Rabu, 21 Februari 2018

Cerita Novel Silat "sang Pendekar" Bab 15. Ujian Rumah tangga


Jaka someh tidak ingin istrinya bertambah lacut, untuk sementara waktu dia memilih untuk mengalah, tidak lagi mengungkit permasalahan yang sedang mereka hadapi.
Esok pagi, Jaka someh pergi meninggalkan rumahnya. Dia bingung mau pergi kemana untuk mengobati kesedihannya.
Tanpa terasa dia berjalan menuju arah sungai. Di atas bebatuan, di pinggir sungai, Jaka someh duduk termenung. Memikirkan keadaan rumah tangganya yang kini bermasalah. Kesedihan telah menguasai dirinya. Tak terasa dia meneteskan air mata. Sedih karena cinta sucinya telah di khianati oleh istri yang dia sayangi. Rasa sedih dan marah mulai bercampur menjadi satu dalam hati. Ingin rasanya dia melabrak dan memukuli lelaki yang telah merebut hati istri tercinta. Namun Jaka Someh sadar itu hanyalah sikap konyol dan hawa nafsu belaka. Ingin rasanya dia meninggalkan Asih atau menceraikannya, namun rasa sungkan dan hormat kepada Pak Rohadi menghalangi keinginannya tersebut.
Dia sadar bahwa sekarang dia sedang mendapatkan cobaan hebat dari Tuhan. Masalah rumah tangga adalah masalah yang besar baginya. Dia bingung, apa yang harus diperbuat untuk menghadapi situasi itu. Apakah menceraikan istrinya saja sehingga dia segera terbebas dari masalah ini ataukah bersabar dahulu, berharap Asih bisa berubah menjadi baik. Karena Jaka Someh juga sebenarnya merasa sayang kepada Asih. Dia tidak ingin Asih celaka dan hidup dalam kelacutan.
Ketika sedang asyik merenung tiba-tiba dia dikejutkan oleh seseorang yang menepuk pundaknya dari arah belakang.
 “Someh….kamu kenapa? Dari tadi saya perhatikan kamu termenung saja… wajah kamu juga nampak sedih dan Susah? hati-hati atuh Meh, nanti kamu bisa kesambet setan...”.
Jaka someh tersadar dari lamunannya
Eh Pak Ustadz...maaf saya tidak menyadari kehadiran Pak Ustadz…”
Ustadz Fikri tersenyum lembut
“Wajar saja atuh, Someh, kamu tidak menyadari kehadiran saya. Kamu kan sedang melamun…kenapa atuh Someh…? Wajah kamu koq kelihatan sedih sekali. Ceritakan ke saya siapa tahu saya bisa membantu kamu…”.
Jaka Someh nampak ragu untuk menjawab pertanyaan ustadz Fikri, dia bingung harus berkata APA. Ustadz Fikri yang memahami keraguan Jaka Someh, bertanya lagi kepada Jaka Someh “Apakah kamu sedang ada permasalahan rumah tangga....?”
Dengan sedikit perasaan malu, Jaka Someh menganggukan kepala untuk mengiyakan pertanyaan ustadz Fikri
“Iya….Pak ustadz…”
Ustadz Fikri berkata lagi kepada Jaka someh
“Ya sudah kamu sabar saja…kalau kamu tidak keberatan…kamu bisa menceritakan permasalahannya kepada Saya semoga saja saya bisa membantu…minimal utuk meringankan beban fikiran kamu, Insya Allah saya akan menjaga amanah dan rahasia….”
Awalnya Jaka Someh merasa malu dan ragu, namun akhirnya dia pun menceritakan perihal rumah tangganya yang sekarang sedang mengalami prahara. Ustadz Fikri mengangguk-anggukan kepala ketika mendengar cerita Jaka Someh. Selesai mendengar cerita, ustadz Fikri berkata kepada Jaka Someh
“Kamu sabar ya, Someh. Semuanya ini adalah bentuk cobaan dari Gusti Allah”.
Ustadz Fikri terdiam sesaat, sambil menghela nafasnya, kemudian kembali lagi mengucapkan kata-kata bijak untuk Jaka Someh
“Sebagai manusia normal kita memang berharap untuk memiliki keluarga yang sakinah, mawadah warohmah. Itu adalah impian dalam membangun suatu rumah tangga yang penuh dengan ketenangan, kenyamanan, saling kasih sayang dan bahagia. Namun seringkali ternyata hal itu menjadi begitu susahnya. Memang tidak gampang menyatukan dua orang yang pada dasarnya sudah berbeda, bukan hanya berbeda jenis kelaminnya saja, namun juga berbeda dalam hal kepribadiannya, latar belakangnya, kebiasaannya, cita-citanya, dan juga palsafah hidupnya. Namun seandainya saja perbedaan tersebut bisa di satukan oleh suatu niatan baik, yaitu sama-sama ingin mencari keridhoan ilahi, sama-sama mengerti dengan hak dan kewajibannya, Insya Allah semua perbedaan itu akan dapat  di toleransi, bahkan akan terasa indah dan menyenangkan. Karena satu sama lain bisa saling melengkapi, saling menghormati, saling menyayangi, dan saling menjaga. Makanya, Meh. Ketika kita memilih pasangan hidup, nabi Kita, Nabi Muhammad SAW pernah berpesan, dalam hal mencari pasangan hidup hal yang paling utama adalah berdasarkan ahlak dan agamanya. Karena orang yang faham agama  akan mengerti tentang hak dan kewajibannya,  jika ahlaknya baik dia sudah terbiasa dalam menghormati dan menghargai orang lain. Segala perilaku dan perkataannya akan selalu terjaga dari hal-hal yang bisa menyakiti orang lain, Yang ada dalam hatinya hanyalah ingin selalu mendapatkan keridhoan Tuhan, makanya dia akan mencintai suami atau istrinya tersebut juga karena Allah bukan karena hawa nafsu belaka…, sehingga ketika pasangan hidupnya sedang khilap  atau salah, maka dia akan bisa mengingatkannya dengan cara yang baik. Dia tidak akan ridho kalau pasangannya jatuh dalam perbuatan maksiat. Tidak mungkin rasanya dia akan berkhianat atau menyakiti suaminya. Rasulullah sendiri pernah bersabda bahwa orang memilih pasangan hidupnya bisa karena berdasarkan kecantikan atau ketampanannya, berdasarkan kekayaannya, berdasarkan nasabnya apakah dia dari keturunan yang baik atau biasa saja, dan atau juga bisa atas dasar kepahaman agama dan ahlaknya. Seandainya jodoh kita teh memiliki kesemuanya itu maka itu adalah suatu hal yang luar biasa. Kalau pun tidak bisa, minimal atas dasar kepahaman agama dan ahlaknya…karena itu adalah modal dasar kebahagian kita dalam hal membina suatu rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah…”
Jaka someh terdiam mendengar ucapan dari Ustadz Fikri yang panjang. Dia sadar bahwa apa yang dikatakan Ustadz Fikri mengandung suatu kebenaran, karena dia sendiri sekarang sedang mengalaminya. Dia sedih dan susah karena istrinya telah meremehkan dan mengkhianatinya. Dulu dia menikahi Asih awalnya karena merasa sungkan kepada Pak Rohadi yang waktu itu sedang mengalami kesusahan karena putrinya telah hamil di luar nikah. Jaka Someh sendiri tahu bahwa akhlak Asih sebenarnya kurang baik, meskipun dia cantik.  Dia angkuh, suka meremehkan, kurang sabar dan gampang mengumbar hawa nafsunya. Akibatnya dia pun sampai hamil di luar nikah sebab perbuatannya.
Waktu itu Jaka Someh yang polos tanpa berfikir panjang bersedia menikahi Asih untuk melindungi martabat keluarga Pak Rohadi.  Sekarang dia justru dikhianati oleh Nyi Asih yang telah dia selamatkan martabatnya. Hatinya terasa begitu pedih. Jaka Someh kemudian bertanya kepada Ustazd Fikri
“Menurut Pak Ustadz sekarang saya harus bagaimana?  Mohon nasehatnya, Saya sudah terlanjur sayang dengan Asih, istri saya. Sekarang yang saya inginkan cuma ingin istri saya bisa sadar dan menjadi wanita yang baik, tidak lagi berbuat kemaksiatan, Saya tidak ridho pak Ustadz kalau istri saya terus menerus berbuat maksiat,”
Ustadz Fikri terharu dengan keinginan Jaka Someh yang sederhana. Tak ada dendam atau kedengkian dalam hatinya, meskipun telah dikhianati oleh istrinya.
Ustadz Fikri berkata kepada Jaka Someh
“Alhamdulillah kalau Kamu berpikiran seperti itu. Sebenarnya kamu bisa saja menceraikan istri kamu yang telah mengkhianati kamu, itu hak kamu.  Tidak salah kalau harus menceraikannya. Tapi sepertinya saat ini, kamu masih merasa berat kalau menceraikan istri kamu itu, karena masih mengharap dia bisa berubah menjadi wanita yang baik. Hmm...sebenarnya kamu memilih pada pilihan  yang berat...Saya sebenarnya tidak menyarankan, namun kalau Someh masih tetap ingin bersabar mempertahankan rumah tangga, Saya cuma bisa menasehati supaya Someh memperbanyak berdoa kepada Allah. Wastainu bi shobri washolah. Istianah lah dengan shobar dan sholat. Istianah itu maksudnya kamu berdoa dengan penuh kesungguhan mengingat permasalahannya sangat serius . Mohonlah pada Gusti Allah agar segera melewati cobaan ini. Allah itu Maha kuasa dan Mengabulkan pada DOA hambaNya. Mintalah kebaikan-kebaikan untuk kamu dan keluarga. Doakan agar Nyi Asih segera cepat sadar dan menjadi wanita yang baik, bisa beriman dan bertaqwa kepada Allah. Nasehatilah dia dengansabar dan  kebaikan. Perlu di ketahui, Ibu Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam yang paling bengkok, makanya sifat perempuan umumnya memang bengkok, kebanyakan mereka mudah menjadi mutung… kalau dikerasin bisa patah, kalau di biarkan akan semakin menjadi bengkoknya. Makanya kamu harus memperbanyak memberi nasehat kepada Asih, Nasehatilah dengan cara yang baik dan di waktu yang baik, jangan pas dia sedang capek. Pelan-pelan saja...sabar...”
Jaka Someh terdiam mendengarkan nasehat dari ustadz Fikri. Kemudian dia menghela nafasnya, berkata kepada ustadz Fikri
“ Pak Ustadz, Insya Allah saya bisa sabar...hanya saja saya bingung...selama ini saya sudah berusaha untuk berbuat baik...menjauhkan diri dari perbuatan maksiyat dan dosa...serta saya juga menjauhkan diri dari berbuat menganiaya pada mahluk apalagi kepada manusia...tapi kenapa Allah  memberikan istri yang dholim kepada saya...padahal dalam alquran sendiri telah disebutkan istri yang baik itu untuk suami yang baik...demikian juga sebaliknya...bagaimana atuh pak Ustadz? Dimana salah saya?”.
Ustadz Fikri tersenyum mendengar pertanyaan Jaka Someh, lalu dia berkata
“Betul Someh, istri yang baik memang untuk suami yang baik, makanya kalau kita senang pada kebaikan tentunya akan memilih pasangan hidup juga berdasarkan pada kebaikan, baik dari segi ahlak maupun agamanya...apakah kamu sudah seperti itu? Kamu sendiri yang bisa menjawabnya. Lelaki yang baik harusnya memilih pasangan hidup yang baik, demikian juga sebaliknya. Tapi kalau memang semuanya sudah terlanjur terjadi, kamu juga jangan berputus asa, segala amal kebaikan yang kita lakukan, selama itu diniati ikhlash murni karena Allah semata, pastinya Allah akan membalasnya...yang penting tetep sabar...dan terus berihtiar...kalaupun kita sudah merasa berbuat baik namun ternyata kita masih di coba oleh Allah melalui pasangan kita yang kurang baik...ya tetap sabar...tetep berdoa pada Gusti Allah supaya pasangan kita itu segera mendapatkan hidayah...kalau pun ternyata tidak mendapatkan istri yang baik sesuai harapan kita sewaktu hidup di dunia kamu jangan kawatir karena Allah itu maha mensyukuri pada kebaikan hambaNya, bagi siapa saja yang telah beriman dan beramal sholeh, Allah pasti akan membalas kesabaran tersebut dengan surganya...dan di dalam surga itu ada bidadari cantik jelita yang akan menjadi istrinya ...jadi kamu teh harus tetep sabar ya jang... walah jang... kalau sudah punya istri bidadari mah kamu teh bakalan lupa atuh sama wanita-wanita cantik yang ada di dunia ini...he...he...  ”. 
Ustadz Fikri masih semangat memberikan nasehat kepada Jaka Someh. Nasehat supaya sabar dan terus berihtiar di dalam menghadapi segala permasalahan hidup.  Ustadz Fikri kemudian berkata lagi
“Oh iya Someh,  Kamu harus ingat bahwa kehidupan yang hakiki, sebenarnya adalah kehidupan akherat, kehidupan yang langgeng saterusnya, sedangkan kehidupan dunia hanya sementara saja, cuma semen tahun, paling oge 70 sampai 80 tahun saja, jarang rasanya ada manusia yang bisa mencapai umur lebih dari 100 tahun…hadits nabi juga mengatakan begitu ‘Inna aina…ainnal akheroh’ kehidupan yang hakiki adalah kehidupan akherot…jadi sebenarnya kita hidup di dunia ini hanya sekian waktu saja,  makanya kalau kita di coba kesusahan oleh yang Maha Kuasa mendingan sabar, itu teh cuma sebentar saja sabenernya mah…apalagi jika di bandingkan dengan kehidupan akherat yang kekal abadi selamanya…  ”. Jaka Someh serasa mendapatkan pencerahan hidup dari Ustadz Fikri. Hatinya sudah mulai kembali lapang. Rasa sumpek yang tadi menguasai jiwanya pun sudah mulai menghilang. Dia berterima kasih kepada Ustadz Fikri yang telah memberikan wejangan kepadanya.
Semenjak pertemuannya dengan Ustadz Fikri, Jaka someh berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan Seluruh Alam. Setiap malam dia bertahajud dan berdoa memohon petunjuk Yang Maha Kuasa. Jaka Someh ingin bertawakal di dalam pernikahannya itu.
Pada suatu malam, Asih mengalami sakit. Wajahnya terlihat pucat, bahkan beberapa kali dia muntah. Jaka someh yang melihat keadaan Nyi Asih seperti itu merasa khawatir. Dia pun membaringkan nyi Asih di tempat tidur, sambil memijiti anggota tubuh Asih dengan penuh kelembutan. Dia juga mengobati nyi Asih dengan madu liar dan wedang jahe. Jaka someh berkata lembut kepada istrinya
 “Ayo nyi, diminum dulu madu dan jahenya…”
Asih pun menuruti permintaan Jaka someh
“Iya Kang Someh, terima kasih…”
Sambil memijiti kaki Asih, Jaka someh berkata
“Sekarang Nyai harus banyak istirahat dulu. Tidak usah banyak pikiran…mudah-mudahan besok pagi sudah sehat…”
Asih menganggukan kepalanya
 “Iya Kang…”
Kemudian mereka pun terdiam. Cukup lama Jaka someh memijiti kaki Nyi Asih. Hanya pikirannya saja yang sibuk dengan berbagai permasalahan. Begitu banyak kata-kata dalam hatinya yang ingin di sampaikan kepada Asih, namun dia tak mampu untuk mengungkapkannya. Khawatir kata-katanya akan merusak suasana hati Asih yang sekarang sedang sakit.
Setelah sekian lama mendapatkan pijitan dari Jaka Someh, akhirnya Asih terlelap tidur. Tahu istrinya sudah tertidur, Jaka Someh segera meletakan selimut kain ke tubuh Asih. Kemudian dia pun tidur di bale-bale yang tak jauh dari ranjang Asih. 
Keesokan paginya mereka bangun. Asih terlihat sudah sembuh dari sakitnya.  Jaka someh tersenyum kepada istrinya
“Bagaimana Nyai, sudah mendingan?”
Asih menganggukan kepalanya
“Iya Kang Someh, Alhamdulillah…sudah baikan, terima kasih…”
Jaka someh tersenyum lagi, kemudian dia bangun dari tidurnya
“Akang mau ke jamban dulu ya Nyai, mau mandi dan sholat…”
Asih memandang wajah Jaka Someh
“Kang…”
Jaka someh pun membalas pandangan Asih
“Iya Nyai, ada APA…?”
Setengah ragu Asih berkata pelan kepada Jaka Someh
“Anu…kang…nanti…eeh...Akang sholatnya di sini saja…saya mau ikut berjamaah dengan kang Someh…”
Jaka Someh terkejut mendengar perkataan Asih, meskipun heran dia merasa bahagia sekali karena istrinya sudah mau melaksanakan sholat. Tak ada kata-kata yang terucap dari mulut Jaka someh kecuali
“Oh iya…iya Nyai…nanti akang sholat di sini…”
Dengan hati penuh kebahagian Jaka someh pergi menuju sumur yang berada di belakang rumahnya. Dia pun membersihkan badannya dan bersiap untuk sholat berjamaah dengan istrinya. Dalam hati dia berkata
“Alhamdulillah gusti, istri saya sudah mau sholat, mudah-mudahan Engkau memberinya hidayah dan kebaikan dalam hidupnya…”
Setelah Jaka Someh kembali ke kamarnya, giliran Nyi Asih yang pergi ke sumur untuk membersihkan dirinya. Tak lupa dia pun berwudhu. Meskipun sudah lama dia tidak melaksanakan sholat dan wudhu namun dia masih mengingat tata caranya. Mereka pun sholat berjamaah di dalam kamar. Betapa bahagianya Jaka someh hari itu. Semenjak itu Asih sudah mulai menertibkan ibadah sholatnya, meskipun masih banyak bolongnya. Namun Jaka someh tetap bersyukur karena sudah ada perubahan pada istrinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...