Jaka
someh tidak ingin istrinya bertambah
lacut, untuk sementara waktu dia memilih
untuk mengalah, tidak lagi mengungkit permasalahan yang sedang mereka hadapi.
Esok pagi, Jaka someh pergi meninggalkan
rumahnya. Dia bingung mau pergi kemana untuk mengobati kesedihannya.
Tanpa terasa dia berjalan menuju arah sungai. Di atas
bebatuan, di
pinggir sungai, Jaka someh duduk termenung. Memikirkan
keadaan rumah tangganya yang kini
bermasalah. Kesedihan telah menguasai dirinya. Tak
terasa dia meneteskan air mata. Sedih
karena cinta sucinya telah di khianati oleh
istri yang dia sayangi.
Rasa sedih dan marah mulai bercampur menjadi satu dalam hati. Ingin rasanya dia melabrak dan
memukuli lelaki yang telah merebut hati istri tercinta. Namun Jaka Someh sadar
itu hanyalah sikap konyol dan hawa
nafsu belaka. Ingin rasanya dia meninggalkan
Asih atau menceraikannya, namun rasa sungkan dan hormat kepada Pak Rohadi
menghalangi keinginannya tersebut.
Dia sadar bahwa sekarang dia sedang mendapatkan cobaan hebat
dari Tuhan. Masalah rumah tangga adalah masalah yang besar baginya. Dia
bingung, apa yang harus diperbuat
untuk menghadapi situasi itu. Apakah
menceraikan istrinya saja sehingga dia segera terbebas dari masalah ini ataukah
bersabar dahulu, berharap Asih bisa berubah menjadi baik. Karena Jaka Someh
juga sebenarnya merasa sayang kepada Asih. Dia tidak ingin Asih celaka dan
hidup dalam kelacutan.
Ketika sedang asyik merenung tiba-tiba
dia dikejutkan oleh seseorang yang menepuk pundaknya dari arah belakang.
“Someh….kamu kenapa? Dari tadi saya perhatikan
kamu termenung saja… wajah kamu juga
nampak sedih dan Susah? hati-hati atuh
Meh, nanti kamu bisa kesambet setan...”.
Jaka someh tersadar dari lamunannya
“Eh
Pak Ustadz...maaf
saya tidak menyadari kehadiran Pak Ustadz…”
Ustadz Fikri tersenyum lembut
“Wajar saja atuh, Someh, kamu tidak menyadari
kehadiran saya. Kamu kan sedang melamun…kenapa atuh Someh…? Wajah kamu koq kelihatan sedih sekali. Ceritakan
ke saya siapa tahu saya bisa membantu
kamu…”.
Jaka Someh nampak ragu untuk menjawab
pertanyaan ustadz Fikri, dia bingung harus berkata APA. Ustadz Fikri yang
memahami keraguan Jaka Someh, bertanya lagi kepada
Jaka Someh “Apakah kamu sedang ada permasalahan rumah
tangga....?”
Dengan sedikit perasaan malu, Jaka Someh
menganggukan kepala untuk mengiyakan
pertanyaan ustadz Fikri
“Iya….Pak ustadz…”
Ustadz Fikri berkata lagi kepada Jaka
someh
“Ya sudah kamu sabar saja…kalau kamu
tidak keberatan…kamu bisa menceritakan permasalahannya kepada Saya semoga saja
saya bisa membantu…minimal utuk meringankan beban fikiran kamu, Insya Allah
saya akan menjaga amanah dan rahasia….”
Awalnya Jaka Someh merasa malu dan ragu,
namun akhirnya dia pun menceritakan perihal rumah tangganya yang sekarang
sedang mengalami prahara. Ustadz
Fikri mengangguk-anggukan kepala ketika mendengar cerita Jaka Someh. Selesai
mendengar cerita, ustadz Fikri berkata kepada Jaka Someh
“Kamu sabar ya, Someh. Semuanya ini
adalah bentuk cobaan dari Gusti Allah”.
Ustadz Fikri terdiam sesaat, sambil
menghela nafasnya, kemudian kembali lagi mengucapkan kata-kata bijak untuk Jaka Someh
“Sebagai manusia normal kita memang
berharap untuk memiliki keluarga yang sakinah, mawadah warohmah. Itu adalah
impian dalam membangun suatu rumah
tangga yang penuh dengan ketenangan, kenyamanan, saling kasih sayang dan
bahagia. Namun seringkali ternyata hal itu menjadi begitu susahnya. Memang
tidak gampang menyatukan dua orang yang pada dasarnya sudah berbeda, bukan
hanya berbeda jenis kelaminnya
saja, namun juga berbeda dalam hal kepribadiannya, latar belakangnya,
kebiasaannya, cita-citanya, dan juga palsafah hidupnya. Namun seandainya saja
perbedaan tersebut bisa di
satukan oleh suatu niatan baik, yaitu sama-sama ingin mencari keridhoan ilahi,
sama-sama mengerti dengan hak dan kewajibannya, Insya Allah semua perbedaan itu
akan dapat di toleransi, bahkan akan
terasa indah dan menyenangkan. Karena satu sama lain bisa saling melengkapi, saling menghormati,
saling menyayangi, dan saling menjaga. Makanya, Meh. Ketika kita memilih
pasangan hidup, nabi Kita, Nabi
Muhammad SAW pernah berpesan, dalam hal mencari pasangan hidup hal yang
paling utama adalah berdasarkan ahlak dan agamanya. Karena orang yang faham
agama akan mengerti tentang hak dan
kewajibannya, jika ahlaknya baik dia sudah terbiasa dalam menghormati dan
menghargai orang lain. Segala perilaku dan perkataannya akan selalu terjaga
dari hal-hal yang bisa menyakiti orang lain, Yang ada dalam hatinya hanyalah
ingin selalu mendapatkan keridhoan Tuhan, makanya dia akan mencintai suami atau
istrinya tersebut juga karena Allah bukan karena hawa nafsu belaka…, sehingga
ketika pasangan hidupnya sedang khilap atau
salah, maka dia akan bisa
mengingatkannya dengan cara yang baik. Dia tidak akan ridho kalau pasangannya
jatuh dalam perbuatan maksiat. Tidak mungkin rasanya dia akan berkhianat atau
menyakiti suaminya. Rasulullah sendiri pernah bersabda bahwa orang memilih
pasangan hidupnya bisa karena berdasarkan kecantikan atau ketampanannya,
berdasarkan kekayaannya, berdasarkan nasabnya apakah dia dari keturunan yang
baik atau biasa saja, dan atau juga bisa atas dasar kepahaman agama dan
ahlaknya. Seandainya jodoh kita teh memiliki kesemuanya itu maka itu adalah
suatu hal yang luar biasa. Kalau pun tidak bisa, minimal atas dasar kepahaman
agama dan ahlaknya…karena itu adalah modal dasar kebahagian kita dalam hal
membina suatu rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah…”
Jaka someh terdiam mendengar ucapan dari Ustadz Fikri yang panjang. Dia sadar
bahwa apa yang dikatakan Ustadz Fikri mengandung suatu kebenaran, karena dia
sendiri sekarang sedang mengalaminya. Dia sedih dan susah karena istrinya telah
meremehkan dan mengkhianatinya. Dulu dia menikahi Asih awalnya karena merasa sungkan kepada Pak
Rohadi yang waktu itu sedang mengalami kesusahan karena putrinya telah
hamil di luar nikah. Jaka Someh
sendiri tahu bahwa akhlak
Asih sebenarnya kurang baik, meskipun dia cantik. Dia angkuh, suka meremehkan, kurang
sabar dan gampang mengumbar hawa nafsunya. Akibatnya dia pun sampai hamil di
luar nikah sebab perbuatannya.
Waktu itu Jaka Someh yang polos tanpa
berfikir panjang bersedia menikahi Asih untuk melindungi martabat keluarga Pak
Rohadi. Sekarang dia justru dikhianati
oleh Nyi Asih yang telah dia selamatkan
martabatnya. Hatinya terasa begitu pedih. Jaka
Someh kemudian bertanya kepada Ustazd Fikri
“Menurut Pak Ustadz sekarang saya harus
bagaimana? Mohon nasehatnya, Saya sudah
terlanjur sayang dengan Asih, istri saya. Sekarang yang saya inginkan cuma ingin
istri saya bisa sadar dan menjadi wanita yang baik, tidak lagi berbuat
kemaksiatan, Saya tidak ridho pak Ustadz kalau istri saya terus menerus berbuat
maksiat,”
Ustadz Fikri terharu dengan keinginan
Jaka Someh yang sederhana. Tak ada dendam atau kedengkian dalam hatinya,
meskipun telah dikhianati oleh istrinya.
Ustadz Fikri berkata kepada Jaka Someh
“Alhamdulillah kalau Kamu berpikiran
seperti itu. Sebenarnya kamu bisa
saja menceraikan istri kamu yang telah mengkhianati kamu,
itu hak kamu. Tidak salah kalau harus menceraikannya. Tapi sepertinya
saat ini, kamu masih merasa berat kalau menceraikan istri kamu itu, karena
masih mengharap dia bisa berubah menjadi wanita yang baik. Hmm...sebenarnya kamu
memilih pada pilihan yang berat...Saya
sebenarnya tidak menyarankan, namun kalau Someh masih tetap ingin bersabar
mempertahankan rumah tangga, Saya cuma bisa
menasehati supaya Someh memperbanyak
berdoa kepada Allah. Wastainu bi shobri washolah. Istianah lah dengan shobar dan sholat.
Istianah itu maksudnya kamu berdoa dengan penuh kesungguhan mengingat
permasalahannya sangat serius . Mohonlah pada Gusti
Allah agar segera melewati cobaan ini. Allah itu Maha kuasa dan Mengabulkan
pada DOA hambaNya. Mintalah
kebaikan-kebaikan untuk kamu dan keluarga. Doakan agar Nyi Asih segera cepat sadar dan
menjadi wanita yang baik, bisa beriman
dan bertaqwa kepada Allah. Nasehatilah
dia dengansabar dan kebaikan. Perlu
di ketahui, Ibu Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam yang paling bengkok,
makanya sifat perempuan umumnya memang
bengkok, kebanyakan mereka mudah menjadi mutung…
kalau dikerasin bisa patah, kalau di biarkan akan semakin menjadi bengkoknya.
Makanya kamu harus memperbanyak
memberi nasehat kepada Asih, Nasehatilah dengan cara yang baik dan di waktu
yang baik, jangan pas dia sedang capek. Pelan-pelan saja...sabar...”
Jaka Someh terdiam mendengarkan
nasehat dari ustadz Fikri. Kemudian dia menghela nafasnya, berkata kepada
ustadz Fikri
“ Pak Ustadz, Insya Allah saya
bisa sabar...hanya saja saya bingung...selama ini saya sudah berusaha untuk
berbuat baik...menjauhkan diri dari perbuatan maksiyat dan dosa...serta saya
juga menjauhkan diri dari berbuat menganiaya pada mahluk apalagi kepada
manusia...tapi kenapa Allah memberikan
istri yang dholim kepada saya...padahal dalam alquran sendiri telah disebutkan
istri yang baik itu untuk suami yang baik...demikian juga
sebaliknya...bagaimana atuh pak Ustadz? Dimana salah saya?”.
Ustadz Fikri tersenyum
mendengar pertanyaan Jaka Someh, lalu dia berkata
“Betul Someh, istri yang baik
memang untuk suami yang baik, makanya kalau kita senang pada kebaikan tentunya
akan memilih pasangan hidup juga berdasarkan pada kebaikan, baik dari segi
ahlak maupun agamanya...apakah kamu sudah seperti itu? Kamu sendiri yang bisa
menjawabnya. Lelaki yang baik harusnya memilih pasangan hidup yang baik,
demikian juga sebaliknya. Tapi kalau memang semuanya sudah terlanjur terjadi, kamu
juga jangan berputus asa, segala amal kebaikan yang kita lakukan, selama itu
diniati ikhlash murni karena Allah semata, pastinya Allah akan
membalasnya...yang penting tetep sabar...dan terus berihtiar...kalaupun kita
sudah merasa berbuat baik namun ternyata kita masih di coba oleh Allah melalui
pasangan kita yang kurang baik...ya tetap sabar...tetep berdoa pada Gusti Allah
supaya pasangan kita itu segera mendapatkan hidayah...kalau pun ternyata tidak
mendapatkan istri yang baik sesuai harapan kita sewaktu hidup di dunia kamu
jangan kawatir karena Allah itu maha mensyukuri pada kebaikan hambaNya, bagi
siapa saja yang telah beriman dan beramal sholeh, Allah pasti akan membalas kesabaran
tersebut dengan surganya...dan di dalam surga itu ada bidadari cantik jelita
yang akan menjadi istrinya ...jadi kamu teh harus tetep sabar ya jang...
walah jang... kalau sudah punya istri bidadari mah kamu
teh bakalan lupa atuh sama wanita-wanita cantik yang ada di dunia
ini...he...he...
”.
Ustadz Fikri masih semangat memberikan
nasehat kepada Jaka Someh. Nasehat supaya
sabar dan terus berihtiar di dalam
menghadapi segala permasalahan hidup. Ustadz Fikri kemudian berkata lagi
“Oh iya Someh,
Kamu harus ingat bahwa
kehidupan yang hakiki,
sebenarnya adalah kehidupan akherat, kehidupan yang langgeng saterusnya,
sedangkan kehidupan dunia hanya
sementara saja, cuma semen tahun, paling oge 70 sampai 80 tahun saja, jarang rasanya ada
manusia yang bisa mencapai umur lebih dari 100 tahun…hadits nabi juga
mengatakan begitu ‘Inna aina…ainnal akheroh’ kehidupan yang hakiki adalah
kehidupan akherot…jadi sebenarnya kita hidup di dunia ini hanya sekian waktu
saja, makanya kalau kita di coba
kesusahan oleh yang Maha Kuasa mendingan sabar, itu teh cuma sebentar saja
sabenernya mah…apalagi jika di bandingkan dengan kehidupan akherat yang kekal
abadi selamanya… ”. Jaka Someh serasa
mendapatkan pencerahan hidup dari Ustadz Fikri. Hatinya sudah mulai kembali
lapang. Rasa sumpek yang tadi menguasai jiwanya pun sudah mulai menghilang. Dia
berterima kasih kepada Ustadz Fikri yang telah memberikan wejangan kepadanya.
Semenjak pertemuannya dengan Ustadz Fikri, Jaka
someh berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan Seluruh Alam. Setiap malam dia
bertahajud dan berdoa memohon petunjuk Yang Maha Kuasa. Jaka Someh ingin bertawakal di dalam
pernikahannya itu.
Pada
suatu malam, Asih mengalami sakit. Wajahnya terlihat pucat, bahkan beberapa
kali dia muntah. Jaka someh yang melihat keadaan Nyi Asih seperti itu merasa
khawatir. Dia pun membaringkan nyi Asih di tempat tidur, sambil memijiti
anggota tubuh Asih dengan penuh kelembutan. Dia juga mengobati nyi Asih dengan
madu liar dan wedang jahe. Jaka someh berkata lembut kepada istrinya
“Ayo nyi, diminum dulu madu dan jahenya…”
Asih
pun menuruti permintaan Jaka someh
“Iya
Kang Someh, terima kasih…”
Sambil
memijiti kaki Asih,
Jaka someh berkata
“Sekarang
Nyai harus banyak istirahat
dulu. Tidak usah banyak pikiran…mudah-mudahan besok pagi sudah sehat…”
Asih
menganggukan kepalanya
“Iya Kang…”
Kemudian
mereka pun terdiam. Cukup lama Jaka someh memijiti kaki Nyi Asih. Hanya
pikirannya saja yang sibuk dengan berbagai permasalahan. Begitu banyak
kata-kata dalam hatinya
yang ingin di sampaikan kepada Asih, namun dia tak mampu untuk
mengungkapkannya. Khawatir kata-katanya akan merusak suasana hati Asih yang
sekarang sedang sakit.
Setelah
sekian lama mendapatkan pijitan dari Jaka Someh, akhirnya Asih terlelap tidur.
Tahu istrinya sudah tertidur, Jaka Someh segera meletakan selimut kain ke tubuh Asih.
Kemudian dia pun tidur di bale-bale yang tak jauh dari ranjang Asih.
Keesokan
paginya mereka bangun. Asih terlihat sudah sembuh dari sakitnya. Jaka someh tersenyum kepada istrinya
“Bagaimana
Nyai, sudah mendingan?”
Asih
menganggukan kepalanya
“Iya
Kang Someh, Alhamdulillah…sudah baikan, terima kasih…”
Jaka
someh tersenyum lagi, kemudian dia bangun dari tidurnya
“Akang
mau ke jamban dulu ya Nyai,
mau mandi dan sholat…”
Asih
memandang wajah Jaka Someh
“Kang…”
Jaka
someh pun membalas pandangan Asih
“Iya
Nyai, ada APA…?”
Setengah
ragu Asih berkata pelan kepada Jaka Someh
“Anu…kang…nanti…eeh...Akang
sholatnya di sini saja…saya mau ikut berjamaah dengan kang Someh…”
Jaka
Someh terkejut mendengar perkataan Asih, meskipun heran dia merasa bahagia
sekali karena istrinya sudah mau melaksanakan sholat. Tak ada kata-kata yang
terucap dari mulut Jaka someh kecuali
“Oh
iya…iya Nyai…nanti akang sholat di
sini…”
Dengan
hati penuh kebahagian Jaka someh pergi menuju sumur yang berada di belakang
rumahnya. Dia pun membersihkan badannya dan bersiap untuk sholat berjamaah
dengan istrinya. Dalam hati dia berkata
“Alhamdulillah
gusti, istri saya sudah mau sholat, mudah-mudahan Engkau memberinya hidayah dan
kebaikan dalam hidupnya…”
Setelah
Jaka Someh kembali ke kamarnya, giliran Nyi Asih yang pergi ke sumur untuk
membersihkan dirinya. Tak lupa dia pun berwudhu. Meskipun sudah lama dia tidak
melaksanakan sholat dan wudhu namun dia masih mengingat tata caranya. Mereka
pun sholat berjamaah di dalam kamar. Betapa bahagianya Jaka someh hari itu.
Semenjak itu Asih sudah mulai menertibkan ibadah sholatnya, meskipun masih
banyak bolongnya. Namun Jaka someh tetap bersyukur karena sudah ada perubahan
pada istrinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar