Cerita Novel Silat Ksatria Ilalang |
Sudah
2 Tahun Jaka Someh berlatih ilmu silat. Seperti biasanya, setiap bulan dia
mengunjungi kediaman Aki Sudin. Sambil memikul barang bawaan hasil panen, dia
berjalan tegap menuju desa Cinangka.
Sesampainya
di kediaman Aki Sudin, seperti biasanya Jaka someh di sambut penuh keramahan oleh Aki sudin dan Nini
Esih. Mereka sudah menganggap Jaka Someh seperti cucunya sendiri. Demikian juga
dengan Jaka someh yang menganggap mereka sebagai kakek dan neneknya sendiri.
Hari
itu, Nini Esih sedang sibuk memasak sesuatu
di dapur.
“Eh Nini sedang membuat
apa...koq kelihatan sibuk sekali...?”
Jaka
someh bertanya penasaran kepada Nini esih.
“Ini loh ...cucuku...nini sedang membuat minyak kelapa...”
Kata Nini Esih
“Minyak kelapa...? memangnya
untuk apa Nini...?”
Kata
Jaka someh merasa heran. Dia memang belum tahu banyak tentang minyak kelapa.
Selama ini, untuk memasak makanan,
Jaka Someh hanya menggunakan metode membakar, merebus dan mengukus saja.
“Ya buat masak ...biar masakannya menjadi lebih enak dan
gurih...bisa juga untuk meminyaki rambut biar kelihatan hitam dan sehat...atau bisa
juga untuk melembabkan kulit...wah
pokoknya banyak manfaatnya...itu waktu kamu
dibalur
tangan oleh
si aki, kan menggunakan campuran minyak kelapa juga...masa kamu tidak tahu...?”.
Nini
Esih berusaha memberi penjelasan.
Jaka
someh mengangguk-anggukan kepalanya.
Jaka
someh memang selalu merasa tertarik pada hal-hal yang baru dia temui. Dia
kemudian banyak bertanya kepada Nini Esih mengenai cara membuat minyak kelapa.
Nini Esih pun dengan senang hati menjelaskannya.
Dengan
sabar dan telaten, Nini Esih terus mengaduk-aduk santan kelapa tua yang ada
dalam wajan besar itu. Dia terus mengaduk-aduk secara kontinyu dan lama. Sampai
akhirnya terbentuk minyak dan limbahnya yang berupa blondo. Jaka someh terus
memperhatikan kegiatan itu.
Jaka
someh merasa senang karena mendapatkan ilmu pengetahuan baru dari Nini Esih.
Setelah
puas belajar cara membuat minyak kelapa, malamnya dia kembali mulai berlatih
silat bersama Aki sudin dipekarangan rumah.
Melihat kemampuan Jaka someh yang semakin
pesat, Aki Sudin merasa bangga. Dalam
hati, beliau berkata
“ Hebat kamu jang
someh...kamu
memang memiliki bakat yang luar biasa...dulu saya butuh puluhan tahun untuk
bisa menguasai gerakan-gerakan itu sampai sempurna...kamu bahkan tidak memakan
dua tahun, sudah memiliki gerakan yang sudah sempurna....bahkan jauh lebih kuat
di bandingkan Saya...”
Setelah
tiga hari dua malam berlatih di kediaman aki sudin, Jaka someh kembali
berpamitan untuk pulang ke gubuknya di lereng gunung Halimun.
Hari
menjelang sore ketika Jaka someh berjalan menyusuri sungai yang berada di
wilayah perbatasan kampung Cikaret dan Kampung Cinangka.
Dengan
langkah gontai dia berjalan sambil menikmati pemandangan alam sekitar. Matahari
sudah tidak begitu terik. Angin juga berhembus sepoi-sepoi. Suara burung sudah
mulai terdengar berkicau.
Ketika
Jaka Someh sedang melewati daerah pinggiran sungai yang dipenuhi rerumputan
yang tinggi, tiba-tiba dia mendengar suara orang yang sedang mengiba.
“Kang...jangan...jangan...tolong kang...jangan...saya gak mau...”
Jaka
someh berhenti untuk mendengarkan lebih seksama. Baru saja dia akan mendekati
asal suara tadi, tiba-tiba seorang perempuan melompat dan berlari dari arah
rerumputan tinggi.
“aduh...kang Panji...Saya
tidak mau...sudah ah...jangan
di teruskan...saya pulang saja....”
Jaka
Someh terkesima melihat perempuan itu.
Deg,
jantungnya berdegup kencang saat dia mengetahui bahwa perempuan itu ternyata
adalah Asih, anaknya Pak Rohadi. Seorang gadis berwajah ayu yang memancarkan gairah kemudaaan. Seorang Kembang Desa dari Kampung
Cikaret.
Seorang
lelaki tampan berusaha mengejarnya,
“Nyai...ayo lah...jangan lari...Akang cuma bergurau saja koq...”.
Kata
lelaki itu, yang tak lain adalah Panji, kekasih dari Asih.
“Tidak ah, Kang. Asih mau
pulang...sudah sore...takut di marahi Bapak...”.
Panji
pun berusaha mengejar Asih.
Tak
memerlukan waktu lama, Panji segera menyusul Asih yang berlari tidak begitu
kencang. Tangan asih pun segera ditariknya. Kemudian Panji merangkulnya dengan
penuh hawa nafsu. Asih yang nampak ketakutan berusaha untuk berontak.
Panji
tertawa melihat Asih yang berusaha menolaknya. Dia pun segera menguatkan
pelukannya.
Jaka
Someh yang melihat kelakuan Panji seperti itu langsung menjadi emosi. Dia
segera melompat ke arah Panji dan mendorongnya. Panji langsung terjungkal ke
belakang.
Kaget
mendapat serangan mendadak dari seseorang. Panji berusaha bangkit, dan langsung
menatap ke arah Jaka Someh.
“Bangsat...kamu siapa...?
Berani-beraninya melawan Panji...murid dari perguruan Maung Karuhun...apakah
kamu mencari mati...hah...?”
Tanpa
pikir panjang,
Panji langsung bangkit dan menyerang Jaka Someh.
Jaka
Someh hanya sedikit mengelak, sambil memasukan pukulan tangan kanannya ke arah
perut Panji. Gerakannya ringan, cepat namun berbobot.
Bruk...pukulan
Jaka someh langsung mengenai perut Panji.
Panji
meringis dan merasakan sakit yang luar biasa. Kedua tangannya memegangi perut.
Nafasnya pun tersengal-sengal.
Dari
mulutnya keluar darah segar. Matanya hanya bisa melotot menahan rasa sakit,
sambil menunjuk ke arah Jaka someh. Namun dia tak mampu untuk berucap sepatah
kata pun. Kemudian dia ambruk kembali dan terduduk di atas tanah.
Melihat
kekasihnya roboh, Asih langsung lari mendekat ke arah Panji
“Kang...Panji...kamu tidak
apa-apa...?”
Dengan
penuh perasaan was-was, Asih langsung merangkul tubuh Panji yang sedang
merasakan kesakitan.
Jaka
Someh merasa heran melihat tingkah Nyi Asih seperti itu.
“Nyai kamu kenapa...bukannya orang ini tadi mau
menyakiti kamu...?”
“Kang someh...ternyata benar
kamu Kang Someh...Kang...ini Kang Panji...awas kalau terjadi apa-apa
dengan Kang panji...Asih akan marah terhadap akang...”
Jaka
Someh terdiam. Dia Bingung dengan keadaan itu.
Kemudian
dia segera menolong Panji.
“Eh, kamu kenal dengan orang ini, nyai...?”
Kata
Panji sambil menunjuk ke arah Jaka Someh.
“iya kang..ini Kang Someh...anak dari almarhum sahabat
Bapak...”
Asih
berusaha menerangkan.
“Kang Someh, Kang Panji kekasih saya, jadi tidak mungkin dia
menyakiti saya...tadi cuma kesalah
pahaman saja...”
Kata
Asih kepada jaka Someh.
“Iya maaf nyai, Akang tidak
tahu...akang kira orang ini akan memperkosa kamu...”
Kata
Jaka someh berterus terang, seakan-akan menyesali tindakannya yang terkesan
buru-buru.
“Iya tidak apa-apa, sekarang
Akang minta maaf kepada Kang Panji....”
“Oke...nyai....Kang
Panji...saya
minta maaf kepada kamu...karena sudah menyangka kamu akan
berbuat kejahatan...”
Jaka
Someh kemudian berusaha menyalami Panji.
Dengan
terpaksa Panji menerima jabat tangan
Jaka Someh.
“Kang Someh...saya minta
kepada akang agar akang tidak bercerita apa-apa kepada Bapak mengenai peristiwa
tadi... awas lo kang...kalau akang berani bercerita...Asih akan marah...”
“Iya nyai...akang janji
tidak akan bercerita apa-apa kepada Pak Rohadi...”
“Oh iya...sekarang bagaimana? apakah nyai
bersedia
saya antarkan pulang ke rumah...?”
Jaka
Someh menawarkan diri untuk mengantar Nyi Asih pulang.
“tidak usah Kang...Asih mau
menemani Kang Panji dulu di sini...Akang silahkan pulang dulu saja...” Kata
Asih.
Jaka
Someh merasa ragu untuk meninggalkan Asih dan Panji berduaan di tempat itu.
“Sudahlah kang...akang pulang dulu
saja...Asih tidak apa-apa...”
“tapi nyai...!”kata
Jaka Someh merasa ragu
“tidak
apa-apa kang someh...sudahlah...akang silahkan
pulang dulu saja...”
Kata
Asih yang menyuruh Jaka someh untuk segera meninggalkan tempat itu.
Meskipun
berat, akhirnya jaka Someh meninggalkan tempat itu.
Dia berjalan menuju arah gubuknya di lereng
gunung halimun. Sesampainya di rumah,
jaka Someh langsung merebahkan dirinya di bale-bale rumahnya. Entah kenapa wajah Nyi
asih menjadi terbayang-bayang di dalam pikirannya. Ada perasaan aneh yang
menyelimuti hatinya.
“Sudah ah...Someh kamu jangan bermimpi terlalu
tinggi...”.
Jaka
Someh bergumam dalam hati. Dia segera memejamkan matanya agar bisa segera
melupakan wajah manis Nyi Asih, sang Kembang Desa.
Bersambung ke bagian 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar