Minggu, 18 Februari 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 9. Jurus Aliran Keras yang Mematikan


Cerita Novel Silat Ksatria Ilalang


Suasana kampung Cikaret sudah kembali menjadi normal. Jaka Someh sudah beraktivitas seperti biasanya, yaitu berlatih silat dan mengelola ladang pertaniannya. Luka di pergelangan tangan dan dadanya pun sudah kembali sembuh. Ketika matahari sudah mulai surut, dia pulang ke gubuknya di lereng gunung halimun. Karena hari sudah mulai gelap, Jaka Someh menyalakan  lenteranya.  Selesai shalat magrib, dia memasak air panas. Malam itu dia ingin membuat minuman dari jahe. Sambil menyiapkan nasi yang telah dia masak di waktu pagi, Jaka Someh membuat sambal sederhana yang hanya terdiri dari cabe, bawang merah, bawang putih dan tomat. Kesemua bahan tersebut dia peroleh dari pekarangan gubuknya. Kemudian dia membakar ikan nila, hasil tangkapanya tadi siang. Ketika Jaka Someh mau menyantap hidangannya, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang mengucapkan salam 
“assalamualaikum…sampurasun. mohon maap mengganggu...apakah ada orang di rumah ini?” Jaka Someh membalas salam itu,
“wa alaikum salam, iya pak, tunggu sebentar…”
Dia membuka pintu gubuknya, di lihatnya ada seorang laki-laki separuh baya sedang berdiri di depan pintu gubuknya. Pakaiannya tampak lusuh, namun wajah lelaki itu tampak bersih dan berwibawa. Jaka Someh bertanya kepada lelaki itu
“permisi bapak siapa ya...? koq bisa sampai ke sini? Saya yakin bapak bukan warga kampong di sekitar sini... “.
Lelaki itu menjawab pertanyaan Jaka Someh
“nama saya haji Ibrahim, saya sedang musafir, sedang melakukan perjalanan jauh... saya berasal dari daerah cianjur...”. 
Jaka Someh pun mempersilahkan masuk kepada tamunya
“mangga atuh pak, silahkan masuk ke gubuk saya yang sederhana ini...mohon maaf apabila keadaannya kurang berkenan di hati bapak”
setelah dipersilahkan masuk, tamu itu pun masuk ke dalam gubuk.
“Terima kasih jang...rumah ini terasa nyaman untuk saya... justru saya minta maap karena merepotkan ujang...”
Jaka Someh pun menjawab,
“Syukur atuh pak, kalau bapak merasa nyaman berada di gubuk saya...berhubung saya sudah menyiapkan makan malam, sekarang mah kita makan dulu saja ya pak... sok mangga atuh pak...jangan sungkan-sungkan...he...he...makan seadanya ya...”
Haji Ibrahim tersenyum mendapatkan tawaran makan malam dari jaka someh
“Alhamdulillah dapat rejeki, saya jadi merasa enak...kalau begitu bapak ikutan makan saja, ya jang...? he...he...tidak baik atuh jang kalau menolak rejeki mah...pamali...”.
Tanpa malu-malu, haji Ibrahim pun makan bersama jaka Someh. Jaka Someh tertawa melihat haji Ibrahim yang nampak tidak sungkan menerima tawaran makan darinya. Mereka menikmati makan sambil mengobrol ngalor kidul. Suasana nya begitu akrab padahal mereka baru bertemu bahkan belum saling kenal satu dengan yang lainnya. Jarang sekali jaka someh kedatangan tamu seperti haji Ibrahim. Beberapa kali memang pernah ada beberapa penduduk kampung cikaret yang ikut menginap di gubuknya karena sedang ada urusan di gunung Halimun, namun tamu yang datang dari jauh, baru haji Ibrahim ini saja.  Setelah selesai makan, Jaka Someh menyuguhkan minuman jahe kepada tamunya tersebut. Mereka pun kembali asyik mengobrol menceritakan berbagai hal, namun yang paling banyak adalah tentang kehidupan Jaka Someh sehari-hari. 
Jaka Someh sempat menceritakan sedikit tentang latihan silatnya kepada haji Ibrahim. Haji Ibrahim mendengarkan cerita Jaka Someh dengan seksama. Beliau juga bercerita sedikit tentang dirinya, terutama tentang pengalamannya berkelana ke berbagai wilayah di tanah pasundan, yang hanya sekedar untuk menambah wawasan kehidupannya. Jaka Someh merasa senang mendengar cerita dari Haji Ibrahim yang telah berkelana ke berbagai wilayah, dia pun ingin menjadi seorang pengelana seperti haji Ibrahim, berkelana menjelajah ke berbagai wilayah yang masih asing. Baginya itu adalah pengalaman yang luar biasa. Hal itu untuk menggosok jiwanya agar lebih matang dan kuat.
Setelah malam semakin larut, jaka Someh mempersilahkan tamunya untuk beristirahat di bale-bale bambunya. Dia merasa senang bisa mendapatkan teman yang bisa diajaknya untuk mengobrol, sehingga hidupnya tidak lagi kesepian. Haji Ibrahim juga merasa senang dengan keramah tamahan Jaka Someh yang penuh dengan ketulusan. Bagi Haji Ibrahim Jaka Someh adalah seorang pemuda yang memiliki budi pekerti yang baik, selain sopan dia juga sangat tulus menghomati tamunya. 
Keesokan pagi setelah sarapan, haji Ibrahim berkata pada Jaka Someh
“Jang Someh, saya berterima kasih atas kebaikan ujang menerima saya di sini, sebelum pergi melanjutkan perjalanan, saya ingin membalas kebaikan ujang pada saya, tapi saya tidak punya apa2...”
Jaka Someh tersenyum mendengar ucapan haji Ibrahim
“wah bapak ini kayak ke siapa saja... gak apa-apa atuh pak...saya teh...benar-benar ikhlas...tidak perlu bayar-bayaran segala...bahkan saya  senang kalau Bapak tinggal di sini lebih lama lagi...biar saya punya teman...he...he...”
Haji Ibrahim tertawa kepada Jaka Someh, kemudian dia berkata
 “ he...he..iya Jang terima kasih banyak...saya minta maap tidak bisa memberikan barang yang berharga untuk ujang...namun karena ujang pernah bercerita ke saya, bahwa ujang sekarang sedang belajar ilmu silat sendirian saja...maka perkenankan saya untuk berbagi pengetahuan yang saya miliki, saya ingin berbagi beberapa jurus silat yang saya miliki...mudah-mudahan saja bisa bermanfaat untuk Jang Someh...”
kata haji Ibrahim. Kemudian haji Ibrahim pun melanjutkan lagi perkataannya
“mungkin ini teh cuma jurus sederhana tapi kalau ujang rajin dan yakin dalam melatih nya...Insya Allah jurus ini bisa memberi kemanfaatan dan keberkahan buat ujang kelak...”
Jaka Someh menjawab
“Alhamdulillah atuh pak, saya teh seneng sekali kalau bapak mau memberi pelajaran ilmu silat...tolong ajari saya, pak”.
Deg-degan rasanya Jaka Someh mendengar akan di ajari beberapa jurus oleh Haji Ibrahim, rasanya dia tidak sabar untuk segera mendapatkan pelajaran baru.
Pagi itu juga Jaka Someh mendapatkan pelajaran ilmu silat dari haji Ibrahim. Ada tujuh jurus yang diajarkan kepada Jaka Someh, semua gerakannya di barengi dengan olah pernapasan. Jurus ke satu tentang ilmu pukulan, yaitu memukul dan menarik dengan cepat. Pukulannya tanpa awalan, agar tidak bisa di tebak oleh lawan, dan di lancarkan dengan keras, cepat dan spontanitas. Jurus kedua tentang cakaran atau bisa juga untuk tangkisan. Jurus ini juga melatih kekuatan dari cengkeram jari-jari untuk menghancurkan benda keras dan mengoyakan daging, dengan cara mencakar dan mencengkeram. Jurus ketiga tentang teknik mengunci dan membuka kuncian, serta teknik tangkapan dan dorongan. Jurus ke empat tentang ilmu bantingan yang dapat menghancurkan kepala dan mematahkan berbagai persendian dan tulang. Jurus kelima tentang ilmu sodokan maut untuk menghancurkan berbagai organ vital dan saraf-saraf yang ada dalam tubuh lawan. Jurus ke enam tentang latihan kombinasi, yaitu mengkombinasikan berbagai gerakan dalam variasi yang tidak terbatas, ada kombinasi tangkisan, pukulan dan bantingan, jurus ke enam ini adalah sebagai dasar untuk pengembangan jurus yang tanpa batas. Sedangkan Jurus ke tujuh adalah tentang olah nafas dan pikiran, yang berguna untuk melatih dan mengumpulkan energi dari alam agar bisa di salurkan dan di simpan ke seluruh tubuh.
Jurus-jurus yang diajarkan haji Ibrahim begitu berbahaya dan mematikan karena mengarah pada berbagai titik kelemahan lawan, diantaranya bisa digunakan untuk membutakan mata lawan, menghancurkan tengkorak lawan, menghancurkan tenggorokan lawan, mencongkel dan membelah persendian yang ada di tengkorak lawan, mematahkan setiap persendian lawan, meremukan tulang-tulang lawan, menghancurkan organ vital lawan dan lainnya. Selain jurus tersebut digunakan untuk menghancurkan lawan, jurus-jurus tersebut juga bermanfaat untuk membangkitkan dan memperkuat tenaga dalam serta meningkatkan kekuatan tubuh bagi orang yang melatihnya.
Haji Ibrahim berkata pada Jaka Someh “awas jang, kamu tidak boleh menggunakan jurus-jurus ini secara sembarangan, gunakan kalau kondisi  sedang kepepet saja...karena ini adalah Jurus aliran keras untuk menghancurkan lawan...”
Haji Ibrahim juga mengajarkan teknik untuk menghadapi lawan yang banyak, dengan menggunakan jurus langkah Empat Kelima Pancar. Meskipun hanya kombinasi langkah-langkah kaki sederhana yang memanfaatkan empat arah mata angin dan satu pusat sumbernya (pancar), jurus ini bermanfaat ketika menghadapi serangan yang dilancarkan oleh banyak musuh dari berbagai arah. Jurus langkah Empat Kelima Pancar ini sebenarnya adalah teknik mengubah posisi kita terhadap kedudukan lawan, sehingga posisi kita bisa lebih strategis terhadap lawan. Haji Ibrahim berkata
“Posisi tubuh itu menentukan jang, kalau kita berada pada posisi yang tidak benar maka selain serangan kita tidak efektif, kita juga bisa mudah dikalahkan lawan, makanya langkah kaki dan bentuk kuda-kuda memiliki peranan yang penting dalam silat.”
Jaka Someh yang begitu serius mendengarkan penjelasan dari haji Ibrahim, hanya menjawab dengan singkat “baik pak, saya mengerti”.
Sebelum mengakhiri pelajarannya, Haji Ibrahim pun menyampaikan lagi wasiatnya
“Jang Someh, Ujang harus ingat, Ilmu silat ini adalah ilmu kehidupan, untuk meneruskan hidup kita yang penuh makna, semua jurusnya ini berasal dari keinginan kita untuk tetap bisa melanjutkan kehidupan yang sedang dalam keadaan terancam, Jadi ilmu silat ini adalah tentang semangat kita yang ingin mempertahankan hidup yang berharga dan penuh dengan nilai. Hidup itu memiliki siklus, jang... Hidup-mati-mati-hidup, kembang menjadi buah-buah menjadi kembang, berusahalah dan bertawakalah, ada keras-ada juga kelembutan, semuanya saling menggantikan, kalau tidak mampu dengan cara halus ya coba dengan cara keras, kalau tidak mampu dengan cara keras ya cobalah dengan cara halus...semuanya itu saling mengisi...”
Mendengar perkataan haji Ibrahim, Jaka Someh hanya bisa mengangguk, meskipun sebenarnya dia masih belum begitu mengerti dengan maksud dari ucapan dari Haji Ibrahim tersebut.
Banyak sekali pelajaran yang telah Jaka Someh terima dari haji Ibrahim. Ilmu dan kepandaian Jaka Someh sebelum belajar ke haji Ibrahim ternyata belum ada apa-apanya. Padahal Jaka Someh waktu itu sudah cukup bangga dapat mengalahkan seekor harimau ganas dengan  tebasan goloknya. Ternyata di atas langit memang masih ada langit. Jaka Someh yang selama ini sudah berlatih silat dengan sangat keras ternyata masih cetek di bandingkan ilmu silatnya haji Ibrahim. Bagaikan orang yang haus akan ilmu, Jaka Someh pun banyak menyerap pelajaran yang berharga dari haji Ibrahim.
Haji Ibrahim berkata pada Jaka Someh
“jang Someh, untuk menggunakan jurus-jurus ini, kuda-kuda ujang harus kuat dan kokoh, karena kuda-kuda itu adalah pondasi dasar, agar kita bisa kuat maka tubuh kita juga harus bisa menyatu dengan bumi, ujang harus membayangkan seakan-akan kita adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan bumi, harus menyatu dengan bumi agar bisa mengambil energi yang ada di bumi sehingga kita bisa salurkan melalui tubuh kita, untuk menghancurkan musuh-musuh yang sedang mengancam kita...”
 Jaka Someh cuma bisa mengiyakan “baik pak, saya juga akan melatih kuda-kuda saya agar lebih kuat lagi..”
Jaka Someh kali ini tidak banyak berkata-kata, hanya mampu mengatakan “ya”, dan “baik, pak”. Dia begitu serius mempelajari ilmu yang diajarkan haji Ibrahim, seakan-akan dia kawatir apabila ada pelajaran yang terlewatkan olehnya.
Tanpa terasa, sudah tujuh hari Jaka Someh belajar ilmu silat kepada haji Ibrahim. Pada hari kedelapan haji Ibrahim pun berpamitan kepada Jaka Someh untuk melanjutkan perjalanannya. Jaka Someh merasa sedih ditinggalkan oleh guru yang baru dikenalnya itu. Namun Jaka Someh tidak mampu mencegah keinginan haji Ibrahim untuk melanjutkan perjalanannya. Jaka Someh berterima kasih kepada haji Ibrahim yang telah mau mengajarkan pelajaran silat. Haji Ibrahim akhirnya pergi meninggalkan Jaka Someh. Jaka Someh tidak tahu bahwa haji Ibrahim adalah seorang pendekar yang melegenda sebagai maha guru dari berbagai aliran silat di tanah pasundan seperti aliran silat cikalong dan berbagai aliran silat lainnya. Penulis sendiri sebenarnya masih bingung dengan nama haji Ibrahim. Ada dua versi tentang nama haji Ibrahim dalam cerita ini yaitu ada yang mengatakan bahwa haji Ibrahim di sini maksudnya adalah seorang syekh bernama Maulana Malik Ibrahim (beliau di anggap sebagai salah satu wali di tanah Jawa) atau ada yang mengatakan bahwa haji Ibrahim ini  adalah Raden Jaya Perbata yang kemudian mengganti nama setelah menunaikan ibadah haji ke mekah menjadi Raden haji Ibrahim. Penulis menganggap bahwa haji Ibrahim dalam cerita ini adalah Raden Jaya Perbata sesepuh dari perguruan silat Cikalong yang terkenal di tanah Pasundan. Wallahu alam...
Sepeninggal Raden haji Ibrahim, Jaka Someh bertambah giat dalam latihannya. Dia terus menerus melatih ilmu silatnya secara berulang-ulang setiap hari. Meskipun gerakan jurusnya tampak sederhana, namun ketika dia mempraktekan jurusnya secara sungguh-sungguh, ternyata baru jurus ke satu saja, nafasnya sudah terengah-engah. Bajunya pun basah oleh keringat yang bercucuran. Jaka Someh yang memang pantang menyerah, terus berusaha melatihnya dengan disiplin. Setelah satu tahun lebih barulah dia mampu menguasai kesemua jurus, mulai dari jurus ke satu sampai jurus ke tujuh tanpa nafasnya terengah-engah. Ketika selesai mempraktekan sampai jurus ke tujuh, tubuh Jaka Someh nampak mengeluarkan asap, menandakan tubuhnya menjadi panas karena pengaruh energi besar yang ada dalam seluruh tubuhnya. Demikianlah setiap hari dia masih terus menerus melatih ilmu yang telah di ajarkan oleh haji Ibrahim, sehingga seluruh badannya pun menjadi bertambah keras dan pejal.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...