Saat matahari pagi sudah mulai terasa
hangat menerpa kulit, Jaka Someh bersama Dewi
Sekar berangkat ke lokasi yang di duga sebagai
Padepokan.
Meskipun sudah berada di depan
padepokan, Jaka Someh dan Dewi Sekar
tidak langsung masuk ke dalamnya. Mereka
ingin memastikan bahwa tempat tersebut adalah benar-benar Padepokan Ki Buyut Putih.
Setelah yakin bahwa tempat tersebut adalah tempat yang mereka
cari, mereka pun keluar dari persembunyian dan langsung mendatangi pos
penjagaan.
Pos tersebut sedang di jaga oleh dua
orang murid Ki Buyut Putih. Jaka Someh memberi
salam kepada keduanya
“Permisi, akang-akang...mohon maaf,
apakah benar ini adalah padepokan dari guru besar Ki Buyut Putih...?”
Kedua penjaga tersebut terlihat kaget
melihat kedatangan Jaka Someh dan Dewi
Sekar yang terkesan tiba-tiba. Mereka terdiam
dan mengamati kedua tamunya secara seksama, lalu bertanya kepada Jaka Someh dan
Dewi Sekar
“Heh...kalian ini siapa? Kenapa bisa
tiba-tiba ada di sini...?”
Mendengar pertanyaan kedua penjaga
tersebut, Dewi Sekar
langsung menjawab
“Saya Dewi Sekar Harum, putri Raden
Surya Atmaja dari perguruan Karuhun Pusaka, saya sedang mencari keluarga saya,
menurut informasi yang saya dengar, Rama saya sedang berada di sini. Maaf
Akang, apakah informasi tersebut benar, bahwa Rama saya ada di sini...?”
Kedua penjaga yang bernama Jaman dan Sarmadi
terkejut mendengar jawaban Dewi Sekar.
Sesaat mereka terkesima dan terdiam. Mereka juga
merasa takjub ketika melihat Dewi Sekar secara seksama. Cantik dan berwibawa.
Karena grogi, mereka menjawabnya dengan suara terbata
“Ii...yy...aa...iya, nya...nya...Nyai...benar...”
Dewi Sekar
merasa lega setelah mendengar jawaban dari Ki Jaman dan Sarmadi tersebut. Dengan sopan Dewi Sekar meminta kepada kedua
penjaga tersebut untuk menemui Ramanya
“Akang-akang mohon maaf...tolong
sampaikan pesan ke Rama Saya, Raden Surya Atmaja, sampaikan bahwa Dewi Sekar sudah ada di sini...”
Sarmadi dan Ki Jaman mengiyakan
permintaan Dewi Sekar
“Baik, Nyai. Saya akan segera sampaikan pesan Nyai…tunggu…saya akan
berangkat ke ruangan Raden Surya Atmadja”.
Tanpa membuang waktu lagi Sarmadi
langsung pergi ke sebuah bangunan yang berada di dalam. Setelah sampai di depan
pintu, dia mengucapkan Salam dan memanggil Nama Raden Suryaatmaja
“Sampurasun, permisi...Juragan Surya
Atmaja...! Raden...”
Setelah beberapa kali mengucapkan Salam
dan memanggil Nama Raden Surya atmaja, Raden Surya Atmaja pun keluar dari
bangunan tersebut
“Ya...ada apa Ki Sarmad, pagi-pagi sudah
memanggil saya...?”
Sarmadi menjelaskan tujuannya kepada
Raden Surya atmaja
“Anu, juragan...maap lancang kalau mengganggu
juragan pendekar. Di Pos jaga ada yang mengaku sebagai putrinya juragan,
namanya Nyi Mas Dewi Sekar...”
Raden Surya Atmaja terkejut mendengar kabar tersebut. Antara percaya
dan tidak, hatinya langsung melonjak girang. Selama ini dia begitu khawatir
karena belum ada
kabar tentang putri kesayangannya itu. Padahal gurunya Dewi Sekar sendiri
sudah sempat datang ke padepokan Ki
Buyut, Dewi Sekar justru tidak ada kabar
berita apapun. Seakan-akan menghilang di telan bumi. Raden Surya Atmaja yang
antusias, tanpa sadar berteriak keras kepada Sarmadi. Dia berteriak karena
merasa girang dan
bahagia
“Hah...yang benar Sarmad, sekarang
dimana atuh anak saya teh ?”
Sarmadi segera mengantar Raden surya
Atmaja ke Pos Penjagaan. Di Sana, Raden Surya Atmaja melihat putrinya sedang
mengobrol dengan seorang pemuda yang berpenampilan lusuh. Raden Surya Atmaja tak kuasa untuk menahan rasa bahagia setelah melihat
putri kesayangannya ada di tempat itu.
“Nyai...!
Geulis...Nyai...Beneran ini
teh kamu...aduh Alhamdulillah Gusti...kamu teh
selamat... kemana saja atuh nyai teh selama ini? Rama
benar-benar khawatir...”
Dewi Sekar
terharu dan bahagia karena
bisa melihat ayahnya dalam keadaan sehat wal afiat.
Dia pun
langsung memeluk nya sambil
menangis karena haru
bercampur bahagia. Betapa senangnya dia dapat kembali berkumpul bersama ayahnya.
“Alhamdulillah Rama, saya baik dan
selamat. Saya sempat mengalami musibah, Rama. Saya terluka parah setelah
bertarung melawan Nyi Sundel, anak buah ki Jabrik. Tapi Untung saya masih
selamat, setelah di obati dan dirawat oleh Kang Someh....”
“Alhamdulillah atuh...yang penting mah kamu teh selamat...Rama
teh tidak pernah lepas memikirkan keadaan
kamu...koq bisa menghilang begitu saja. Guru
mu, Nini gunting, sudah datang
ke padepokan ini, tapi karena khawatir dengan keadaan kamu yang tidak di ketahui kabarnya, beliau pun segera turun gunung kembali, untuk mencari
kamu...anaking..”.
Dewi Sekar merasa tidak enak karena
telah menyusahkan gurunya sendiri. Namun dia tidak mampu berkata apa-apa, kecuali hanya diam seribu
bahasa. Tidak lama kemudian datanglah adiknya, Raden Arya Rajah dengan diikuti
oleh dua pendekar muda lainnya, yaitu Raden Jaya Permana dan Jaka Sampurna.
Raden Arya Rajah mencium tangan Dewi Sekar
“Teteh, bagaimana kabar? Kemana saja
selama ini? Saya sampai kangen...”
Dewi Sekar
tersenyum melihat adiknya yang nampak sehat. Setelah itu, Raden Jaya Pernana
dan Jaka Sampurna mendekat kepada Dewi
Sekar. Mereka tersenyum hangat. Keduanya nampak gagah
dan berwajah tampan. Sama-sama
keturunan ningrat. Melihat Dewi Sekar
yang cantik, mereka berbalapan untuk menyalami Dewi Sekar. Dewi
Sekar membalasnya dengan diiringi senyum
manis yang menggetarkan hati. Membuat Raden Jaya Permana menjadi semakin
terpesona. Dengan
penuh rasa percaya diri, dia memperkenalkan dirinya sambil berusaha menebarkan senyum
pesona
“Bagaimana kabar Nyai? Perkenalkan nama akang
Raden Jaya Permana putra Raden Kusumaningrat, Pangeran kerajaan Galuh, akang
adalah salah satu murid senior dari Kyai Sepuh Anom....”
Dewi Sekar
membalas salam Jaya Permana dengan
senyuman yang hangat. Dengan wajah yang ramah dia berkata kepada Raden Jaya Permana
“Saya Dewi Sekar Harum, putri Raden Surya atmaja, Pangeran...”.
Jaya Permana merasa senang hatinya karena mendapat
respon menyenangkan dari
Dewi Sekar. Dia berkata kepada Dewi Sekar
“Nyai…nyai... jangan panggil akang dengan sebutan Pangeran
atuh, panggil saja kang Jaya permana, begitu...kan lebih enak terdengarnya...”
Melihat keakraban Raden Jaya Permana
dengan putrinya, Raden Surya Atmaja merasa senang dan bangga. Sebaliknya dengan
Jaka Someh, hatinya merasa sedih karena melihat
istrinya akrab dengan lelaki lain. Hatinya di bakar api cemburu.
Dalam hati dia berkata
“Wah saya teh minder melihat mereka...mereka gagah dan tampan. Aduh itu lagi...Nyi Sekar koq kelihatan serasi betul dengan si pangeran ganteng itu...
Nyi Sekar sangat ayu, cantik jelita, si Pangeran itu juga
terlihat sangat gagah dan
tampan, bahkan keduanya sama-sama
ningrat. Waduh saya bener-bener merasa cemburu,
melihat keduanya akrab seperti itu...duh...dasar cemburu buta...
Sadar...sadar, Someh, kamu teh harus
berbaik sangka atuh sama istri kamu sendiri...”
Tak lama kemudian tempat itu pun sudah banyak didatangi oleh
para pendekar dan murid-murid Ki Buyut Putih untuk menyambut kedatangan Dewi Sekar,
putri Raden surya atmaja yang terkenal cantik.
Diantara mereka ada Nyi Ageung Cintanagara, salah satu istri dari ningrat kerajaan galuh.
Mereka berkumpul di halaman padepokan Ki
Buyut putih, menyambut kedatangan
Dewi Sekar. Mereka bersuka cita,
menyalami dan berbincang dengan Dewi
Sekar. Begitu
asyiknya mereka tanpa menghiraukan keberadaan Jaka Someh yang sedang berdiri
mematung. Jaka Someh kemudian pergi menjauh dari
mereka, dia duduk di sebuah bangku
kayu, di bawah pohon asam, yang jaraknya
sekitar 10 meteran dari pos penjagaan. Jaka Someh bergumam sendirian untuk menghibur hatinya yang merasa sedih.
“Duh saya di cuekin, he...he...Dewi Sekar juga lupa sama suaminya sendiri...
he...he...”
Hatinya merasa sedih melihat istrinya seakan-akan sudah lupa
dengan dirinya. Walaupun begitu, dia tetap merasa bersyukur karena sudah
berhasil mengantar Dewi Sekar
menemui keluarganya dalam keadaan selamat, sehat wal afiat tanpa kurang apapun
juga.
Ketika Raden Surya Atmaja, Arya Rajah,
Jaya permana dan yang lainnya sedang bersuka ria dengan kedatangan Dewi Sekar, Ki Buyut Putih keluar
dari kamarnya dengan di kawal oleh
beberapa murid seniornya. Ki Buyut Putih langsung menyalami Dewi Sekar. Dewi Sekar pun mencium tangan Ki Buyut Putih yang sudah
kelihatan sepuh. Dewi Sekar
berbasa-basi dengan menanyakan kabar Ki Buyut Putih
“Bagaimana kabar eyang guru...?”
Ki Buyut Putih membalasnya dengan senyum
yang ramah, sambil berkata
“Alhamdulillah geulis, eyang teh masih
di beri kesehatan oleh Yang Maha Kuasa”.
Tiba-tiba ki Buyut putih melihat ke arah jaka Someh yang
sedang duduk menyendiri, dia pun bertanya
kepada Dewi Sekar
“Nyai,
geulis, itu teh siapa yang sedang duduk disana?”
Dewi Sekar
baru sadar akan keberadaan jaka Someh,
suaminya sendiri. Dia heran kenapa dia bisa
melupakan Jaka someh yang baru resmi menjadi suaminya. Dewi Sekar kemudian menjawab
pertanyaan Ki Buyut Putih
“Astagfirulloh
saya koq bisa lupa dengan suami saya sendiri...maaf
eyang, itu teh kang Someh,
suami saya...”
Ki Buyut putih memandang ke arah jaka
Someh, dia tersenyum dan memanggil Jaka Someh
“eleh-eleh suami nyai ya...? Ujang...kasep...kesini,
jangan menyendiri begitu atuh...Ayo kesini, kumpul bersama yang lain”.
Raden Surya Atmaja dan yang
lainnya merasa sangat terkejut mendengar Dewi Sekar menyebutkan jaka Someh
sebagai suaminya kepada Ki Buyut Putih.
Raden Surya Atmaja langsung bertanya
kepada putrinya
“Nyai...kamu teh jangan
main-main...bagaimana bisa kamu menikah dengan lelaki itu...tanpa seizin dan sepengetahuan
Rama-mu sendiri....”.
Raden Surya Atnaja berkata dengan nada yang
cukup tinggi.
“Maaf Rama...saya benar-benar
minta maaf...ceritanya sangat panjang, Rama...Mang Karta yang telah menikahkan
kami berdua...”.
Dewi Sekar mencoba menenangkan ayahnya.
“ya tidak bisa begitu atuh...nyai...berani
sekali si Karta melangkahi kakaknya sendiri...berani-beraninya dia menikahkan
kamu tanpa seizin Rama...memang benar dia adik rama...tapi ya tidak begitu juga
caranya...”.
Raden karta merasa marah kepada
adiknya yang telah berani menikahkan Dewi Sekar dengan jaka someh.
Hadirin yang ada di sana pun
ikut menjadi tegang. Ki Buyut Putih pun mencoba menenangkan Raden Surya Atmaja,
agar mereda emosinya.
“Sudah...sudah...Raden...tidak
baik...marah-marah seperti itu...malu di lihat orang banyak..yang sudah terjadi
ya sudah...Raden Karta melakukan itu teh pasti ada alasannya...lagi pula Nyi Sekar
nampak bahagia bersuamikan Jang Someh...bagaimana nyai apakah betul kamu merasa
bahagia...?”.
Ki Buyut Putih mencoba menenangkan
Raden Surya Atmaja yang terlihat emosi. Dia mencoba menengahi permasalahan itu.
Raden Arya Raja juga ikut menenangkan ayahnya yang nampak masih emosi.
“Iya Rama...saya yakin si teteh
pasti tidak sembarangan di dalam urusan sepenting ini....saya sangat mengenal
pribadinya...pastinya Rama sendiri jauh lebih mengenal pribadi si teteh di
banding yang lain...”.
Raden Surya Atmaja pun menghela nafas.
“Iya...eyang...Rama...adik...saya
tulus menyayangi kang Someh...saya menikah dengan Kang Someh tanpa ada paksaan dari siapa pun juga ...
semuanya sudah saya pertimbangkan secara masak-masak...”. Kata Dewi Sekar.
Raden Surya Atmaja menganggukan
kepala, dia meminta maaf kepada Dewi Sekar
“Iya nyai...Rama minta
maaf...ya sudahlah... walau Rama tidak setuju...tapi karena kamu sudah
memutuskan demikian...Rama sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi...semuanya
terserah kamu yang menjalani...tapi di sini kamu tidak boleh tinggal satu atap
dengannya...dia harus tidur di ruangan lain...yang terpisah dengan kamu...”.
Dewi Sekar merasa bahagia mendengar ucapan
ayahnya. Dia tahu bahwa ayahnya masih merasa tidak ikhlas menerima Jaka Someh
sebagai menantu. Namun yang penting untuk saat ini, ayahnya sudah bisa menerima
keputusannya menikah dengan Jaka Someh.
“Iya, Rama. Biar Kang Someh
tidur bersama adik Arya Raja...., tidak apa-apa kan adik...?”.
Dewi Sekar
meminta izin adiknya agar Jaka Someh tidur bersamanya.
“Iya...teteh...tidak
apa-apa..saya justru senang...”.
Jawab Arya Raja menenangkan kakaknya. Raden
Surya Atmaja yang melihat kedua anaknya membela Jaka Someh, hanya bisa terdiam
pasrah.
Ki Buyut Putih merasa senang
melihat Raden Surya Atmaja sudah menurun emosinya. Kemudian dia berpaling
kepada Jaka Someh dan berkata
“Eh sini Jang Someh...ayo
sekarang kamu salami mertuamu..kami mohon maaf atas kejadian ini....mohon
jangan dimasukan ke dalam hati...”
Jaka Someh yang mendengar ucapan Ki Buyut
Putih yang penuh ketulusan. Ada perasaan hormat kepada
ki Buyut Putih yang berkarisma. Dia
berkata kepada Ki Buyut putih
“Iya Kyai,
Saya yang justru mohon
maaf karena telah menyebabkan sedikit
ketegangan di sini...”.
Ki
Buyut putih tersenyum mendengar
perkataan Jaka Someh yang merendah.
Jaka Someh kemudian menyalami
Raden Surya Atmaja, sambil mencium tangannya. Raden Surya Atmaja menerimanya
meskipun dengan perasaan yang terpaksa. Jaka someh juga menyalami Ki Buyut
Putih, Raden Arya Raja dan yang lainnya.
Suasana pun kembali menjadi cair.