Jumat, 23 Februari 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 19. Sebuah Wejangan


Cerita Novel Silat Ksatria Ilalang


Dua hari dua malam Jaka Someh tak sadarkan diri. Menjelang hari ketiga,  kesadarannya berangsur-angsur pulih. Ketika membuka matanya,  tiba-tiba dia merasa pusing,  dunia dan isinya seakan berputar-putar. Jaka Someh kembali memejamkan matanya. 

Setelah pusingnya sudah mulai menghilang,  dia pun membuka kembali matanya. Di sadarinya bahwa sekarang dia berada di suatu ruangan kecil,  di dalam sebuah gubuk yang dindingnya terbuat dari bilik bambu yang sudah usang. Jaka Someh merasa heran bagaimana bisa dirinya berada di tempat itu,  dia berusaha untuk mengingat peristiwa yang baru di alaminya. Setelah beberapa saat ingatannya pun mulai pulih. 

Dia ingat,  terakhir kali dia terperosok di lereng bukit setelah bertarung dengan eyang karuhun. Dia telah dikalahkan oleh eyang karuhun dan sekarang mengalami luka dalam yang sangat serius. Tiba-tiba dia kembali menyadari keberadaannya yang ada di sebuah gubuk asing,  dalam hati dia berkata 

"Saya ada dimana ini? Apakah saya sudah mati dan sekarang berada di alam akhirat kah? Tapi, koq tempat ini seperti ruangan gubuk ya,  ". 

Tiba-tiba pintu gubuk itu terbuka,  seorang lelaki setengah baya masuk ke dalam ruangannya,  dia tersenyum kepada Jaka Someh sambil berkata,

"Sudah sadar jang, ? Alhamdulillah atuh, tiga hari ujang mengalami pingsan, Abah menemukan ujang tergeletak di dekat sungai di bawah bukit karuhun,  kondisi ujang waktu itu parah sekali, makanya badan ujang langsung abah balur pake ramuan obat yang abah buat, apakah ujang teh habis bertarung, ?" 

Jaka Someh merasa bersyukur telah diselamatkan oleh lelaki itu,  dia pun berkata kepada lelaki yang telah menyelamatkannya untuk mengucapkan rasa terima kasih

"Terima kasih abah, telah menyelamatkan nyawa saya, aduh, bagaimana caranya saya berterima kasih dan membalas kebaikan abah, ,  mohon maaf abah teh siapa, koq bisa tinggal di sini?" 

Lelaki itu tertawa kecil,  sambil berkata
"Hehehe, kebetulan saja atuh jang, ya memang sudah kewajiban kita untuk saling tolong menolong dengan sesama, oh ya abah teh biasa di panggil Ki Thiban,  abah tinggal disini,  kebetulan abah senang mengumpulkan berbagai tanaman yang ada di bukit ini untuk dijadikan ramuan obat-obatan. Rumah abah sendiri sebenarnya berada di kampung yang berada di bawah bukit ini jang".

Jaka Someh sekali lagi mengucapkan terima kasihnya pada Ki Thiban

"Sekali lagi saya ucapkan terima kasih,  abah, karena telah menolong saya". 

Ki Thiban hanya membalasnya dengan tersenyum. Tiba-tiba Jaka Someh ingat dengan cerita dari Pak Supar tentang tabib hebat yang telah menolong pendekar karuhun yang terluka,  dalam hatinya dia berkata

" Untung saya masih selamat dan di tolong oleh ki Thiban,  saya yakin beliau ini pastinya adalah cucu ki Sapri yang telah menolong pendekar karuhun dulu, duh beruntungnya saya bisa bertemu dengan ki Thiban secara langsung, " 

Jaka Someh pun kemudian terdiam. Ki Thiban berkata kepada Jaka Someh 

"Jang sekarang diminum dulu ya, ramuan obat dari abah ini, biar luka ujang cepat pulih dan kesehatan ujang bisa kembali seperti sedia kala, " 

Jaka Someh menuruti kata-kata Ki Thiban,  dia pun meminum ramuan obat dari ki Thiban. Obat itu terasa pahit namun mengandung rasa hangat dalam tubuhnya. 

"Terima kasih banyak aki telah menolong saya,  kalau tidak,  mungkin saya sudah meninggal, ". 

Jaka Someh mengucapkan terima kasih kepada KiThiban.

"hehehe, sama-sama ujang, tidak boleh berbicara begitu,  masalah hidup dan mati mah sudah ada yang mengatur, yaitu Gusti Allah, aki mah cuma melaksanakan kewajiban aki sebagai sesama manusia untuk saling tolong menolong, " 

Ki Thiban tersenyum kepada Jaka Someh.
"Oh iya, ujang teh sebenarnya kenapa bisa terluka parah, seperti ini?" 

Ki Thiban bertanya kepada Jaka Someh.
Mendapat pertanyaan ki Thiban,  Jaka Someh terdiam sesaat,  setelah menghela nafas, dia menceritakan pengalamannya bertemu dengan eyang Karuhun dan berduel dengannya.

"Saya kalah bertarung dengan seseorang yang di panggil sebagai eyang karuhun,  aki, Dia benar-benar sakti,  selama ini saya belum pernah kalah selama melakukan pertarungan,  banyak penjahat dan pendekar aliran hitam yang telah saya binasakan,  tapi ternyata  eyang karuhun kekuatannya di atas saya, "

Jaka Someh memuji kesaktian Eyang Karuhun yang telah mengalahkannya hingga nyaris tewas. Jaka Someh juga menceritakan perihal dirinya yang sedang berkelana dan telah banyak membasmi dan membunuh para penjahat yang dianggap meresahkan masyarakat. Ki Thiban hanya mengangguk-anggukan kepalanya. 

"Jang, saya juga sebenarnya merasa prihatin dengan kondisi masyarakat kita ini, kemiskinan dan kriminalitas merajalela di berbagai pelosok negeri ini, banyak masyarakat yang menderita karena korban kemiskinan dan kejahatan,  yang kuat menindas yang lemah,  seakan-akan yang berlaku adalah hukum rimba tapi jujur saja saya tidak setuju kalau ujang menggampangkan membunuh orang, kasihan jang, meskipun mereka seorang penjahat sekalipun, kalau memang mereka masih bisa di nasehati ya cukup di nasehati, di ajari ilmu yang baik dan bermanfaat, kalau pun terpaksa harus dengan cara kanuragan sebaiknya ujang cukup mengalahkan mereka saja, tanpa harus membunuh, kecuali kalau memang tidak ada jalan lain, ".

Ki Thiban meneruskan lagi perkataannya
"Jang Someh,  Ada dua jenis musuh yang keduanya memiliki cara yang berbeda untuk menghadapinya. Yang pertama adalah musuh dari jenis manusia dan yang kedua adalah setan yang berasal dari bangsa jin yang telah menjadi sekutunya iblis.
Untuk menghadapi manusia yang memusuhi kita,  Allah menasehati kita agar ber- muhsonaah dan ikhsan kepada mereka. Muhsonaah adalah dengan memberikan nasehat yang baik,  memberikan bujukan ,  rayuan yang baik,  memberi pengajaran ilmu atau pun dengan melakukan negoisasi sehingga mereka tidak lagi meneruskan perbuatan jelek atau jahatnya kepada kita. Sedangkan ikhsan adalah berbuat baik secara fisik seperti memberikan hadiah yang baik,  meringankan beban kehidupannya,  menolongnya dari kesusahan dan segala apapun itu,  yang sifatnya adalah bisa memberikan kebaikan kepadanya. 
Harapannya adalah agar mereka bisa kembali kepada fitrohnya manusia yaitu bisa saling memaafkan,  saling kasih sayang dan bisa saling menghormati serta tolong menolong di antara kita semua.
Berbuat baiklah kepada mereka,  hingga dapat berubah tabiat dan kebiasaan musuh yang selalu mengganggu kita.
Berdasakan dalil alQuran seperti pada ayat 96 surat almuminuun berikut ini
"Idfa' billatii hiya ahsanus sayyiata nahnu a'lamu bimaa yashifuun"
Secara terjemahan bahasa,  arti ayat tersebut adalah:
"Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan perbuatan yang baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan"

Ayat tersebut mengandung arti kurang lebih seperti ini,  jang someh:
"Balaslah orang yang berbuat buruk kepadamu dengan cara dan akhlak yang lebih baik,  dengan memaafkan mereka dan bersabar terhadap celaan dan kezalimannya. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan kepada Allah berupa tuduhan kesyirikan dan kedustaan,  dan apa yang mereka sifatkan pada dirimu berupa tuduhan yang tidak pantas kepadamu,  seperti  pada kasus nabi Muhammad,  orang musrik quraisy dulu pernah menuduh nabi Muhammad sebagai tukang sihir atau orang gila,  padahal Beliau adalah seorang utusan Allah"
Dalil dari surat al Araf ayat 199 juga mendukung pengertian itu
"Khużdil-'afwa wa'mur bil-'urfi wa a'ri 'anil-jāhilīn"

Artinya
"Jadilah engkau orang yang memaafkan dan serulah orang-orang untuk mengerjakan kebaikan (makruf) serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh"
Kejelekan tidak mesti harus di balas dengan kejelekan tapi bersabarlah jang,  balaslah kejelekan dengan kebaikan. Agar dunia ini bisa tentram dan damai. Itu adalah salah satu upaya kita untuk mewujudkan agama Allah rahmatan lil alamiin.
Namun berbeda untuk musuh kita yang berupa setan dari golongan jin yang telah menjadi bala tentara iblis,  hakekatnya mereka memang ingin selalu menjadikan manusia agar tersesat dari jalan kebenaran,  maka Allah berfirman dalam surat Araf ayat ke 200 tentang bagaimana cara menghadapi mereka

Wa immā yanzagannaka minasy-syaiāni nazgun fasta'iż billāh,  innah samī'un 'alīm
Artinya
"Dan apabila setan menimpamu dengan godaan atau gangguan maka mintalah perlindungan kepada Allah"
Jadi jang Someh,  kalau musuh yang kita hadapi itu adalah Setan yang memang secara fisik tidak terlihat oleh mata lahir kita,  maka satu-satunya cara untuk menghadapinya adalah hanya dengan berdoa,  memohon perlidungan kepada Tuhan seluruh alam. Berlindung dari segala perbuatan jeleknya setan tersebut,  karena Allah-lah sang Maha pencipta,  pemilik dan penguasa seluruh makhluk,  termasuk juga setan.
Jadi untuk menghadapi setan pastinya berbeda dengan menghadapi musuh berupa manusia. Kita tidak lagi membalas perbuatan jahat setan dengan memberikan kebaikan. Karena setan memang adalah musuh sejati kita yang akan terus berusaha untuk mencelakakan diri kita,  menyesatkan kita jauh dari jalan kebenaran,  tidak mungkin mereka akan mengasihi dan berbuat baik kepada kita meskipun kita berbuat baik kepada mereka seperti  memberikan suatu hadiah kepada mereka.
Setan tidak menerima suatu pemberian dan tidak dapat dipengaruhi oleh kebaikan yang kita berikan. Tabiat mereka memang jahat dan tidak ada yang dapat mencegahnya dari diri kita kecuali Tuhan yang menciptakannya. Beriman dan bertawakalah Jang, karena kekuasan setan tidak akan mampu mencapai pada diri orang yang meminta perlindungan kepada Tuhan seluruh alam,
Makanya jang Someh,  jangan jadikan setan sebagai kekasih tapi jadikanlah setan sebagai musuh yang memang harus kita jauhi, Berlindunglah kepada Allah SWT. Jangan takut kepada mereka tapi takutlah pada Yang Menciptakannya.
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Bahkan Allah menciptakan nabi Adam,  Bapak moyang kita,  langsung dengan menggunakan TanganNya Allah sendiri,  berbeda dengan makhluk-makhluk Allah lainnya,  Allah menciptakan mereka melalui Kehendaknya,  hanya dengan hanya mengucapkan kalimat "kun" maka jadilah mereka menjadi makhluk yang sesuai dengan kehendakNya,  
JangSomeh saya nasehatkan,  jangan lagi menggampangkan melakukan pembunuhan kepadamanusia, "

Ki Thiban berhenti sejenak,  kemudian kembali meneruskan wejangannya.

"Jang , Nyawa manusia itu bukanlah barang yang remeh, bahkan terhadap binatang saja kita tidak boleh sembarangan membunuh, boleh membunuh kalau memang ada alasannya,  seperti untuk kita makan atau karena khawatir akan bahayanya. Kita menyembelih ayam,  kambing atau kerbau supaya dagingnya bisa kita makan,  sehingga kita memiliki tenaga untuk tetap melanjutkan kehidupan kita yang berharga,  kita boleh membunuh ular atau binatang berbahaya lainnya,  karena khawatir mereka akan mencelakakan atau membunuh kita, tapi untuk nyawa manusia,  seyogyanya kita harus berusaha menjaga dan menghargainya, Hukum Qisos adalah sebagai lambang bahwa kita tidak boleh sembarangan menghilangkan nyawa orang lain, kalau sampai membunuh tanpa haq maka hukuman yang setimpal untuk dosa itu adalah dengan hukuman mati, itulah yang paling setimpal dalam menghilangkan nyawa manusia, Hukum qisos itu sebenarnya adalah untuk melindungi nyawa setiap insan kehidupan, agar kita selalu hati-hati untuk tidak berbuat aniaya kepada orang lain,  apalagi sampai membunuhnya. Untuk itu Jang,  kalau bisa jadikanlah hidup kita ini agar bermanfaat untuk kehidupan masyarakat pada umumnya, memelihara kehidupan supaya bisa lestari,  bukan justru untuk menghilangkan kehidupan orang lain, tegakanlah keadilan, dan sejahterakanlah umat manusia, agar bisa hidup tentram dalam keridhoan Allah Yang Maha Mulia, Allah menciptakan makhluk-makhluk nya tersebut bukan untuk di sia-siakan, "

Jaka someh terkesima mendengar pituah dari Ki Thiban. Dia hanya bisa menganggukan kepalasebagai tanda setuju kalau dia juga menghargai pada nilai-nilai kehidupan.

"Iya ,  kyai, terima kasih atas pituahnya, Insya Allah mulai sekarang saya akan mencoba untuk menghindari pembunuhan, ". 

Ki thiban tersenyum mendengar ucapan Jaka someh. Ki Thiban melanjutkan lagi ucapannya
"Sebenarnya kalau kita mampu mewujudkan pemerintahan yang berdaulat,  yang memiliki hukum yang adil dan tegak,  yang di dukung oleh kekuatan yang baik, Insya Allah akan tercipta kehidupan masyarakat yang madani, dimana satu sama lain bisa saling menghormati, rukun dan guyub, saling mengerti hak dan kewajiban,  sehingga tingkat kriminalitas juga Insya Allah akan berkurang jauh, rakyat bisa hidup sejahtera dan merasa aman tentram, ". 

Jaka someh terdiam mendengarkan ucapan Ki Thiban. Entah kenapa dia merasa hormat kepada Ki Thiban,  apalagi jaka Someh mendengar bahwa Ki Thiban juga seorang kyai yang pernah belajar ilmu agama di mekkah atau madinah. Beliau pernah bermukim selama kurang lebih sepuluh tahun di sana.

Setelah beberapa minggu,  Jaka Someh sudah kembali sehat seperti sedia kala. Luka-lukanya sudah seratus persen sembuh. Namun dia tidak berniat untuk pergi meninggalkan tempat itu. Dia meminta ijin kepada Ki Thiban untuk belajar ilmu agama sekaligus ilmu pengobatan. Ki Thiban pun mengijinkan keinginan Jaka Someh tersebut. Sungguh beruntung Jaka someh dapat mendalami ilmu agama dari Ki Thiban. Bahkan dia juga belajar ilmu pengobatan. 

Jaka someh banyak di kenalkan dengan berbagai jenis tanaman yang di anggap memiliki khasiat untuk kesehatan dan pengobatan. Hatinya begitu senang,  dari semenjak kecil Jaka Someh sudah menyukai dengan dunia tanam-tanaman dan sekarang dia memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai manfaat atau khasiat yang terkandung di dalam tanam-tanaman tersebut. Berbeda tanaman maka berbeda pula zat kandungan dan manfaatnya bagi tubuh manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...