Rabu, 14 Februari 2018

Cerita Novel "Sang Pendekar" Bab 8. Maung Gunung


Cerita Novel silat Ksatria Ilalang


Tiga minggu setelah kebakaran hutan, kampung Cikaret di hebohkan oleh hilangnya beberapa kerbau peliharaan mereka. Menurut warga yang menyaksikan, kerbau-kerbau tersebut telah di mangsa oleh harimau. Suasana kampung  menjadi mencekam karena teror maung alias harimau liar yang siap memangsa mereka. Jaka Someh mendengar peristiwa tersebut dari seorang warga yang ia jumpai sewaktu pulang ke gubuknya. Warga tersebut memperingatkan Jaka Someh
“jang hati hati, ada maung yang sedang berkeliaran sampai masuk kampong, sudah ada tiga kerbau yang menjadi mangsanya...”.
Jaka Someh menjadi penasaran, dia bertanya kepada orang itu
Maungnya masuk kampung tidak, pak? apakah ada korban dari warga...?”.
Bapak itu menjawab pertanyaan Jaka Someh
“iya maungnya masuk ke kampung, jang. Tapi untungnya dia hanya memangsa hewan ternak saja...sampai sekarang maung itu masih berkeliaran...belum tertangkap...tidak ada yang berani untuk menangkapnya…yang ada malah kita  nanti di mangsanya...”.
Setelah mendengar ucapan orang itu, Jaka someh mengucapkan terima kasih karena telah diperingatkan
“iya pak, terima kasih banyak atas informasinya. Insya Allah saya akan berhati-hati...” 
Bapak itu pun pulang menuju rumahnya di kampung Cikaret. Dia berjalan tergesa-gesa meninggalkan Jaka Someh yang sedang sendirian. Jaka Someh berkata dalam hatinya
“Koq tumben baru sekarang ada maung masuk ke perkampungan warga...?”
Jaka Someh menjadi terus memikirkan maung itu
“jangan-jangan ini gara-gara kebakaran hutan tempo hari itu ya...?  iya, tampaknya memang gara-gara itu...Kalau hutannya rusak, tentunya hewan-hewan jadi kehilangan tempat tinggal, sebagian mungkin ada yang mati terbakar, lainnya yang masih hidup akan pindah mencari tempat tinggal baru dan meninggalkan hutan ini, sehingga jumlah populasi hewan pun akan berkurang drastis, makanya maung itu merasa kesulitan mencari mangsa sehingga nekat masuk ke perkampungan warga...mungkin karena kelaparan...wah bisa bahaya ini...”.
Setelah berpikir beberapa saat, Jaka Someh kembali melanjutkan perjalanannya menuju gubuk yang sangat dia cintainya.
Tiga hari setelah bertemu warga yang memperingatkan tentang maung yang masuk perkampungan, Jaka Someh mendapat informasi lagi bahwa sekarang sudah ada warga yang telah di mangsa maung. Warga itu meninggal dalam keadaan yang tragis, tubuhnya terkoyak-koyak. Sebagian anggota badannya telah hilang, yaitu dari kaki sampai bagian bawah perutnya.  Suasana kampung menjadi semakin mencekam. Para warga menjadi was-was untuk beraktivitas di malam hari, mereka takut menjadi mangsa maung ganas yang sedang kelaparan.
Jaka Someh merasa prihatin dengan keadaan para warga. Dia pun memikirkan bagaimana cara menangkap maung itu. Jaka Someh tahu, ini sebenarnya akibat dari kesalahan mereka juga yang telah berani merusak kelestarian hutan, tempat tinggal maung itu. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, bagaimanapun juga sekarang dia harus berusaha menyelamatkan para warga dari maung liar itu.
loading...
Hari itu Jaka Someh tidak pergi ke ladangnya. Dia memilih pergi ke pinggiran hutan untuk mencari jejak maung yang masuk ke perkampungan. Setelah menelusuri sekian lama, Jaka Someh berhasil menemukan jejak maung tersebut. Setelah berhasil mendapatkan jejak maung,  Jaka Someh kemudian menyempatkan diri untuk pulang dulu ke gubuknya. Bakda Isya Jaka Someh kembali keluar dari gubuknya, mengikuti jejak-jejak maung yang telah dia temukan. Rencananya dia akan menguntit maung itu. Setelah berada di pinggir hutan, Jaka Someh memanjat pohon yang tinggi untuk mengamati keadaan di sekitarnya. 

Setelah sabar menunggu, akhirnya dia melihat seekor maung sedang berjalan menuju arah perkampungan. Mata maung tampak bersinar dalam kegelapan malam. Dengan hati hati, Jaka Someh membuntuti maung itu. Dia berlompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Setelah sampai di perkampungan, maung itu pun mulai berkeliling-keliling, mencari sesuatu yang bisa di jadikan mangsa. Dengan langkah perlahan, maung itu berjalan ke arah kandang kerbau milik salah satu warga. Suasananya begitu sepi, tidak ada satu warga pun yang berani keluar, mereka takut menjadi mangsa maung yang sedang lapar tersebut. Kerbau yang di dekati oleh maung tampak gelisah dan ketakutan. Maung itu berjalan mengendap-endap, dia mengendus ke arah belakang kerbau, yang ukurannya lebih besar dari tubuh maung. Kemudian dengan sekali lompatan, maung itu langsung menerkam dan menggigit leher kerbau. Kerbau naas itu pun hanya mampu melenguh...kemudian roboh ke tanah dengan bersimbah darah akibat luka gigitan sang maung. Jaka Someh terkesima melihat kejadian itu. Dia kagum dengan kekuatan maung yang mampu merobohkan kerbau meskipun ukurannya tidak sebanding dengannya. Jaka Someh tahu bahwa tidak mudah untuk merobohkan seekor kerbau. Dia pernah melihat orang yang menyembelih kerbau dan perlu 10 orang dewasa yang bertenaga untuk berhasil merobohkannya. Sekarang dia melihat maung itu merobohkannya cukup sendirian dengan mudahnya. Jaka Someh merasa mendapat pelajaran berharga bisa melihat peristiwa tersebut. Paling tidak ada tiga hal, yang menurut Jaka Someh kenapa maung itu bisa berhasil merobohkan si kerbau dengan cepat, yaitu senjata yang digunakan maung berupa gigi taring yang kuat dan tajam, kecepatan dan ketepatan waktu saat menyerang, serta strategi maung dalam melakukan serangan mendadak ke mangsanya.
Setelah kerbaunya mati, maung itu pun menyeretnya ke tempat yang aman dan tersembunyi agar bisa nyaman untuk menyantap nya.  Jaka Someh kemudian melompat dan mendekati si maung. Maung itu menjadi kaget dan marah, melihat ada orang yang berani mengganggu makan malamnya. Hewan itu pun langsung menerjang Jaka Someh, namun Jaka Someh yang sudah mempersiapkan diri, langsung merendahkan kuda-kudanya sambil egos, menghindari terkaman maung. Mata Jaka Someh mengincar leher maung tadi, setelah merubah posisi tubuhnya, Jaka Someh langsung menebas leher maung itu dengan sabetan goloknya.
Jaka Someh merasa terkejut karena ternyata maung itu  mampu menghindari tebasan goloknya dengan cara memelantingkan tubuhnya ke arah belakang. Jaka someh sesaat terdiam, melihat ke arah maung yang sudah bersiap-siap untuk menerkamnya. Mata mereka pun saling bertatapan. Sesaat kemudian maung itu kembali melompat ke arah Jaka Someh.  Jaka someh mencoba menyambutnya dengan mengayunkan goloknya ke arah sang maung. Jaka Someh kembali di buat terkejut, keringat dingin tiba-tiba keluar dari keningnya. Maung tersebut ternyata mampu menyerang tangan Jaka Someh dengan cakarnya. Goloknya pun terpelanting, dengan luka parah di pergelangan tangan. Darah terlihat mulai bercucuran  dari tangan Jaka Someh. Maung itu pun dengan ganasnya mulai menyerang Jaka someh dengan sambaran cakarnya. Duag, Jaka Someh merasa copot jantungnya terkena cakaran maung di dadanya. Dia langsung menjatuhkan diri ke arah belakang untuk mengurangi efek dari serangan maung itu. Dadanya terasa sesak dan sakit seakan-akan di timpa oleh suatu tenaga besar yang luar biasa. Bajunya terlihat robek dan ada darah di dadanya akibat cakaran maung. Untunglah lukanya tidak terlalu dalam, karena Jaka someh waktu itu masih sempat menjatuhkan diri ke belakang untuk menghindari cakaran maung. Jaka someh terjatuh ke tanah sambil menahan rasa perih yang luar biasa. Belum hilang rasa kagetnya, maung itu pun langsung melompat lagi ke arah jaka someh yang masih terjatuh di tanah, bersiap untuk menerkamnya. Jaka someh sadar dengan maut, dia pun mengucap
“Astagfirulloh....”
Sambil dia berusaha menggulingkan badannya ke arah samping untuk menghindari terkaman maung tersebut. Dengan sisa-sisa tenaganya Jaka Someh berusaha untuk bangkit. Dia pun kembali memasang kuda-kudanya  bersiap menghadapi serangan maung selanjutnya. Sepintas terlihat olehnya, goloknya tergeletak tidak jauh dari sisi kanannya. Sambil matanya tetap waspada terhadap serangan maung, Jaka someh berpikir keras untuk bagaimanan caranya mengambil golok itu, matanya sedikit melirik ke arah golok. Setelah sekian detik saling bertatapan, maung itu pun kembali melanjutkan serangannya, melompat ke arah jaka someh. Jaka someh langsung menghindarinya dengan berguling ke arah kanan sambil berusaha mengambil goloknya yang ada di tanah. Karena gagal dengan serangannya, maung itu pun langsung kembali menyerang Jaka Someh dengan  berusaha menerkam Jaka Someh. Untunglah Jaka Someh telah berhasil mengambil goloknya. Dengan memasang kuda-kuda rendah dia langsung menyabetkan goloknya tersebut ke arah leher maung yang sedang melompat untuk menyerang...bret...bret...
Sabetan goloknya tepat mengenai sasaran. Ketajamannya telah melukai leher maung yang langsung terpelanting ke belakang. Dia mengaum beberapa kali karena marah terkena sabetan golok Jaka Someh. Darah bercucuran dari leher maung. Maung itu berusaha untuk bangkit, namun langsung terjatuh kembali. Aumannya pun semakin melemah. Beberapa saat kemudian, maung itu pun tergeletak lemah kehabisan darah dan mulai sekarat....akhirnya dia tergolek di tanah dan mati. Jaka Someh berkata pada maung yang sudah mati tersebut sambil memegangi pergelangan tangannya yang berdarah karena terkena cakaran maung
“Saya minta maap...maung... saya terpaksa membunuhmu untuk menyelamatkan warga kampung disini. Saya tidak tahu bagaimana lagi cara melumpuhkan kamu tanpa harus membunuh”.
Jaka Someh merasa sedih karena telah membunuh maung itu. Kemudian dia membuat tulisan di daun lontar yang dia letakan di atas tubuh maung yang mati:
“KEPADA SEMUA WARGA...INI SEBAGAI PELAJARAN KARENA TELAH MERUSAK HUTAN YANG MENJADI TEMPAT TINGGAL PARA HEWAN TERMASUK MAUNG INI...SEMOGA BAPAK-BAPAK SEKALIAN, TIDAK LAGI MEMBAKAR HUTAN SECARA SEMBARANGAN, KARENA APABILA HUTANNYA DIRUSAK BISA MENYEBABKAN BENCANA YANG TIDAK DAPAT KITA DUGA SEPERTI KEJADIAN INI...MUSIBAH YANG BARU SAJA KITA ALAMI SEBENARNYA BELUM SEBERAPA, APABILA ALAM SUDAH SEDEMIAN RUSAK MAKA BISA MENGAKIBATKAN BERBAGAI BENCANA BESAR LAINNYA SEPERTI LONGSOR, BANJIR, KEKERINGAN DAN KELAPARAN”.
Sebagai manusia yang diberi akal kita di beri tugas oleh Sang Maha Pencipta untuk mengelola bumi ini agar tetap selalu lestari, agar dapat kita manfaatkan secara berkelanjutan, untuk itu kita seharusnya tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan ini hanya karena alasan ekonomi semata. Jangan malas dan serakah.
Esok harinya warga kampung Cikaret menjadi heboh karena melihat ada bangkai kerbau dan maung yang berlumuran darah. Mereka membaca tulisan yang di tulis oleh Jaka Someh. Meskipun mereka tidak tahu siapa yang telah menulis tulisan dan membunuh maung itu, namun mereka merasa bersyukur dan berterima kasih kepada penolong misterius. Semua warga merasa bahagia dan bersyukur karena telah lepas dari bahaya maung ganas yang mengancam hidup mereka. Mereka pun berjanji untuk tidak lagi merusak hutan.

Bersambung ke bagian 9
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...