Setelah di uji oleh Eyang Jaya Perkasa, Sugandi akhirnya di angkat menjadi murid. Dia diajarkan berbagai ilmu kesaktian dan ilmu kanuragan yang dimiliki oleh eyang Jaya Perkasa. Setiap selesai menerima pelajaran, Sugandi pulang ke pondoknya dan berlatih dengan giat di halam pondoknya. Begitulah kegiatan Sugandi setiap hari.
Tanpa terasa sudah 19 tahun berguru kepada eyang Jaya Perkasa, usianya Sugandi sekarang 31 tahun.
Di bawah bimbingan Eyang Jaya Perkasa, Sugandi kemudian menjelma menjadi seorang pendekar yang pilih tanding. Dia menguasai berbagai ilmu kanuragan yang di miliki Eyang Jaya Perkasa.
Suatu saat ketika Sugandi sedang menghadap
Eyang Jaya Perkasa, gurunya tiba-tiba bekata kepadanya
“Ujang...Murid eyang...sekarang kamu
sudah menerima semua ilmu eyang...eyang berharap dengan ilmu tersebut kamu bisa
menaklukan dunia persilatan di tatar Pasundan ini...Balaslah orang-orang yang dulu
menyakiti kamu...Mulai saat ini eyang menitahkan kamu untuk pergi melanglang
buana...menjadi
penguasa persilatan...”.
Sugandi cukup terperanjat mendengar perkataan gurunya tersebut. Sebenarnya dia sudah merasa betah dapat hidup bersama Eyang Jaya Perkasa di lembah itu, meskipun jauh dari keramaian manusia. Namun
dia tidak kuasa untuk menolak keinginan gurunya. Setelah
terdiam beberapa saat, Sugandin menjawab permintaan gurunya tersebut
“Baikah eyang, tapi jujur sebenarnya
saya berat kalau harus meninggalkan eyang di sini...sendirian...”.
Eyang Jaya Perkasa pun tertawa mendengar
ucapan dari Sugandi
“ha...ha...eyang sudah senang, kamu
telah menguasai semua ilmu eyang, pergunakanlah ilmu tersebut untuk menaklukan
semua perguruan silat, tundukanlah
mereka supaya mau
bertekuk lutut dalam kekuasaanmu...”.
Sugandi kemudian berlutut memberi hormat
kepada
eyang Jaya Perkasa
“baiklah eyang...terima kasih atas
semua pengajaran eyang...”.
Setelah mengobrol dengan eyang Jaya
Perkasa, Sugandi kemudiana berpamitan untuk pergi dari hadapan gurunya. Setelah keluar dari gua, Sugandi
menuju pondoknya untuk mempersiapkan kepergiannya dari lembah hutan dadap kulon.
Setelah beristirahat semalaman, Sugandi pun pergi meninggalkan lembah itu untuk melaksanakan titah gurunya, menaklukan
dunia persilatan.
Dengan gerakan gesit dan cepat, dia melesat meninggalkan lembah itu,
melompat-lompat dia atas ranting-ranting pepohonan yang ada di dinding lembah.
Hanya beberapa saat saja dia sudah berada di atas lembah, di dalam hutan lebat
yang berada di wilayah kampung Dadap Kulon. Setelah itu, Sugandi pun pergi
menuju ke arah perkampungan dadap Kulon.
Ketika berada di tengah perkampungan,
banyak warga yang heran melihat sosok Sugandi yang nampak asing, rambutnya
begitu gondrong seperti tak pernah di sisir, pakaiannya pun nampak aneh, karena
terbuat dari kulit serigala yang berwarna abu-abu dengan kombinasi kulit
harimau dan ular sanca. Ketika sampai di pasar, orang-orang yang sedang
berkerumun pun langsung menjauh dari Sugandi. Mereka merasa tidak nyaman
melihat penampilan Sugandi yang nampak aneh. Mereka pun saling berbisik-bisik
membicarakan penampilan Sugandi tersebut. Sugandi sendiri masih terus berjalan,
sambil mengamati keadaan orang-orang yang di pasar tersebut. Inilah pertama
kalinya dia berada di tengah masyarakat lagi, setelah 20 tahunan berada di
tempat yang jauh dari keramaian manusia. Ketika dia sedang asyik berjalan dengan
santainya, tiba-tiba saja ada segerombolan lelaki sekitar 5 orang yang
mencegatnya. Rupanya mereka adalah sekelompok para jawara yang menjadi preman
di pasar itu. Pemimpin mereka yang bernama ki Badrun berkata kasar kepada
Sugandi
“hey Jabrik, kamu siapa...dan mau
kemana...heh...apakah kamu mau bikin onar di kampung ini...?”.
Sugandi di bentak oleh ki Badrun,
hanya terdiam dan melihat wajah ki Badrun dengan dingin. Sikap Sugandi yang
terkesan meremehkan, membuat Ki badrun dan anak buahnya menjadi bertambah emosi
“hey bangsat...kurang ajar
kamu...apakah kamu tidak tahu dengan saya...saya Ki badrun Jawara kampung dadap
Kulon...murid senior dari perguruan golok setan yang di takuti di dunia
persilatan...hah...”.
Mendengar perkataan ki badrun yang
nampak menyombongkan diri, Sugandi masih tetap diam dan bersikap cuek, lalu dia
pun pergi meninggalkan Ki Badrun dan anak buahnya tanpa berkata sepatah kata
pun. Merasa diremehkan oleh Sugandi, Ki Badrun dan anak buahnya langsung
mencabut golok mereka dan langsung menyerang Sugandi
“bangsat kamu Jabrik, mau mati
rupanya kamu...ini rasakan golok setan...”.
Para warga yang melihat keributan
tersebut langsung menjauh dari tempat itu. Mereka khawatir terkena imbas dari
kemarahan ki Badrun dan anak buahnya. Meskipun dirinya sudah di ancam seperti
itu oleh Ki Badrun dan anak buahnya, Sugandi tidak bergeming, dia tetap pergi
melangkah menjauhi Ki badrun dan anak buahnya tanpa menunjukan rasa takut
sedikitpun juga. Melihat musuhnya nampak
cuek, Ki Badrun merasa heran sekaligus marah, dia pun segera memerintahkan anak
buahnya untuk membunuh sugandi
“ayo, kita bunuh saja si Jabrik jelek dan bau
ini...dasar orang tidak waras”.
Mereka pun langsung membacokan golok
mereka secara bersamaan ke tubuh Sugandi. Prak, suara benturan keras pun
terdengar, para warga kaget melihat Sugandi yang nampak baik-baik saja saja
meskipun telah di bacok oleh Ki Badun dan anak buahnya, bahkan golok Ki Badrun
dan anak buahnya pun saling berjatuhan ke tanah. Ki Badrun kaget bukan
kepalang, tangannya terasa kesemutan. Belum habis rasa herannya terhadap
Sugandi, tiba-tiba saja, Sugandi langsung menampar kepala dari beberapa anak
buah Ki Badrun. Sungguh aneh, meskipun hanya dengan tamparan yang nampak biasa
saja, mereka pun langsung mati secara mengerikan dengan kepala terbalik ke arah
belakang. Tinggal Ki Badrun sendirian yang masih tercengang melihat kesaktian
dari Sugandi yang nampak mengerikan, dia pun langsung terbata-bata sambil
meminta ampun
“aa...mmpunn...ki...ampuni saya Ki
Jabrik...”.
Belum selesai dia meminta ampun,
tangan kanan Sugandi sudah mencengkram leher Ki badrun. Ki Badrun pun langsung
menjerit sesaat sebelum ajalnya tiba, kemudian Ki Badrun pun tewas dalam
keadaan yang lebih tragis lagi di
bandingkan anak buahnya. Dia mati dalam keadaan lehernya yang hitam dan gosong,
dan seluruh kulitnya pun nampak kering agak menghitam seperti kehabisan cairan
dalam tubuhnya. Para warga yang melihat kejadian mengerikan itu pun langsung
panik dan berlarian, kabur dari tempat itu agar tehindar dari kemarahan
Sugandi. Sugandi pun pergi dengan
santainya tanpa memperdulikan kepanikan warga yang takut terhadapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar