu, melihat keduanya akrab seperti itu...duh...dasar cemburu buta... Sadar...sadar, Someh, kamu teh harus berbaik sangka atuh sama istri kamu sendiri...
Tak lama kemudian tempat itu pun sudah banyak didatangi oleh para pendekar dan murid-murid Ki Buyut Putih untuk menyambut kedatangan Dewi Sekar, putri Raden surya atmaja yang terkenal cantik. Diantara mereka ada Nyi Ageung Cintanagara, salah satu istri dari ningrat kerajaan galuh.
Mereka berkumpul di halaman padepokan Ki Buyut putih, menyambut kedatangan Dewi Sekar. Mereka bersuka cita, menyalami dan berbincang dengan Dewi Sekar. Begitu asyiknya mereka tanpa menghiraukan keberadaan Jaka Someh yang sedang berdiri mematung. Jaka Someh kemudian pergi menjauh dari mereka, dia duduk di sebuah bangku kayu, di bawah pohon asam, yang jaraknya sekitar 10 meteran dari pos penjagaan. Jaka Someh bergumam sendirian untuk menghibur hatinya yang merasa sedih.
“Duh saya di cuekin, he...he...Dewi Sekar juga lupa sama suaminya sendiri... he...he...
 Hatinya merasa sedih melihat istrinya seakan-akan sudah lupa dengan dirinya. Walaupun begitu, dia tetap merasa bersyukur karena sudah berhasil mengantar Dewi Sekar menemui keluarganya dalam keadaan selamat, sehat wal afiat tanpa kurang apapun juga.
Ketika Raden Surya Atmaja, Arya Rajah, Jaya permana dan yang lainnya sedang bersuka ria dengan kedatangan Dewi Sekar, Ki Buyut Putih keluar dari kamarnya dengan di kawal oleh beberapa murid seniornya. Ki Buyut Putih langsung menyalami Dewi Sekar. Dewi Sekar pun  mencium tangan Ki Buyut Putih yang sudah kelihatan sepuh. Dewi Sekar berbasa-basi dengan menanyakan kabar Ki Buyut Putih
 “Bagaimana kabar eyang guru...?”
Ki Buyut Putih membalasnya dengan senyum yang ramah, sambil berkata
“Alhamdulillah geulis, eyang teh masih di beri kesehatan oleh Yang Maha Kuasa”.
Tiba-tiba ki Buyut putih melihat ke arah jaka Someh yang sedang duduk menyendiri, dia pun bertanya kepada Dewi Sekar
Nyai, geulis, itu teh siapa yang sedang duduk disana?”
Dewi Sekar baru sadar akan keberadaan jaka Someh, suaminya sendiri. Dia heran kenapa dia bisa melupakan Jaka someh yang baru resmi menjadi suaminya. Dewi Sekar kemudian menjawab pertanyaan Ki Buyut Putih
Astagfirulloh saya koq bisa lupa dengan suami saya sendiri...maaf eyang, itu teh kang Someh, suami saya...”
Ki Buyut putih memandang ke arah jaka Someh, dia tersenyum dan memanggil Jaka Someh 
eleh-eleh suami nyai ya...? Ujang...kasep...kesini, jangan menyendiri begitu atuh...Ayo kesini, kumpul bersama yang lain”.
Raden Surya Atmaja dan yang lainnya merasa sangat terkejut mendengar Dewi Sekar menyebutkan jaka Someh sebagai suaminya kepada Ki Buyut Putih.
Raden Surya Atmaja langsung bertanya kepada putrinya
“Nyai...kamu teh jangan main-main...bagaimana bisa kamu menikah dengan lelaki itu...tanpa seizin dan sepengetahuan Rama-mu sendiri....”.
 Raden Surya Atnaja berkata dengan nada yang cukup tinggi.
“Maaf Rama...saya benar-benar minta maaf...ceritanya sangat panjang, Rama...Mang Karta yang telah menikahkan kami berdua...”
Dewi Sekar mencoba menenangkan ayahnya.
“ya tidak bisa begitu atuh...nyai...berani sekali si Karta melangkahi kakaknya sendiri...berani-beraninya dia menikahkan kamu tanpa seizin Rama...memang benar dia adik rama...tapi ya tidak begitu juga caranya...”.
Raden karta merasa marah kepada adiknya yang telah berani menikahkan Dewi Sekar dengan jaka someh.
Hadirin yang ada di sana pun ikut menjadi tegang. Ki Buyut Putih pun mencoba menenangkan Raden Surya Atmaja, agar mereda emosinya.
“Sudah...sudah...Raden...tidak baik...marah-marah seperti itu...malu di lihat orang banyak..yang sudah terjadi ya sudah...Raden Karta melakukan itu teh pasti ada alasannya...lagi pula Nyi Sekar nampak bahagia bersuamikan Jang Someh...bagaimana nyai apakah betul kamu merasa bahagia...?”.
Ki Buyut Putih mencoba menenangkan Raden Surya Atmaja yang terlihat emosi. Dia mencoba menengahi permasalahan itu.
Raden Arya Raja juga ikut  menenangkan ayahnya yang nampak masih emosi.
“Iya Rama...saya yakin si teteh pasti tidak sembarangan di dalam urusan sepenting ini....saya sangat mengenal pribadinya...pastinya Rama sendiri jauh lebih mengenal pribadi si teteh di banding yang lain...”
Raden Surya Atmaja pun menghela nafas.

“Iya...eyang...Rama...adik...saya tulus menyayangi kang Someh...saya menikah dengan Kang Someh  tanpa ada paksaan dari siapa pun juga ... semuanya sudah saya pertimbangkan secara masak-masak...”. Kata Dewi Sekar.
Raden Surya Atmaja menganggukan kepala, dia meminta maaf kepada Dewi Sekar
“Iya nyai...Rama minta maaf...ya sudahlah... walau Rama tidak setuju...tapi karena kamu sudah memutuskan demikian...Rama sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi...semuanya terserah kamu yang menjalani...tapi di sini kamu tidak boleh tinggal satu atap dengannya...dia harus tidur di ruangan lain...yang terpisah dengan kamu...”.
Dewi Sekar merasa bahagia mendengar ucapan ayahnya. Dia tahu bahwa ayahnya masih merasa tidak ikhlas menerima Jaka Someh sebagai menantu. Namun yang penting untuk saat ini, ayahnya sudah bisa menerima keputusannya menikah dengan Jaka Someh. 
“Iya, Rama. Biar Kang Someh tidur bersama adik Arya Raja...., tidak apa-apa kan adik...?”
Dewi Sekar meminta izin adiknya agar Jaka Someh tidur bersamanya.
“Iya...teteh...tidak apa-apa..saya justru senang...”
Jawab Arya Raja menenangkan kakaknya. Raden Surya Atmaja yang melihat kedua anaknya membela Jaka Someh, hanya bisa terdiam pasrah.
Ki Buyut Putih merasa senang melihat Raden Surya Atmaja sudah menurun emosinya. Kemudian dia berpaling kepada Jaka Someh dan berkata
“Eh sini Jang Someh...ayo sekarang kamu salami mertuamu..kami mohon maaf atas kejadian ini....mohon jangan dimasukan ke dalam hati...”
Jaka Someh yang mendengar ucapan Ki Buyut Putih yang penuh ketulusan. Ada perasaan hormat kepada ki Buyut Putih yang berkarisma. Dia berkata kepada Ki Buyut putih
“Iya Kyai, Saya yang justru mohon maaf karena telah menyebabkan sedikit ketegangan di sini...”.
 Ki Buyut putih tersenyum mendengar perkataan Jaka Someh yang merendah.
Jaka Someh kemudian menyalami Raden Surya Atmaja, sambil mencium tangannya. Raden Surya Atmaja menerimanya meskipun dengan perasaan yang terpaksa. Jaka someh juga menyalami Ki Buyut Putih, Raden Arya Raja dan yang lainnya.  Suasana pun kembali menjadi cair.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...