Rabu, 06 Mei 2020
Minggu, 11 Februari 2018
Cerita novel Silat "Sang Pendekar" bab 1. Jaka Someh_Pemuda Yang Mandiri
Di
Kampung Cikaret, di bawah kaki gunung Halimun. Saat itu hari menjelang
subuh. Hawa dingin begitu menusuk sampai
ke dalam tulang sumsum. Langit masih terlihat gelap, namun Jaka Someh sudah
sibuk dengan aktivitasnya memotong kayu bakar. Usianya masih sangat remaja berkisar antara 13 atau 14 tahunan, namun
badannya sudah terlihat kekar dan berotot.
Saat
usia 10 tahun,
Jaka Someh sudah menjadi seorang yatim
piatu. Ibunya meninggal karena penyakit
kronis yang dideritanya. Sedangkan Ayahnya
meninggal saat Jaka Someh berusia Tujuh tahun. Beliau meninggal secara
mengenaskan setelah dikeroyok oleh anak buah Juragan Permana.
Juragan
Permana adalah seorang renternir dari kampung Rawa Balong, kampung yang berada
di bawah kaki Gunung halimun.
Ayah
Jaka someh adalah seorang ustadz yang
cukup di segani oleh masyarakat. Seorang ustadz yang tegas, berwibawa, dan
memiliki hati yang dermawan. Sering berceramah dari satu desa ke desa
lainnya.
Hari
itu, saat beliau pulang berceramah
dari kampung Rawa balong, beliau di hadang oleh beberapa centeng Juragan
Permana yang merasa tidak senang dengan isi ceramahnya. Beliau di keroyok dan
dibunuh tak jauh dari gubuknya. Bahkan Jaka someh yang kala itu masih berusia 7
tahun ikut menyaksikan peristiwa tersebut. Dia tak mampu berbuat apa-apa
kecuali hanya menangisi jenazah ayahnya yang telah mati sahid. Hatinya sangat
sedih dan marah.
Ibu
Jaka Someh merasa syok melihat suaminya meninggal. Setelah itu dia
sakit-sakitan sampai akhirnya meninggal dunia beberapa tahun kemudian. Trauma
kematian ayahnya cukup membekas di hati Jaka someh.
Apalagi setelah kejadian tersebut, ibunya
sering menasehati Jaka Someh agar selalu berhati-hati dalam berucap, supaya tidak menyinggung apalagi menyakiti
perasaan orang lain. Ibu
Jaka Someh selalu berpesan agar Jaka Someh selalu
menjaga tata krama, bersikap sopan,
sabar, harus banyak mengalah,
dan selalu rendah hati. Nasehat ibunya tersebut cukup membekas di dalam hati
bahkan telah membentuk karakter pada dirinya.
Sekarang,
Jaka Someh berusia 13 tahun. Tinggal di
gubuk peninggalan almarhum kedua orang tuanya. Gubuk yang sangat sederhana,
terbuat dari bilik bambu
yang telah usang. Di dalamnya hanya ada bale-bale bambu dan perapian yang terbuat
dari tanah liat yang telah dikeringkan.
Bermandikan
cahaya obor, Jaka someh begitu asyik menikmati pekerjaannya, membelah potongan
kayu kering dengan sebilah goloknya. Memotong beberapa batang kayu utuh menjadi
potongan-potongan kecil agar bisa digunakan sebagai kayu bakar. Keringatnya
terlihat bercucuran membasahi tubuh.
Jaka
someh memang seorang pekerja keras yang penuh keuletan. Malas adalah musuhnya. Dia benci kalau harus menganggurkan
waktu dalam hidupnya. Prinsipnya tak boleh ada yang sia-sia. Selama longgar dan
sehat, dia akan mengerjakan apapun yang sekiranya bermanfaat untuk dirinya
ataupun orang lain.
Jaka
Someh adalah seorang yang ringan tangan.
Tak
merasa sungkan untuk menolong orang lain. Tidak peduli meskipun orang tersebut
tidak menghargainya. Hatinya sudah cukup puas ketika melihat orang lain telah
terbebas dari kesusahan yang sedang dialami.
Jaka
someh tiba-tiba teringat dengan salah satu pesan almarhum ayahnya.
Waktu itu Pak Sabarudin
pernah berkata kepadanya
“Jaka
Someh, anakku yang paling ganteng
sedunia…kamu jangan
takut capek, kamu
jangan
pernah merasa rugi ketika kamu berbuat kebaikan, selama itu baik dan bermanfaat. Kerjakan saja
secara sungguh-sungguh. Kerjakan dengan hati yang ikhlas dengan rasa senang. jangan pernah mengharapkan
pujian dari orang lain. Yang penting Tuhan Meridhoi kamu…”
Waktu
itu Jaka Someh mungkin masih berusia sekitar 6 tahunan, namun ayahnya sudah
sering sekali memberi pituah-pituah. Pernah suatu ketika dia bertanya kepada
ayahnya
“Bapak…bagaimana kalau kita
sudah bekerja dengan keras namun ternyata maksud dan cita-cita kita tidak
tercapai…apakah pekerjaan tersebut menjadi sia-sia …?”
Ayahnya
tersenyum mendengar pertanyaan Jaka Someh, lalu memeluknya sambil berkata
“Jaka Someh…anakku yang pinter…kamu harus
inget pesan bapak ini…tidak ada yang sia-sia didalam amal kebaikan…sekecil
apapun pekerjaan yang kamu lakukan, Insya Allah ada dampaknya…ada
manfaatnya…Kerjakan saja sampe tuntas…kalau belum mampu diselesaikan saat
itu…ya dilanjutkan lagi di waktu yang lain…Lama-lama, Insya Allah akan sampai
pada tujuan yang kamu inginkan…yang penting kamu sabar, terus berihtiar dan
berdoa, jangan
pernah berputus asa…jangan
takut Capek……Capek sebenarnya adalah suatu nikmat…coba
kamu pikir...kalau kita Capek…Insya Allah tidur kita juga menjadi nyenyak …. makanan yang
kita makan akan terasa lebih nikmat… walaupun hidangannya cuma ala
kadarnya….duh seandainya saja kamu tahu wahai anakku...bisa tidur nyenyak dan
makan enak itu adalah
suatu karunia, suatu kenikmatan...…setelah istirahat yang cukup…tubuh kita juga
akan kembali menjadi segar… itulah barokah hidup …satu kebaikan akan
menghasilkan kebaikan yang lain...hidup akan penuh dengan kebahagiaan…yang
penting kita harus selalu bisa bersyukur atas nikmat yang telah dikaruniakan
oleh Yang Kuasa…”.
Jaka
Someh mengangguk-anggukan kepalanya. Entah mengerti atau tidak dengan pituah
ayahnya tersebut.
Ibunya
waktu itu sedang menyetrika dengan menggunakan setrika arang, yaitu setrika
yang dipanaskan oleh Bara api
dari arang. Ibunya berkata kepada Jaka someh
“Iya, betul kata bapak
kamu…coba kamu lihat…ibu sedang apa sekarang…?”
Walau
heran ibunya bertanya seperti itu, Jaka Someh tetap berusaha menjawab
“Sekarang ibu sedang
menyetrika baju…memang kenapa ibu…?”
Ibunya
tersenyum mendengar jawaban anaknya, dia kembali bertanya kepada anak semata
wayangnya itu
“Coba…lihat…baju dan celana
yang akan ibu setrika, apakah banyak atau tidak…?”
“Banyak sekali ibu…sampai
menumpuk seperti gunung…”.
Ibunya
tersenyum mendengar jawaban anaknya
“Betul anakku…Jaka Someh…coba kamu
perhatikan…ibu menyetrika pakaian-pakaian ini satu persatu…kalau ibu setrika
satu baju…apakah menurut kamu tumpukan bajunya akan terlihat berkurang…?”
Jaka
Someh agak sedikit ragu untuk menjawabnya, khawatir jawabannya akan keliru
“Bagaimana ya ibu, menurut
saya…hmm...kalau ibu cuma menyetrika satu baju saja...tumpukannya masih belum
kelihatan berkurang, apalagi tumpukan setrikaan ibu...menggunung seperti itu…”
Ibunya
tertawa senang mendengar jawaban anaknya
“Betul anakku…kalau cuma
satu baju yang ibu setrika…tumpukannya terlihat seperti tidak berkurang…seakan-akan
tidak berubah…padahal sebenarnya tidak begitu...dengan menyetrika satu baju
saja, ibu sudah mengurangi tumpukan bajunya, meskipun cuma sedikit…kalau ibu
terus melanjutkan, menyetrika satu baju
lagi dan terus menyetrika lagi…satu persatu…pasti... lama-kelaman tumpukan bajunya
akan hilang…karena habis disetrika
semuanya oleh ibumu ini…yang penting
sabar... kalau kamu
bekerja, jangan
setengah-setengah…kerjakan terus dengan penuh kesabaran sampai terwujud maksud
dan tujuan yang diinginkan…bagaimana apakah kamu mengerti…?”.
Jaka
Someh mengangguk-anggukan kepalanya, seolah mengerti dengan maksud dari
perkataan ibunya waktu itu.
Mega
merah kini telah nampak dilangit timur, pertanda fajar sudah akan terbit. Suara
kokok ayam mulai terdengar saling bersahutan, membuyarkan lamunan Jaka someh
saat mengenang
bersama kedua orang tuanya. Jaka Someh pun mengangkut kayu bakar yang baru di
potongnya tersebut, dimasukan ke dalam gubuk. Dia bersiap membuat api untuk
memasak air.
Sambil
memasak, dia menyempatkan diri pergi ke sungai Cikaniki yang tak jauh dari
gubuknya. Suara airnya begitu bergemiricik. Jaka Someh mandi dan berwudhu
dengan air itu. Air yang masih terlihat begitu jernih dan Segar tanpa terkena
polusi sedikitpun juga. Bahkan saking jernihnya, terlihat beberapa ikan sedang
bermain saling bekejaran dengan temannya. Jaka someh tersenyum melihat
ikan-ikan itu. Itu adalah salah satu hiburan gratis yang bisa membantunya
menenangkan jiwa.
Jaka
someh merasa bergantung dengan keberadaan sungai Cikaniki. Kegiatan mandi,
minum, mencuci pakaian dan segala perabotan biasa di lakukan di sungai
tersebut. Sedangkan untuk urusan BAB Jaka Someh lebih memilih area khusus di
dalam hutan yang agak jauh dari gubuknya. Dia merasa sayang kalau sungainya akan
tercemar oleh limbah organiknya. Mungkin karena saat itu belum ada toilet,
sehingga dia harus buang air besar
di sekitar pepohonan yang ada di dalam hutan.
Setelah
mengenakan baju pangsinya yang sudah tidak jelas lagi warnanya, Jaka Someh
sholat di dalam gubuknya. Jarak mesjid yang cukup jauh menjadikannya senantiasa
sholat sendiri di dalam gubuk usangnya tersebut. Dari semenjak kecil Jaka Someh
memang sudah mendapatkan pendidikan agama dengan baik dari almarhum ayahnya.
Selesai
sholat, Jaka Someh segera kembali ke dapurnya untuk mengangkat wadah air yang
nampak sudah mendidih. Diletakannya wadah tersebut ke atas bangku kayu yang
berada di samping perapian. Dia menciduk air tersebut dengan gayung yang
terbuat dari batok kelapa yang sudah mengering. Membuat minuman kopi pahit
kesukaannya. Setelah itu, dia membakar beberapa umbi-umbian untuk menu
sarapannya. Tak lama kemudian tercium bau harum khas dari umbi yang sudah
matang terbakar. Membangkitkan selera makannya yang sudah semenjak tadi
bergejolak. Jaka Someh bergumam sambil tangan kirinya menggaruk garuk pantatnya
“Wah...baunya sungguh
menggoda...membuat saya bertambah
lapar saja...lebih enak
kalau umbi
ini dimakan
sambil minum kopi pahit...”
Setelah
makanannya telah siap,
Jaka Someh segera melahapnya,
sambil sesekali menyeruput kopi pahit, minuman pavoritnya. Wajahnya menjadi
semringah menikmati hidangan yang terasa nikmat. Setelah kenyang dengan
sarapan, Jaka someh mengucapkan syukur.
“Alhamdulillah Gusti... saya
merasa kenyang...enak sekali...syukur saya bisa makan enak seperti ini...”
Setelah
selesai sarapan, Jaka someh mulai bersiap-siap untuk pergi ke ladang yang
berada di balik gunung Halimun. Setelah
menyorengkan sebilah golok di pinggangnya, dia menenteng wadah minum yang
terbuat dari bambu.
Tidak ketinggalan juga dengan seruling bambu kesayangannya. Setelah semuanya siap, Jaka Someh keluar dari
gubuknya,
sambil bibirnya berkomat kamit, berdoa mohon kebaikan kepada yang Maha Kuasa
“Bismillahi Tawakaltu
Alallahu La haula wala quwata illa Billahi... Wahai Tuhanku Semoga Engkau
memberikan keselamatan dan keberkahan untukku ...”
Setelah
itu dia berjalan santai dengan wajah berseri-seri, meninggalkan gubuk
kesayangannya yang telah butut karena dimakan usia.
Bertani
adalah aktivitas rutin yang biasa Jaka someh lakukan dalam kesehariannya.
Semenjak kecil dia memang sudah terbiasa dengan dunia pertanian. Ayahnya yang telah mengajarinya
ilmu bertani. Sekarang Jaka Someh telah tumbuh menjadi seorang petani yang
handal dan terampil. Rasa cintanya terhadap dunia pertanian seakan-akan sudah
merasuk ke dalam sanubarinya. Meskipun sebagian besar masyarakat menganggap
profesi petani itu sebagai low class, namun Jaka Someh justru merasa bangga
dengan profesinya tersebut.
Dia membayangkan apa jadinya kalau di dunia tidak ada petani, wah pastinya akan
repot karena masyarakat akan kesulitan untuk mendapatkan bahan sandang pangan. Kalau menjadi petani minimal dia
telah mampu menjalani hidupnya secara mandiri, tanpa banyak menggantungkan hidup
kepada orang lain. Dia ingat dengan nasehat ayahnya, ketika pertama kali
mendapatkan pelajaran ilmu pertanian
“Jaka Someh,
anakku yang
baik...Allah
itu Maha
Barokah...menciptakan segala sesuatu itu tanpa sia-sia...segala apapun yang
Allah ciptakan...semuanya pasti mempunyai fungsi dan manfaatnya
sendiri-sendiri...hanya saja sering kali kita tidak banyak mengetahuinya...Kita
bertani ini adalah untuk mencari karunia Allah...berharap dengan usaha yang
kita lakukan ini, Allah akan Ridho
dan memberikan rejeki kepada kita berupa bahan pangan yang bermanfaat sebagai
penyambung
hidup... kita ini adalah salah satu makhluk Tuhan, sekuat atau sehebat apapun, masih saja
memerlukan
sesuatu untuk menyambung
hidup...kita masih membutuhkan makanan, minuman, udara yang bersih, tanah tempat
tinggal dan lain-lain untuk kehidupan kita. Berbeda dengan Allah yang Maha sempurna tidak memiliki
kelemahan
sedikitpun juga, Allah tidak memerlukan sesuatu apapun untuk hidup, karena Dialah Dzat Yang Maha Hidup...Dia lah sumber
dari segala sesuatu, semuanya menjadi ada karena KehendakNya. Bahkan Allah lah
yang memberi segala sesuatu yang diperlukan oleh makhluknya, Allah yang telah
menciptakan langit, bumi, tanah, udara, cahaya matahari dan lain-lainnya, semua
itu adalah salah satu wujud dari kasih sayang Tuhan semesta alam
kepada kita semuanya,
kita tinggal mengelolanya saja untuk memperoleh sesuatu yang kita butuh atau
inginkan, Allahu shomad... itulah mengapa di sebut Tuhan, karena segala sesuatu
bergantung kepadaNya, termasuk kita, menggantungkan diri kepada kebaikan Tuhan Seluruh Alam.....bertani ini adalah
salah satu jalan kita untuk mencari ridho dan karuniaNya... ” .
Jaka
Someh mengangguk-anggukan kepala,
saat mendengar ceramah ayahnya
waktu itu.
Tanpa
terasa sekarang dia sudah menjadi seorang petani yang handal dan terampil.
Bahkan karena hasilnya selalu berlebih, Jaka Someh sering mensedekahkan
sebagian hasil pertaniannya kepada warga kampung yang membutuhkan.
{Cerita Kkn Di Desa Penari|Cerita Inspiratif|Cerita Rakyat|Cerpen|Ceriabet|Cerita Fabel|Ceramah Singkat Ramadhan|Cerita Kkn Desa Penari|Cerita|Cerita Fiksi|Novel|Novel Adalah|Novel Kkn Desa Penari|Noveltoon|Novel Romantis|Novel Laskar Pelangi|Novel Ringan|Novel Tere Liye|Novel Terbaru|Kisah Kkn Di Desa Penari|Kisah Nyata Kkn Desa Penari|Buku Fiksi|Buku Non Fiksi|Cerita Kkn Di Desa Penari|Cerita Inspiratif|Cerita Rakyat|Cerpen|Ceriabet|Cerita Fabel|Ceramah Singkat Ramadhan|Cerita Kkn Desa Penari|Cerita|Cerita Fiksi|Film Kkn|Filmapik|Film|Film Horor Indonesia|Film Bioskop Terbaru 2022|Film Terbaru 2022|Film Terbaru 2021|Film Indonesia|Film Doctor Strange|Film Bioskop Terbaru 2021}
The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination
The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...
-
DAFTAR ISI Novel KSATRIA ILALANG . 543 1. Cerita novel Silat "Sang Pendekar" bab 1. Jaka Someh_Pemuda Yan...
-
Ksatria Ilalang Baca Sinopsis Cerita Ksatria Ilalang:Silahkan KLIK DISINI Lihat Daftar Isi Cerita Ksatria Ilalang, KLIK DISINI ...