Selasa, 20 Februari 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 13. Maut di Pantai Selatan


Cerita Novel Silat Ksatria Ilalang


Warga-warga yang melihat perkelahian pun pada bubar, mereka takut akan terjadi keributan yang lebih besar lagi. Mereka tahu bahwa babah Liong pasti akan marah besar, dan akan membalaskan dendam kematian muridnya. Mereka langsung pulang kerumahnya masing-masing, dan segera mengunci pintu rumahnya karena takut akan kemarahan babah Liong. Babah along yang semenjak tadi gelisah, langsung mendekati Jaka Someh, wajahnya tampak semakin pucat. Babah along berkata pada Jaka Someh 
“gawat...gawat...loe orang sudah membunuh muridnya babah Liong hah...celaka...loe cepat-cepat pergi lah dari sini...loe mesti sembunyi dahulu... babah Liong dan muridnya yang lain pasti balas dendam...hah. celaka...celaka...oe mesti bagaimana ini...”.
Jaka Someh kaget mendengar ucapan babah Liong. Dia menyesali insiden yang baru terjadi ini, tapi semuanya sudah terjadi. Dia merasa kasihan terhadap babah Liong dan warga-warga yang lain yang tampak ketakutan. Jaka Someh bertekad untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Dia tidak mau pergi dulu sebelum urusannya dengan geng naga hitam selesai. Namun karena desakan dari babah along yang menyuruhnya untuk segera meninggalkan tempat itu, Jaka Someh pun akhirnya bersedia untuk segera pulang ke kampungnya. Babah along meyakinkan Jaka Someh bahwa tidak akan terjadi apa-apa padanya 
“hayya loe orang jangan kawatirkan oe...hah...dia orang tidak mungkin mencelakakan oe...oe ini masih ada hubungan keluarga dengannya hah...yang perlu di kawatirkan adalah loe, dia orang adalah murid pendekar Tong yang terkenal sakti...Pendekar Tong sendiri adalah seorang pendekar yang hebat dan baik, namun sayang dia sudah meninggal...tapi muridnya ini...si Liong adalah orang jahat...hah... di sini tidak ada yang berani sama itu orang...Jaka Someh...loe mesti pergi dari sini...biar loe selamat...hah.”. 

Setelah yakin bahwa tidak akan terjadi suatu masalah terhadap babah along, akhirnya Jaka Someh pun memutuskan untuk pergi. Jaka Someh naik ke gerobak sapinya, kemudian berpamitan dengan melambaikan tangan ke arah babah along.  Jaka Someh pun menjalankan gerobak itu untuk pulang ke kampungnya. Jaka Someh mengambil rute jalan utama yang biasa di lewati orang-orang. Dia berjalan menyusuri jalan setapak menuju pantai selatan sukabumi. Hari masih siang ketika Jaka Someh mulai berangkat. Dia melajukan gerobaknya dengan santai tanpa tergesa-gesa, meskipun sudah tidak ada muatan lagi dalam gerobaknya. 
Sementara Jaka Someh berjalan dengan santai, keadaan geng naga ternyata dalam kondisi ricuh. Mereka sedang sibuk bersiap-siap untuk membalas dendam kepada Jaka Someh. Ada 5 murid utama babah Liong yang tersisa. Mereka semua adalah pendekar-pendekar tangguh. Mereka masih menunggu kedatangan babah Liong yang sekarang masih berlatih di dalam ruangan tertutup. Babah Liong belum tahu tentang kejadian yang menimpa anggota gengnya. Dia sedang asyik berlatih ilmu tenaga dalamnya. Babah Liong memang pendekar yang memiliki ilmu yang sangat tinggi. Selama karirnya sebagai pendekar belum pernah sekalipun dia mengalami kekalahan, kecuali oleh adik seperguruannya yang sekarang pergi entah kemana.  Hampir semua musuhnya mati mengenaskan di tangannya. Babah Liong memang terkenal sebagai pendekar yang kejam dan bengis. Konon katanya dia mampu menghancurkan batu sebesar kerbau hanya dengan sekali pukul. Karena wataknya yang gampang marah, maka semua muridnya tidak ada yang berani mengganggu latihannya, mereka pun hanya menunggu. Ketika selesai dari latihan, babah Liong keluar dari ruangannya. Dia mendapati semua muridnya sedang menunggunya kecuali akuan yang tidak terlihat. 
“mana akuan...?” kata babah Liong kepada murid-muridnya. 
Murid yang paling tua yang bernama Feng Li menjawab “anu guru...akuan sudah meninggal...” babah Liong terkejut mendengar jawaban feng Li 
“hah...mati bagaimana...maksudnya...?” 
Feng li pun meneruskan jawabannya “dia mati terbunuh...guru...” Babah Liong semakin terkejut, dengan nada menyentak dia bertanya lagi 
“hah...siapa yang berani membunuh muridku...? siapa yang berani membuat masalah dengan geng kita hah...?”.  
 Fengli dan ke empat murid lainnya diam sambil menundukan kepalanya. Babah Liong bertambah emosi sambil membentak murid-muridnya.  
 Dia berkata lagi  
“siapa...siapa yang berani membunuh anak buah ku hah...? ayo jawab pertanyaanku...!” 

Akhirnya murid babah Liong yang ke lima yang bernama Memed menjawab 
“Dia bernama Jaka Someh guru...orang dari kampung Cikaret...” 
Babah Liong pun bertanya lebih lanjut tentang Jaka Someh kepada kelima muridnya, tentang bagaimana asal muasalnya akuan bisa terbunuh oleh Jaka Someh. Mereka pun menjelaskan sebatas apa yang mereka dengar dari orang-orang yang melihat pertarungan antara Jaka Someh dengan akuan. Mereka mengakhiri ceritanya dengan mengatakan 
“yang lebih tahu masalah ini sebenarnya adalah ocin...guru...”.
Babah Liong pun menyuruh agar mang Ocin di hadapkan kepadanya. Feng li pun menyuruh beberapa anak buahnya untuk mendatangkan mang Ocin. Mang Ocin pun masuk ke ruang pertemuan dengan badan yang gemetaran. Dia takut akan kemarahan dari babah Liong. Setelah berada di hadapan babah liong mang Ocin bertanya kepada babah Liong sambil bergetar.
”Anu tuan besar...aadaaa...aapaa...sa...yaa...di panggil tuan...”
 Babah Liong berkata kepada mang Ocin
“Ocin coba kamu ceritakan bagaimana murid saya acuan bisa terbunuh...? ayo cepat... jangan bertele-tele, cepat kamu ceritakan...!”
Mang ocin benar-benar ketakutan. Dia pun menceritakan kejadian tadi pagi mulai dari perselisihannya dengan Jaka Someh sampai kejadian terbunuhnya akuan di tangan Jaka Someh. Mendengar cerita dari mang ocin, babah along menjadi merah mukanya karena marah, babah Liong pun berteriak
“bangsat...berani sekali orang itu menghinaku...apakah dia sudah ingin mati dengan cara mengenaskan di tanganku...? hah.”. 
Babah Liong kemudian menyuruh beberapa anak buahnya untuk mencari tahu keberadaannya Jaka Someh. Feng li pun mengatur beberapa anak buahnya untuk mencari keberadaan Jaka Someh saat ini. Setelah mendapatkan informasi tentang keberadaan Jaka Someh yang sekarang diperkirakan sedang bergerak menuju pantai selatan dengan menggunakan gerobak sapinya, mereka pun berencana untuk mencegat Jaka Someh di daerah pantai selatan. Babah along dan ke lima muridnya pun berangkat ke pantai selatan dengan menggunakan kuda. Mereka menggunakan rute jalan yang lain, meskipun jalan tersebut agak sulit karena melewati celah bukit yang terjal namun jalan tersebut adalah rute terpendek dibandingkan dengan rute jalan yang di pakai oleh Jaka Someh.
Tanpa terasa Jaka Someh sudah berada di sekitar pantai selatan. Waktu itu sudah memasuki waktu ashar. Jaka Someh pun memutuskan untuk mengerjakan shalat dahulu. Dia pun mengerjakan shalat jama qosor antara dhuhur dan ashar. Setelah mengerjakan shalat, Jaka Someh beristirahat sejenak sambil memberi makan sapinya. Kemudian Jaka Someh pun berjalan kembali memasuki area pantai yang luas. Di lihatnya pemandangan pantai yang megah yang menggulungkan ombak-ombak yang bergemuruh. Jaka Someh terus berjalan dengan santainya, dia tidak menyadari bahwa dari arah belakang ada enam manusia yang berusaha mengejarnya dengan menunggangi kuda.  Mereka berusaha melewati Jaka Someh dengan mengencangkan lari kudanya, setelah melewatinya, mereka langsung berhenti dan mencegat Jaka Someh.
Dengan melihat penampilan mereka yang sebagian besar berkulit putih dan bermata sipit, Jaka Someh langsung tahu bahwa mereka adalah teman-temannya akuan. Jaka Someh pun turun dari gerobak sapinya, sambil berkata “maap tuan-tuan, ada apa gerangan tuan-tuan mencegat saya di sini” Fengli yang pertama berkata kepada Jaka Someh, dia menjawab pertanyaan Jaka Someh dengan mengajukan pertanyaan juga 
“apakah kamu Jaka Someh...yang membunuh saudara seperguruan saya...?” 
Jaka Someh menjawab 
“betul saya Jaka Someh, tapi mohon maap tentang peristiwa tersebut...saya benar-benar tidak sengaja telah membunuh saudara seperguruan tuan ...saya menyesal telah terjadi kesalahpahaman antara saya dengan saudara tuan...”  
Fengli dan ke empat murid babah Liong lainnya langsung turun dari kudanya kemudian melangkah maju ke depan. Memed dan fengli berteriak dengan membentak Jaka Someh 
“bangsat kamu...jangan banyak ngomong...kamu harus bertanggung jawab...”
Sedangkan ketiga murid lainnya yaitu chow li, wang li dan kwok wan hanya diam. Sebenarnya mereka bertiga adalah orang-orang yang baik. Mereka tidak setuju dengan sikap guru dan dua saudaranya yang lain, hanya saja mereka tidak kuasa untuk menentang mereka. Babah Liong masih tetap berada di atas kudanya sambil mengawasi ke lima muridnya. Tangannya sebenarnya sudah gatal ingin segera membunuh Jaka Someh, tapi dia masih bisa menahan dirinya untuk bisa melihat pertarungan kelima muridnya melawan Jaka Someh.
Ke lima murid babah Liong pun mengepung Jaka Someh. Jaka Someh masih berusaha meminta maap kepada mereka dan memohon mereka untuk tidak meneruskan pertarungan lagi. Tapi mereka sepertinya sudah tidak mau mendengar permohonan maap Jaka Someh. Fengli berada di depan Jaka Someh, memed dan Kopeng berada di kanan Jaka Someh, sedangkan yang berada di kiri Jaka Someh adalah wangli dan asim. Jaka Someh pun menyiapkan dirinya untuk menghadapi mereka. Jaka Someh tahu bahwa mereka bukan pendekar sembarangan. Makanya dia menambah kewaspadaannya. Jaka Someh bertekad akan menggunakan seluruh kemampuannya untuk menghadapi lawan-lawannya ini.
Memed langsung melompat kedepan untuk menyerang Jaka Someh dengan menggunakan jurus cakar naganya, Jaka Someh hanya mengelak sedikit dengan menggeserkan kaki kirinya ke arah kiri, sambil menepis serangan cakar naga memed dengan menggunakan pergelangan tangan kanannya “haiit...” kata Jaka Someh. Sambil menghindari serangan memed, Jaka Someh langsung melanjutkan dengan menyerang wangli dan asim dengan kedua tinjunya.   Wangli berhasil menghindari serangan Jaka Someh dengan melompat ke belakang, sedangkan asim menangkis serangan Jaka Someh dengan tangan kanannya. Praak...Asim merasa tangannya seperti di pukul dengan benda besi yang keras ketika tangannya berbenturan dengan tangan Jaka Someh, “waaduuh...sialan...” kata asim, dia pun mundur sambil menahan rasa sakit akibat benturan kedua tangan. Kopeng yang tadinya hanya berdiri saja sekarang ikut menyerang Jaka Someh dengan menggunakan pukulan lurus ke arah muka Jaka Someh, Jaka Someh tidak menangkis pukulan Kopeng dengan tangannya melainkan dia hanya egos yang kemudian dilanjutkan dengan memegang pergelangan tangannya Kopeng kemudian langsung di tarik dengan cepat diarahkan ke arah bawah. Meskipun kelihatan pelan namun ternyata membuat Kopeng tersungkur, wajah dan badannya nya pun langsung menimpa pasir pantai. Meskipun tidak membahayakan Kopeng karena dia hanya menimpa pasir pantai yang lembut, namun kejadian tersebut membuat Kopeng kaget. Dia membayangkan kalau seandainya dia terjerembab di atas lantai yang keras dan tarikan Jaka Someh juga menggunakan tenaga yang lebih besar kemungkinan besar akibatnya bisa fatal.

Kemudian ke lima murid babah liong pun kembali bersiap-siap untuk menyerang Jaka Someh kembali. Kali ini mereka tidak lagi menganggap enteng Jaka Someh. Giliran Kopeng yang sekarang memulai serangan, dia menyerang Jaka Someh dengan menggunakan pukulan lurus ke arah muka lagi, namun sebenarnya itu hanya serangan pancingan saja,
“rasakan ini bajingan...”
kata Kopeng kepada Jaka Someh. Ketika Jaka Someh menghindar ke arah kanannya sebagaimana yang dia perkirakan, Kopeng langsung dengan cepat melancarkan tendangan berputarnya dengan keras.
 “rasakan ini bajingan…mati...kamu...” kata kopeng.
Kalau bukan Jaka Someh, mungkin dia akan panik jika mendapat serangan yang cepat dan bertubi-tubi seperti itu, namun Jaka Someh hanya melangkahkan kakinya dengan menyerong sedikit ke kiri untuk menghindari tendangan Kopeng, kemudian dia menyelup ke bawah kaki Kopeng yang masih dalam posisi menendang. Dengan gerakan kilat Jaka Someh sudah berada di belakang Kopeng. Tanpa membuang waktu dia langsung menendang tulang belakang Kopeng yang saat itu masih berdiri dengan satu kaki, karena kaki yang satunya masih di gunakan untuk menendang. Fatal buat Kopeng, dia langsung tersungkur akibat tendangan Jaka Someh ke tulang belakangnya. Kopeng merasakan rasa sakit yang luar biasa, dia pun merasa sulit untuk bangun kembali.
Melihat Kopeng sudah jatuh, wangli dan fendi pun menyerang Jaka Someh secara bersamaan. Sedangkan memed masih berdiri sambil mengawasi dan mengincar Jaka Someh. Dia pun menyiapkan sebilah belati dari balik bajunya, menunggu saat Jaka Someh lengah.
Wangli menyerang Jaka Someh dengan menggunakan sapuan bawah sedangkan fendi meloncat ke arah kepala Jaka Someh sambil menyabetkan pedangnya yang sejak dari tadi dia simpan di balik punggungnya. Mendapat serangan secara bersamaan dari arah bawah dan atas sekaligus, Jaka Someh malah melangkah kedepan sambil merendahkan badannya serendah-rendahnya.  Karena Jaka Someh menjadi lebih rendah, tebasan pedangnya fendi pun tidak mengenai sasarannya, sedangkan sapuan kaki wangli pun menjadi tidak efektif karena Jaka Someh sudah memindahkan posisi dirinya. Tiba-tiba memed melemparkan pisaunya ke arah Jaka Someh yang baru berpindah posisi. Jaka Someh kaget bukan kepalang karena mendapat serangan lemparan pisau yang mendadak dari memed, dia pun secara reflek mencabut goloknya yang masih terselip di pinggangnya sambil berusaha menghindar namun agak terlambat buat Jaka Someh karena pisau itu tidak bisa dia tangkal dengan goloknya secara sempurna, pisau tersebut masih merobek kulit lengan Jaka Someh. Darah pun merembes keluar dari lengan bajunya Jaka Someh. Jaka Someh pun kembali menfokuskan dirinya, dengan mengatur nafasnya. Kali ini dia harus sungguh-sungguh dalam menghadapi ke empat lawannya yang masih berdiri di hadapannya. Jaka Someh masih menunggu serangan dari lawannya.
Memed kecewa karena lemparan pisaunya ternyata tidak berhasil mengenai Jaka Someh secara sempurna 
“ah sialan...” 
kata memed dalam hati. Dia pun langsung melangkah dengan cepat ke arah Jaka Someh sambil menyerang Jaka Someh dengan pedangnya. Dia menusukan pedangnya ke arah dada Jaka Someh, Jaka Someh tidak menangkis pedangnya memed melainkan hanya memindahkan posisi tubuhnya dengan cepat ke sebelah kanan, sambil menyabetkan goloknya ke tangan memed yang masih menjulur memegang pedang. Karena gerakan Jaka Someh yang sangat cepat memed tidak mampu menghindarkan tangan kanannya dari sabetan golok Jaka Someh. Dia pun langsung berteriak karena darah tersembur dari tangannya 
“aaahh...aduuh...sakit...” kata memed, tangan kanannya nyaris putus. 

Namun Jaka Someh tidak berhenti hanya di situ saja, kemudian dia pun langsung menyabetkan goloknya ke leher memed. Teriakan memed pun berhenti, dan darah langsung keluar dari lehernya.  Memed pun tewas secara mengenaskan, menjadi korban keganasan goloknya Jaka Someh. Asim yang melihat memed tewas secara tragis langsung menyerang Jaka Someh secara brutal. Jaka Someh hanya menghindarinya saja, bahkan goloknya pun sudah dia masukan kembali ke serangka yang ada di pinggang kirinya. Karena serangannya tidak ada yang berhasil mengenai Jaka Someh, asim pun marah. Dia pun menyerang Jaka Someh dengan memukul sekencang-kencangnya ke arah muka Jaka Someh, tentu saja serangannya yang sudah tidak terkontrol tersebut dengan mudah di patahkan Jaka Someh. Jaka Someh langsung memegang tangannya asim dan langsung mengarahkan kebawah namun kali ini Jaka Someh tidak menariknya. Dia hanya membawa ke bawah, kemudian tangan kiri Jaka Somehpun langsung mematahkan bagian pergelangan siku tangan kanannya asim. Asim langsung berteriak dengan keras. Jaka Someh masih belum berhenti di situ, tangan kanan asim yang sudah patah masih di tariknya ke depan sehingga asim menjadi mencondongkan wajah dan tubuhnya ke arah Jaka Someh. Begitu wajahnya sudah condong ke arahnya, Jaka Someh langsung menendang mukanya asim meskipun tidak kencang. Asim pun tersungkur ke belakang, dia pun akhirnya pingsan. Jurus silatnya Jaka Someh memang tampak kejam dan keras, Jaka Someh sendiri sebenarnya tidak tega namun dia harus segera menyelesaikan persengketaannya dengan cepat.
Melihat sudah tiga muridnya yang roboh, babah liong pun langsung melesat melompat dari atas kudanya, menyerang Jaka Someh dengan ganasnya. Jaka Someh berupaya menangkis serangan babah liong dengan tangannya. Kedua tangan mereka pun saling beradu. Jaka Someh  mundur beberapa langkah ke belakang, demikian juga dengan babah liong. Dia merasakan kesemutan di pergelangan tangan setelah beradu tangan dengan babah Liong. Babah Liong juga ternyata merasakan hal yang sama.
Jaka Someh mengerti bahwa babah Liong adalah seorang pendekar yang berilmu tinggi. Murid-muridnya saja sudah sedemikian hebatnya, apalagi dngan gurunya. Jaka someh semakin berhati-hati menghadapi babah Liong.
Tidak lama kemudian mereka melanjutkan lagi pertarungannya. Berbagai jurus dan gerakan sudah mereka lancarkan. Jurus-jurus Babah Liong terlihat sangar dan menakutkan. Gerakannya sangat cepat dan kompleks. Berbeda dengan Jaka Someh yang jurusnya relatif sederhana namun bertenaga. Beberapa kali Jaka someh terkena pukulan atau pun tendangan Babah Liong. Beberapa kali dia terjatuh. Namun  segera bangkit kembali dan memulai pertarungannya. Babah Liong merasa heran dengan kekuatan yang dimiliki oleh Jaka Someh, meskipun jurusnya terbilang sederhana namun ternyata sulit untuk merobohkan Jaka Someh. Nafasnya kini sudah ngos-ngosan, tenaganya pun sudah mulai terkuras habis, namun lawannya masih tetap berdiri dengan kokoh meskipun sudah berkali-kali terkena serangannya. 
Pertarungan terus berlanjut, namun masih belum ada tanda-tanda siapa yang akan memenangkan pertarungan tersebut. Babah Liong pun mulai bersiap kembali dengan memasang kuda-kudanya, ke dua tangannya berada di dadanya. Kemudian dengan kecepatan tinggi dia melancarkan pukulan tangan kanannya ke arah ulu hati Jaka Someh. Sedangkan tangan kirinya di siapkan untuk mencakar punggung Jaka Someh. Jaka Someh dapat menghindari pukulan tangan kanan babah Liong dengan cara egos ke samping kirinya. Babah Liong yang sudah memperkirakan gerakan Jaka Someh langsung melancarkan serangan tangan kirinya yang sudah di isi dengan tenaga dalam untuk mencakar punggung Jaka Someh. Jaka Someh  tidak menyangka terhadap serangan dari tangan kiri babah liong yang begitu cepat dan mengandung tenaga dalam yang tinggi. Namun dia sadar dengan bahaya maut dari pukulan tersebut, dia pun langsung menjatuhkan diri kedepan dengan menggunakan jurus lompat pamacan untuk melepaskan diri dari serangan ganas babah liong. Jaka someh berguling di tanah beberapa kali dan langsung bangun dengan posisi sudah memasang kuda-kuda rendah sambil menghadap ke arah Babah Liong. Posisi tubuhnya sudah membalik menghadap ke arah Babah Liong. Babah Liong tertawa kepada Jaka Someh yang ternyata masih mampu menghindari jurus andalannya

“Ha…ha…bagus…bagus…saya senang mendapatkan lawan tangguh seperti kamu…tak di sangka di atas langit….masih ada langit…saya senang…sebagai pendekar…tak percuma kalau saya harus mati di tangan kamu…bukan mati sebagai seorang pesakitan…he…he…anak muda kamu hebat…tapi kehebatan kamu masih terhalang oleh perasaan kamu yang masih ragu untuk membalas serangan secara sungguh--sungguh…kamu tidak boleh ragu ketika bertarung…buang segala perasaan kasihan…kamu harus keluarkan semua energi kamu…ayo lawan saya dengan seluruh kemampuan kamu…jangan ragu…karena saya pun tidak akan sungkan untuk membunuhmu…hidup dan matilah sebagai pendekar…”.
Jaka Someh melongo mendengar perkataan Babah Liong. Dia mencoba meresapi segala perkataan Babah Liong.

Jaka Someh menyadari bahwa dirinya memang tidak suka melakukan konflik dengan orang lain. Dia akan memilih mengalah kepada orang lain. Rasa sungkannya tersebut seringkali berlebihan sehingga merugikan pada dirinya. Dia seringkali diremehkan dan dianggap sebagai orang yang lemah. Meskipun demikian Jaka Someh tidak pernah mempermasalahkan sikap orang lain yang meremehkannya, dia masih nyaman selama itu tidak membahayakan nyawanya. Jaka Someh berkata
kemudian Jaka Someh berkata
“Tuan….mohon hentikan pertarungan ini…saya…lebih baik mengaku kalah…”.
Babah Liong tertawa lagi mendengar ucapan Jaka Someh
“ha…ha… kamu tidak usah ragu…pendekar muda ayo kerahkan seluruh kemampuan kamu…saya senang apabila saya mati di tangan pendekar tangguh seperti kamu…saya tidak mau mati karena penyakit yang telah saya derita…tolong…jangan ragu untuk bertarung…saya bahagia jika bisa mati di dalam pertarungan…ingatlah pendekar muda kelemahan kamu sebenarnya ada pada sikap kamu yang selalu ragu…maka itu kamu jangan ragu-ragu lagi…ragu-ragu itu adalah kelemahan...ingatlah dalam hal apapun kamu tidak boleh ragu untuk bertindak…. putuskan ‘iya’ atau ‘tidak’…hanya itu saja, jangan sampai keraguan menguasai jiwa kamu…”.
Babah Liong merasa puas dapat berduel dengan Jaka Someh yang ternyata tidak gampang untuk di kalahkan, sudah lama dia tidak menghadapi lawan yang tangguh.  Namun dia harus segera mengakhirinya, karena tenaganya pun sudah mulai terkuras habis. Babah liong mulai memasang kuda-kuda sejajar dengan tangan menghadap ke depan. Mata babah liong  terpejam, dan mulai memusatkan tenaga dalamnya. Jaka Someh tahu babah liong sedang mengerahkan tenaga dalamnya, dia pun segera menyiapkan diri untuk menghadapi serangan  babah Liong. Jaka Someh memasang kuda-kuda rendahnya sambil mengatur pernafasannya, dia berkonsentrasi untuk menggunakan jurus ke tujuh yang telah di ajarkan haji Ibrahim. Jurus ke tujuh ini adalah jurus untuk mengumpulkan dan mengambil energy dari alam semesta untuk di simpan dalam tubuh.
Sambil menunggu serangan lawan, Jaka Someh tetap berkonsentrasi mengatur pernafasannya.  Dia melupakan keadaan sekitarnya, karena fokus kepada jurus ketujuhnya. Tak lama kemudian babah Liong berteriak sambil mengerahkan tenaga dalamnya yang dahsyat menyerang Jaka Someh. Mendapat serangan babah Liong, Jaka Someh segera bereaksi dengan membendung serangan tersebuta dengan tangan kananya. Prak...suara keras akibat benturan tangan keduanya terdengar begitu keras. Meskipun kelihatannya cuma dua pergelangan tangan yang saling beradu, namun sebenarnya mereka saling menyerang dengan menggunakan tenaga dalam yang hebat.  Jaka Someh mundur satu langkah, dan segera menguatkan pasangan kuda-kudanya. Dia  mengatur kembali nafasnya yang terasa sesak. Babah Liong juga mundur satu langkah. Kemudian berhenti dalam keadaan masih berdiri tegak tanpa bergerak sedikitpun. Matanya masih memandang Jaka Someh sambil tersenyum, tiba-tiba keluar darah segar dari mulutnya. Seketika badannya menjadi kaku. Wangli yang melihat gurunya tetap berdiri tegak namun tidak bergerak sedikitpun, menjadi kawatir. Dia pun mendekati dan menyentuh tubuh sang guru. Wangli terkejut karena tubuh gurunya terasa begitu dingin. Dengan sigap dia memeriksa nafas dan urat nadi gurunya. Wangli kemudian menangis karena sedih
“Guru telah meninggal...huh...huhh...”.
Rupanya benturan kedua tenaga dalam tadi telah merusak organ dalam babah Liong. Tidak tahu apakah luka dalamnya disebabkan  serangan tenaga dalam Jaka Someh ataukah karena penyakit yang di derita oleh bbah Liong. Wangli tahu bahwa gurunya memang sudah lama mengidap suatu penyakit yang telah menggerogoti raganya. Jaka Someh melihat wangli menangis,  dia meminta maap kepada wangli atas musibah tersebut 
 “saya meminta maap tuan...mestinya semua ini tidak perlu terjadi...” 
Wangli hanya terdiam, kemudian dia mengangkat jenazah gurunya dan diletakannya di atas kuda.  Lalu bersiap untuk meninggalkan tempat itu yang diikuti oleh 3 murid lainnya yang masih hidup. Memed yang sudah tewas juga dinaikan ke atas kuda oleh wangli dan kawan-kawanya. Sebelum pergi dia berkata kepada Jaka someh 
“Atas nama Guru, Saya minta maaf kepada anda karena telah banyak membuat kesalahpahaman, sebenarnya saya sudah  mencoba untuk mencegah kejadian ini...namun Tuhan berkehendak lain....mungkin ini jalan Tuhan untuk mewafatkan guru saya...sebagaimana yang beliau inginkan untuk mati dalam pertarungan...”.  
Wangli dan teman-temanya kemudian pergi meninggalkan Jaka Someh yang masih berdiri tegak.
loading...
Jaka someh mulai tersadar dengan keadaan sekitarnya. Suara ombak pantai selatan pun mulai terdengar bergemuruh kembali. Di lihatnya dari jarak yang agak jauh, beberapa warga berlarian ke arahnya. Mereka adalah beberapa pedagang yang juga sedang lewat di jalur itui. Mereka meninggalkan gerobaknya dan segera menemui Jaka Someh. Ternyata merekaturut menyaksikan pertarungan Jaka Someh dengan Babah liong yang terkenal sakti. Mereka bersyukur karena Jaka Someh telah mengalahkan ketua geng naga hitam itu yang selama ini menjadi momok menakutkan bagi para pedagang yang berada di wilayah selatan. Jaka Someh berbincang-bincang sebentar dengan rombongan para pedagang tersebut, kemudian kembali melanjutkan perjalanan pulangnya.



Bersambung ke Bab 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...