Selasa, 03 April 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 42. Pendekar Pilih Tanding



Setelah di uji oleh Eyang Jaya Perkasa, Sugandi akhirnya di angkat menjadi murid. Dia diajarkan berbagai ilmu kesaktian dan ilmu kanuragan yang dimiliki oleh eyang Jaya Perkasa. Setiap selesai menerima pelajaran, Sugandi pulang ke pondoknya dan berlatih dengan giat di halam pondoknya. Begitulah kegiatan Sugandi setiap hari.
Tanpa terasa  sudah 19 tahun berguru kepada eyang Jaya Perkasa, usianya  Sugandi sekarang 31 tahun
Di bawah bimbingan Eyang Jaya Perkasa, Sugandi kemudian menjelma menjadi seorang pendekar yang pilih tanding. Dia menguasai berbagai ilmu kanuragan yang di miliki Eyang Jaya Perkasa.
Suatu saat ketika Sugandi sedang menghadap Eyang Jaya Perkasa,  gurunya tiba-tiba bekata kepadanya
“Ujang...Murid eyang...sekarang kamu sudah menerima semua ilmu eyang...eyang berharap dengan ilmu tersebut kamu bisa menaklukan dunia persilatan di tatar Pasundan ini...Balaslah orang-orang yang dulu menyakiti kamu...Mulai saat ini eyang menitahkan kamu untuk pergi melanglang buana...menjadi penguasa persilatan...”.
Sugandi cukup terperanjat mendengar perkataan gurunya tersebut. Sebenarnya dia sudah merasa betah dapat hidup bersama Eyang Jaya Perkasa di lembah itu, meskipun jauh dari keramaian manusia. Namun dia tidak kuasa untuk menolak keinginan gurunya. Setelah terdiam beberapa saat, Sugandin menjawab permintaan  gurunya tersebut
“Baikah eyang, tapi jujur sebenarnya saya berat kalau harus meninggalkan eyang di sini...sendirian...”.
 Eyang Jaya Perkasa pun tertawa mendengar ucapan dari Sugandi
“ha...ha...eyang sudah senang, kamu telah menguasai semua ilmu eyang, pergunakanlah ilmu tersebut untuk menaklukan semua perguruan silat, tundukanlah  mereka supaya mau bertekuk lutut dalam kekuasaanmu...”.
Sugandi kemudian berlutut memberi hormat kepada eyang Jaya Perkasa
“baiklah eyang...terima kasih atas semua pengajaran eyang...”.
Setelah mengobrol dengan eyang Jaya Perkasa, Sugandi kemudiana berpamitan untuk pergi dari hadapan gurunya. Setelah keluar dari gua, Sugandi menuju pondoknya untuk mempersiapkan kepergiannya dari lembah hutan dadap kulon. Setelah beristirahat semalaman, Sugandi pun pergi meninggalkan lembah itu untuk melaksanakan titah gurunya, menaklukan dunia persilatan. Dengan gerakan gesit dan cepat, dia melesat meninggalkan lembah itu, melompat-lompat dia atas ranting-ranting pepohonan yang ada di dinding lembah. Hanya beberapa saat saja dia sudah berada di atas lembah, di dalam hutan lebat yang berada di wilayah kampung Dadap Kulon. Setelah itu, Sugandi pun pergi menuju ke arah perkampungan dadap Kulon. 
Ketika berada di tengah perkampungan, banyak warga yang heran melihat sosok Sugandi yang nampak asing, rambutnya begitu gondrong seperti tak pernah di sisir, pakaiannya pun nampak aneh, karena terbuat dari kulit serigala yang berwarna abu-abu dengan kombinasi kulit harimau dan ular sanca. Ketika sampai di pasar, orang-orang yang sedang berkerumun pun langsung menjauh dari Sugandi. Mereka merasa tidak nyaman melihat penampilan Sugandi yang nampak aneh. Mereka pun saling berbisik-bisik membicarakan penampilan Sugandi tersebut. Sugandi sendiri masih terus berjalan, sambil mengamati keadaan orang-orang yang di pasar tersebut. Inilah pertama kalinya dia berada di tengah masyarakat lagi, setelah 20 tahunan berada di tempat yang jauh dari keramaian manusia. Ketika dia sedang asyik berjalan dengan santainya, tiba-tiba saja ada segerombolan lelaki sekitar 5 orang yang mencegatnya. Rupanya mereka adalah sekelompok para jawara yang menjadi preman di pasar itu. Pemimpin mereka yang bernama ki Badrun berkata kasar kepada Sugandi
“hey Jabrik, kamu siapa...dan mau kemana...heh...apakah kamu mau bikin onar di kampung ini...?”.
Sugandi di bentak oleh ki Badrun, hanya terdiam dan melihat wajah ki Badrun dengan dingin. Sikap Sugandi yang terkesan meremehkan, membuat Ki badrun dan anak buahnya menjadi bertambah emosi
“hey bangsat...kurang ajar kamu...apakah kamu tidak tahu dengan saya...saya Ki badrun Jawara kampung dadap Kulon...murid senior dari perguruan golok setan yang di takuti di dunia persilatan...hah...”.
Mendengar perkataan ki badrun yang nampak menyombongkan diri, Sugandi masih tetap diam dan bersikap cuek, lalu dia pun pergi meninggalkan Ki Badrun dan anak buahnya tanpa berkata sepatah kata pun. Merasa diremehkan oleh Sugandi, Ki Badrun dan anak buahnya langsung mencabut golok mereka dan langsung menyerang Sugandi
“bangsat kamu Jabrik, mau mati rupanya kamu...ini rasakan golok setan...”.
Para warga yang melihat keributan tersebut langsung menjauh dari tempat itu. Mereka khawatir terkena imbas dari kemarahan ki Badrun dan anak buahnya. Meskipun dirinya sudah di ancam seperti itu oleh Ki Badrun dan anak buahnya, Sugandi tidak bergeming, dia tetap pergi melangkah menjauhi Ki badrun dan anak buahnya tanpa menunjukan rasa takut sedikitpun juga.  Melihat musuhnya nampak cuek, Ki Badrun merasa heran sekaligus marah, dia pun segera memerintahkan anak buahnya untuk membunuh sugandi
“ayo,  kita bunuh saja si Jabrik jelek dan bau ini...dasar orang tidak waras”.
Mereka pun langsung membacokan golok mereka secara bersamaan ke tubuh Sugandi. Prak, suara benturan keras pun terdengar, para warga kaget melihat Sugandi yang nampak baik-baik saja saja meskipun telah di bacok oleh Ki Badun dan anak buahnya, bahkan golok Ki Badrun dan anak buahnya pun saling berjatuhan ke tanah. Ki Badrun kaget bukan kepalang, tangannya terasa kesemutan. Belum habis rasa herannya terhadap Sugandi, tiba-tiba saja, Sugandi langsung menampar kepala dari beberapa anak buah Ki Badrun. Sungguh aneh, meskipun hanya dengan tamparan yang nampak biasa saja, mereka pun langsung mati secara mengerikan dengan kepala terbalik ke arah belakang. Tinggal Ki Badrun sendirian yang masih tercengang melihat kesaktian dari Sugandi yang nampak mengerikan, dia pun langsung terbata-bata sambil meminta ampun
“aa...mmpunn...ki...ampuni saya Ki Jabrik...”.
Belum selesai dia meminta ampun, tangan kanan Sugandi sudah mencengkram leher Ki badrun. Ki Badrun pun langsung menjerit sesaat sebelum ajalnya tiba, kemudian Ki Badrun pun tewas dalam keadaan yang lebih tragis  lagi di bandingkan anak buahnya. Dia mati dalam keadaan lehernya yang hitam dan gosong, dan seluruh kulitnya pun nampak kering agak menghitam seperti kehabisan cairan dalam tubuhnya. Para warga yang melihat kejadian mengerikan itu pun langsung panik dan berlarian, kabur dari tempat itu agar tehindar dari kemarahan Sugandi.  Sugandi pun pergi dengan santainya tanpa memperdulikan kepanikan warga yang takut terhadapnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...