Selasa, 03 April 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 40. Semangat Kehidupan



Ketika malam telah larut, para warga  sudah terlena dalam mimpinya. Tinggal Sugandi yang terpasung dalam tiang kayu yang berada di tengah kampung Dadap Kulon. Meskipun tubuhnya lelah namun dia tidak dapat memejamkan matanya. Angin malam pun menghembus ke seluruh jiwa raganya. Dinginnya malam telah menusuk sampai ke tulang-tulangnya. Malam telah benar-benar sepi, tiba-tiba ada sekelebat bayangan yang mendekati ke tempat terpasungnya Sugandi. Pelan-pelan, bayangan itu berjalan, mengendap-endap dengan penuh kehati-hatian. Ketika bayangan tersebut sudah berada tepat dibelakang Sugandi, dia membisikan sesuatu kepada Sugandi
“Gandi...Gandi...bangun...euy..Ssst...”.
Sugandi terkejut ada suara di belakang punggungnya, dia pun menoleh ke arah suara tersebut. Betapa terkejutnya Sugandi ketika melihat sosok orang yang berada di belakangnya tersebut 
“Akang...kang madani? “.
Ternyata sosok bayangan tadi adalah Madani yang merasa iba dengan nasib Sugandi. Madani berkata kepada Sugandi
“Ssst..sstt...gandi, tenang...saya akan melepaskan kamu...”.
Sugandi pun merasa terharu melihat kebaikan Madani yang bersedia mempertaruhkan nyawa untuk menolong dirinya
“Akang...terima kasih...”.
Hanya itulah kata-kata yang bisa di ucapkan Sugandi. Setelah Madani melepaskan tali yang mengikat sugandi, Sugandi pun langsung terduduk jatuh ke tanah, tubuhnya sudah begitu lunglay tak bertenaga. Madani pun segera memeganginya dengan kedua tangannya, lalu dia berkata pelan kepada Sugandi
“kamu teh cepat lari...jangan sampai ada warga yang tahu...nanti sembunyilah di hutan...ini akang bawakan bekal makanan buat kamu...”.
Sugandi tidak bisa berkata apa-apa kepada Madani, hanya matanya saja yang berkaca-kaca, merasa terharu karena masih ada yang peduli kepadanya selain neneknya. Setelah mengucapkan terima kasih, Sugandi pun akhirnya lari ke arah hutan, sedangkan Madani langsung pulang kembali ke rumahnya dengan cara mengendap-endap, khawatir ada orang yang memergokinya.
Keesokan paginya warga kampung menjadi geger karena Sugandi telah menghilang dari tiang pasungannya. Pak Sunardi, ayahnya nya Suraji yang mati di tangan Sugandi, adalah orang yang paling marah dengan menghilangnya Sugandi, dia pun berkata dengan lantang kepada para warga yang saat itu sedang berkerumun
“Bapak-bapak, Si Gandi teh pasti ada yang melepaskan, tidak mungkin dia bisa lepas sendiri...tapi saya yakin dia pasti masih berada di kampung dadap ini...lebih baik kita segera mencarinya...sebelum dia berhasil pergi jauh”.
Pak Kepala Kampung yang mendengar ucapan pak Sunardi pun mengatakan hal yang serupa dengan pak Sunardi
“iya...saya juga yakin seperti pak Sunardi, pastinya dia belum jauh dari kampung dadap ini, paling-paling dia bersembunyi di hutan, mungkin sebaiknya kita cari ke hutan saja “.
Para warga pun segera pergi mencari Sugandi, mereka berusaha melacak jejak Sugandi. Setelah sekian lama mereka mencari, akhirnya ada beberapa warga yang menemukan jejak Sugandi menuju arah hutan. Mereka kemudian berbondong-bondong pergi mencari Sugandi ke arah hutan. Setelah sampai di hutan, mereka segera mengobrak-abrik isi hutan untuk mencari Sugandi. Sugandi yang panik dengan kedatangan warga kampung yang mencarinya sampai ke dalam hutan langsung lari dari persembunyiannya. Salah satu  warga ada yang melihat Sugandi sedang melarikan diri. Warga itu pun langsung berteriak-teriak memanggil warga yang lainnya 
“Hey, itu Sugandi...ayo bapak-bapak...Sugandi lari ke arah sana...”.
Mereka pun mengejar Sugandi yang lari sampai ke ujung lembah yang berada di dalam hutan. Sugandi bingung karena tidak tahu lagi kemana dia harus pergi, dia benar-benar telah terjebak di sebuah pinggiran jurang yang nampak begitu terjal. Sugandi bingung bukan kepalang, karena pelariannya terhalang oleh sebuah jurang tersebut. Para warga pun segera menyorakinya, mereka berteriak-teriak untuk memaki Sugandi
“hayo...bangsat kamu dasar bocah pembawa sial..kamu mau lari kemana lagi...menyerah saja kamu...”.
Karena panik dengan cacian para warga, Sugandi pun akhirnya memilih untuk melompat ke jurang tersebut daripada harus di tangkap oleh warga yang marah kepadanya. Dia tidak sudi kalau harus mati di tangan para warga. Para warga begitu terkejut melihat aksi nekat Sugandi yang melompat ke lembah jurang tersebut, mereka hanya bisa menyaksikan peristiwa tersebut, tanpa ada yag bisa mencegahnya. Pak kepala kampung yang juga turut menyaksikan peristiwa itu pun berkata kepada warganya
“Bapak-bapak, ternyata Sugandi lebih memilih mati di dasar jurang...sekarang lebih baik kita pulang saja ke rumah masing-masing, saya yakin Sugandi telah tewas di dasar jurang”.
Para warga menganggap bahwa Sugandi telah tewas, mereka pun akhirnya membubarkan diri dan kembali kerumah masing-masing. Mendengar berita bahwa Sugandi telah tewas karena jatuh ke dalam jurang membuat hati madani sedih. Dia tahu bahwa Sugandi sebenarnya adalah korban dari peristiwa ini. Madani begitu menyesali akan nasib Sugandi yang begitu buruk. Bagi Madani, Sugandi adalah korban dari buruknya moral masyarakat terutama ibu kandung dari sugandi itu sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...