Rabu, 21 Februari 2018

Cerita Novel Silat "sang Pendekar" Bab 14. Nafsu Perselingkuhan


Cerita Novel Silat Ksatria Ilalang


Setelah berpamitan dengan para pedagang di pantai selatan, Jaka Someh melanjutkan perjalanan pulang. Awalnya dia berencana untuk bermalam di wilayah itu, namun karena pertarungannya dengan geng naga hitam telah menyita banyak waktu, dia pun  memutuskan untuk segera melanjutkan perjalananannya. Semalaman dia mengendarai gerobak sapinya. Untunglah malam itu langit terlihat cerah. Meskipun tidak ada rembulan, namun  dipenuhi taburan bintang-bintang bercahaya, sehingga Jaka Someh dapat melihat jelas jalan disekitarnya. Jalanan nampak sepi hanya terdengar beberapa kali suara ringkihan binatang malam seperti anjing liar dan burung hantu.
Jaka Someh ingin segera sampai ke rumahnya, dia pun melajukan gerobak sapinya. Dia sudah  merasa rindu dengan anak dan istrinya. Meskipun si Jalu bukan anak kandungnya, namun Jaka Someh sangat menyayanginya. Dia lah yang telah merawat si Jalu  dari semenjak lahir dengan penuh kasih sayang. 
Jaka Someh terus berkendara sepanjang malam. Dia beristirahat ketika menjelang fajar, seusai melaksanakan shalat subuh. Karena sudah tidak kuasa lagi menahan kantuk, Jaka Someh  tertidur di atas gerobak sapinya. Dia terbangun ketika matahari sudah naik setinggi tombak, karena merasakan kehangatan dari mentari pagi. Bangun dari tidur, dia merasa lapar. Jaka Someh kemudian makan nasi timbel yang dia bawa, setelah itu dia kembali melanjutkan perjalanannya.
Hari menjelang sore ketika Jaka Someh sampai di kampung Cikaret. Rumahnya nampak kelihatan sepi. Beberapa kali mengucapkan salam namun tidak ada yang membalas. Ketika dia hendak masuk ke rumah, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya
Meh...Someh...kamu baru datang? Bapak mertuamu dari tadi siang pergi ke ladang, sampai sekarang nampaknya belum pulang...kalau Asih saya lihat pergi sendiri...entah kemana... bahkan si Jalu pun di titipkan di rumah mamang. Mamang tidak tahu Asih pergi kemana, sebab dia tidak ngomong apa-apa ke Mamang” kata mang udin. 
“Oh, ya mang Udin, terima kasih, mohon maaf jadi merepotkan mamang, kalau begitu saya bawa si jalu ya mang...”
Jaka Someh pun pergi ke rumah mang Udin, dan melihat si jalu sedang tertidur di bale rumah mang Udin. Jaka Someh pun menggendongnya sambil membawanya pulang ke rumah. Sesampai di rumah Jaka Someh membaringkan si Jalu di pembaringan di kamarnya. Jaka Someh pun pergi mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu dia memasak air untuk membuat wedang jahe kesukaannya. Bakda magrib pak Rohadi baru pulang dari ladangnya. Sedangkan Asih baru sampai rumah setelah isya, dia merasa kikuk melihat Jaka Someh sudah pulang.
Jaka Someh sendiri merasa heran dengan sikap Asih yang nampak kikuk kepadanya, namun dia berpura-pura tersenyum untuk meneyembunyikann keheranannya. Di dalam kamar tidak banyak percakapan diantara mereka.
Hanya beberapa saat saja, Asih sudah tertidur pulas tanpa memeperdulikan suaminya yang baru datang dari tempat yang jauh. Jaka Someh hanya menggelengkan kepala melihat Asih yang sudah tertidur pulas. Dia merasa sedih, istrinya sepertinya masih belum memiliki perasaan cinta kepadanya.
Keesokan hari, Jaka Someh berangkat ke ladang untuk membantu mertuanya mengurus kebun. Dia membawa serta si jalu. Asih pergi sendiri entah kemana. Dia pergi tanpa pamit kepada Jaka Someh maupun Pak Rohadi.
Menjelang Ashar, Jaka Someh sudah pulang ke rumah bersama pak Rohadi dan si Jalu. Mereka mendapati rumah dalam keadaan kosong, tidak terlihat ada Asih. Pak Rohadi merasa heran dengan sikap putrinya, kemudian bertanya kepada jaka Someh
“Si Nyai pergi kemana ya Jang Someh...?”
Jaka Someh menjawab,
“Saya juga tidak tahu bapak..., tadi Asih tidak bilang apa-apa, mungkin sedang ada keperluan di luar...”
Pak Rohadi merasa tidak senang mendengar jawaban jaka Someh
”Kamu teh suaminya. Ya...di Tanya dong, kalau dia mau pergi keluar, Tanya mau kemana...Sama siapa...berapa lama...jangan dibiarkan dia bertindak semaunya sendiri atuh...”
Jaka Someh merasa tidak enak mendengar nada mertuanya yang agak meninggi.
Jaka Someh mengiyakan nasehat pak Rohadi
“Iya Bapak, Baik. Saya minta maaf. Nanti saya coba bicarakan hal tersebut dengan Asih...”.
Sampai jam 8 malam ternyata Asih masih belum juga pulang ke rumah, pak Rohadi terlihat begitu kawatir putrinya yang masih belum juga pulang, dia berkata kepada Jaka Someh
 “Aduuh, si Nyai teh kemana ya, Jang...? Sampai sekarang masih belum juga pulang...”
Jaka Someh mencoba menenangkan pak Rohadi
“Biar saya cari saja Pak...Nanti saya coba tanya ke Nyi Darsih, temannya Asih...barangkali dia ada di sana...
Pak Rohadi mengiyakan
“Iya atuh... kamu cari Asih ya, jang. Suruh cepat pulang... tidak baik perempuan keluar rumah sendirian apalagi sampai larut malam seperti ini...”
 Jaka Someh segera pergi keluar untuk mencari istrinya yang masih belum pulang meski hari sudah larut malam.  Dengan perasaan sedih bercampur rasa was`was Jaka Someh berjalan gontai mengelilingi kampung Cikaret. Setelah berjalan beberapa saat, Jaka Someh memutuskan untuk pergi ke rumah Nyi Darsih, sahabat Nyi Asih. Dia berharap akan menemukan Asih di sana. Sesampainya di depan ruman nyi Darsih, Jaka someh mengucapkan salam
“Assalamu alaikum...Punten…”
Tidak lama kemudian terdengar suara perempuan menjawab salam Jaka Someh.
“Wa alaikum salam…ya….sebentar…”
Nampak seorang perempuan muda keluar dari rumah tersebut
“Eeh.kang someh…ada apa kang…malam-`malam begini ke rumah Darsih…?”.
Perempuan tersebut ternyata adalah Nyi Darsih. Jaka Someh tersenyum kepada Nyi Darsih, kemudian berkata
“Punten Nyai… mohon maaf akang teh bertamu malam-malam begini…anu…akang teh lagi nyari Asih…istri akang…barangkali Asih teh sedang main di rumah Nyai…”
Wajah Nyi Darsih nampak sedikit terkejut mendengar perkataan Jaka Someh. Tiba-tiba raut mukanya terlihat sedih.  Nyi Darsih kemudian berkata kepada Jaka Someh
Maaf Kang Someh, Asih sudah lama tidak pernah main ke rumah saya…tapi…anu…kang...”. Nyi Darsih tampak ragu untuk meneruskan ucapannya sehingga membuat Jaka Someh menjadi penasaran. 
Dengan wajah yang menunjukan rasa penasaran, Jaka Someh bertanya kepada Nyi Darsih
“Anu…kenapa… Nyai…?”.
Dengan perasaan penuh bimbang Nyi Darsih kemudian melanjutkan ucapannya
 “Ah tidak ada apa-apa sih kang…maaf…Cuma…anu kang…saya dengar Asih teh sekarang sering jalan berduaan dengan Kang Panji…apakah kang Someh tidak tahu kalau kang Panji teh sudah kembali ke kampung kita…?”
Mendengar keterangan Nyi Darsih, hati Jaka Someh merasa panas sekaligus sedih. Dia membayangkan Asih kembali bermesraan dengan mantan kekasihnya tersebut. Perasaan cemburu mulai menguasainya. Hatinya terasa teriris-iris. Belum pernah dia merasakan rasa pedih seperti yang sekarang sedang dia rasakan. Meskipun hatinya mulai galau namun Jaka Someh berusaha untuk tetap tenang. Jaka Someh berkata kepada Nyi Darsih
“Ya sudah atuh Nyai…kalau memang istri akang tidak ada di sini mah…akang mau permisi saja…mau pamit…biar akang cari dulu saja ke tempat lain…”
Nyi Darsih mempersilahkan Jaka Someh untuk pamit
 “Iya kang mangga…”
Jaka Someh kemudian pergi meninggalkan Nyi Darsih. Dia terus berkeliling kampung untuk mencari istrinya, tiba`tiba ada seseorang yang memanggil namanya dari arah belakang.
“Meh…Someh…tunggu…”
Jaka Someh melirik ke arah asal suara tersebut. Dilihatnya Mang Udin sedang menghampirinya. Jaka Someh tersenyum kepada Mang Udin
“Eh mamang…ada apa mang?”
Dengan wajah yang serius mang udin berkata kepada Jaka Someh
“Kamu dari mana Meh…tidak biasanya kamu jalan sampai malam-malam begini…”.
Jaka Someh menjawab pertanyaan Mang Udin
“Anu Mang…saya teh…lagi nyari Asih…istri saya…dari tadi koq belum pulang juga…”.
Mang Udin tersenyum kecil kepada Jaka Someh
“Nah begitu atuh…punya istri teh harus diperhatikan….”.
Jaka Someh mendangahkan wajahnya kepada Mang udin karena terkejut mendengar ucapan Mang Udin. Baru saja dia akan menanggapi ucapan mang udin, mang Udin sudah mendahuluinya dengan berkata
“Istri kamu teh…sekarang sudah pulang… kebetulan tadi saya berpapasan dengan Asih waktu saya keluar rumah…ya sudah… sekarang mah kamu pulang saja…coba ngobrol dengan Asih secara baik`baik…kalau ada masalah rumah tangga teh harus dibicarakan bersama…”
Jaka Someh meski dipenuhi perasaan heran dengan perkataan Mang Udin, namun dia mengiyakan untuk segera pulang.
Iya, Mang, kalau begitu saya pamit pulang ya…hatur nuhun mang…Mangga…”
Mang Udin mengiyakan Jaka Someh untuk segera pulang.
Sesampainya di rumah, jaka someh langsung masuk ke dalam rumah yang nampak terlihat sepi. Pak Rohadi ternyata sudah masuk ke dalam kamarnya. Jaka Someh pun langsung masuk ke dalam kamarnya, dilihatnya Asih sudah tertidur pulas. Ada perasaan sedih di dalam hati. Sikap istrinya sampai sekarang masih juga belum bisa menghargai dirinya. Jaka Someh bergumam dalam hati
“Aduh…Nyai…akang teh tadi panik…khawatir dengan keadaan kamu…akang takut kalau kamu mendapat masalah…eh…ternyata kamu sekarang justru sudah tertidur pulas begini…Aduh kamu teh tadi darimana atuh…bikin akang susah dan khawatir saja…apakah kamu tidak tahu bahwa akang sangat menyayangi kamu…”.
Setelah puas memandangi istrinya yang sedang tertidur pulas, Jaka someh kemudian membaringkan badannya di bale-bale kamar di samping tubuh si Jalu.
Keesokan hari, Jaka someh menyiapkan sarapan untuk mereka.  Setelah selesai sarapan, saat sedang berduaan dengan istrinya, Jaka someh memulai pembicaraan dengan Asih.
“Punten Nyai…kamu teh kemarin kemana? Akang teh sampai kawatir kamu belum pulang juga sampai malam”.
 Asih nampak tidak senang mendengar pertanyaan Jaka someh, dengan ketus dia menjawab “saya cuma main dengan teman saya…kang…saya juga butuh untuk bergaul…butuh refreshing…biar tidak jenuh di rumah terus…”
Mendengar jawaban Asih seperti itu Jaka Someh menghela nafasnya, kemudian berkata “Punten Nyai, bukan maksud Akang untuk mencampuri urusan nyai, Akang dengar Kang Panji teh sudah balik lagi ke kampung ini, ada orang yang menyaksikan bahwa Nyai teh sering pergi berduaan dengan kang Panji…maaf  apakah itu betul…?”.
Asih kaget mendengar pertanyaan Jaka Someh, raut mukanya langsung berubah merah, menunjukan rasa marah dan malu. Dengan keras dia berkata kepada Jaka someh
“Akang…saya ini butuh bergaul dan bersenang-senang…memangnya saya bisa hidup seperti akang? Kuper dan kaku…mohon akang mengerti perasaan perempuan…saya juga ingin bahagia…”
Meskipun Jaka Someh sudah menyangka Asih akan marah dengan pertanyaannya yang berterus terang, namun tetap saja dia merasa terkejut melihat Asih begitu emosinya.
Jaka someh faham dengan sifat istrinya. Dia pun melunak dengan sikap Asih yang nampak keras menanggapi pertanyaannya.
Ketika dia hendak melanjutkan pertanyaan lagi ke Asih, Asih langsung memotongnya sambil berkata ketus
“Sudahlah kang…saya sekarang sedang capek, mohon akang jangan ganggu saya…meskipun akang adalah suami saya tapi saya tidak suka akang mencampuri urusan pribadi saya…”
Mendengar ucapan Asih yang begitu ketus, Jaka someh hanya bisa terdiam. Dia berusaha untuk menyabarkan dirinya. Kemudian berkata lunak kepada Asih
 Ya sudah nyai…akang minta maaf kalau akang jadi mengganggu kamusebenarnya akang hanya mengkhawatirkan keadaan kamu saja…”
Asih hanya menganggukan kepala mendengar permintaan maaf Jaka Someh kepadanya. Seakan Tidak ada rasa bersalah dalam hatinya karena telah bersikap ketus terhadap suaminya. Tak lama kemudian Jaka Someh berpamitan kepada Asih untuk berangkat ke ladang.
Jaka Someh sebenarnya tidak pergi ke ladang, dia sengaja berbohong karena ingin menyelidiki aktivitas Asih selama dia tidak ada di rumah.
Jaka someh berdiri di balik rerimbunan pohon yang letaknya tidak jauh dari rumah. Setelah menunggu beberapa saat, jaka someh melihat Asih keluar dari dalam rumah sambil menggendong si jalu. Jaka someh pun membuntutinya dari belakang. Asih ternyata pergi ke rumah bi Kesih untuk menitipkan anaknya. Setelah itu dia pergi ke arah timur menuju suatu tempat yang agak sepi. Setelah sampai di suatu tempat yang banyak pepohonan, Asih berhenti. Tak lama kemudian nampak seorang lelaki menghampirinya. Lelaki tersebut ternyata adalah Panji.
Panji segera merangkul Asih. Kemudian mereka pergi ke arah hutan sambil bergandengan tangan dengan mesranya. Melihat kemesraan yang ditunjukan Asih bersama Panji, hati Jaka Someh menjadi panas, marah dan sedih. Hatinya begitu sakit yang tak terkirakan, melihat kemesraan istrinya dengan lelaki lain. Jaka Someh merasa sangat marah dan benci. Belum pernah dia merasakan rasa cemburu yang begitu mendalam. Ingin rasanya dia melabrak mereka. Memukuli bahkan membunuh mereka.
Jaka someh sebenarnya sempat melangkahkan kakinya untuk melabrak mereka.Namun tiba-tiba terlintas wajah Jalu dan Pak Rohadi, sehinggga dia mengurungkan niatnya  untuk melabrak mereka.
Jaka Someh takut apabila dia tidak mampu untuk mengendalikan hawa amarahnya. Kemudian tanpa sadar membunuh Asih dan kekasihnya. Sehingga Jalu akan menjadi seorang yatim piatu. Kalau itu terjadi mungkin Jalu akan membenci Jaka Someh selamanya. Padahal Jaka someh sudah terlanjur sangat sayang kepada Jalu. Pak Rohadi yang dia hormati pun tentu akan merasa sedih dan marah kepadanya, kalau Asih mati di tangannya. Di sisi lain, Jaka Someh juga tidak ingin menyakiti Asih yang sekarang sudah menjadi istrinya. Jaka Someh bingung bukan kepalang, kemudian termenung cukup lama. Hatinya sangat susah dan sedih.
Melabrak mereka saat itu, mungkin juga akan menyebabkan Asih bertambah lacut dan memberontak. Jaka someh sangat mengenal sifat istrinya yang temperamental. Rumah tangga mereka akan ramai dengan pertengkaran. Sehingga warga akan tahu dengan borok rumah tangganya. Tentunya hal tersebut akan merusak martabat Pak Rohadi.
Karena bingung, dan tak kuasa menahan kemarahan serta kesedihan, Jaka someh memilih pergi meninggalkan tempat itu menuju arah ladangnya. Jangan tanya seberapa besar amarah dan kesedihannya. Karena hati nya memang sangat sedih, marah dan kecewa.
Meskipun dalam keadaan susah, Jaka Someh berusaha untuk tetap tegar. Beberapa kali dia menghela nafas.
“Astagfirulloh...gusti cobaan ini begitu beratnya bagi hamba...”
Dia menyambat sambil mengucap istigfar. Kemudian berdzikir menyebut nama Tuhan berharap hatinya bisa menjadi lapang dan kembali tenang. Jaka someh terus menasehati dirinya sendiri agar bisa sabar dan ikhlas di dalam cobaan yang sedang dia hadapi ini.
Malam ketika Jaka Someh sedang berdua dengan Asih di dalam kamar. Jaka Someh  mencoba  mengajak berbicara kepada Asih. Dengan suara pelan dan lembut, Jaka someh berkata kepada Asih.
“Nyai Punteun. Akang hanya ingin bertanya saja kepada nyai, tanpa ada maksud jelek sedikitpun. Maaf apa betul Nyai Sekarang sedang dekat lagi dengan kang Panji?”
Tentu saja pertanyaan tersebut membuat Asih merasa terkejut dan marah kepada Jaka Someh. Dengan suara keras dan kasar, Asih membentak Jaka Someh dengan kasarnya, karena di anggap telah mencampuri urusan pribadinya.
“Kang Someh, Akang ini apa-apaan...membuat hati saya tidak senang....kenapa Akang ini suka berburuk sangka kepada orang lain, apalagi terhadap istrinya sendiri. Emangnya akang ini siapa, kok berani mencampuri urusan privasi saya. Kalau pun bener saya deket dengan laki-laki lain, ya wajarlah saya juga butuh bergaul. Tidak seperti akang yang kuper. Meskipun akang ini suami saya, tapi saya tidak suka kalau akang mencampuri urusan pribadi saya. Awas kalau akang berani seperti ini lagi, Saya tidak akan ridho…tidak mau lagi ngomong dengan akang”.

Asih berkata sedemikian kerasnya kepada Jaka someh. Bahkan mengatakan Jaka someh sebagai lelaki yang suka berburuk sangka. Jaka Someh sangat terkejut melihat mimik muka istrinya yang sangat marah kepadanya, padahal dia hanya ingin berbicara secara baik-baik, berdiskusi dengan istrinya. Dia berharap dapat memperbaiki permasalahan rumah tangganya yang nampak mulai mengalami masalah.
Kalau memang benar, Asih telah menjalin hubungan asmara lagi dengan Panji, maka biarlah dirinya mengalah untuk pergi dari kehidupan Asih. Mereka bisa bercerai secara baik-baik tanpa harus ada pertengkaran. Namun Jaka someh merasa sungkan untuk meneruskan pembicaraan itu lagi.
Karena saat itu, istrinya sedang tidak bisa di ajak berdiskusi secara baik. Sifat Jaka Someh yang pengalah dan cenderung menghindari konflik dengan orang lain, membuat dia memilih untuk meminta maaf dibanding berkonfrontasi dengan istrinya, berharap emosi Asih kembali turun.
“Ya sudah nyai, akang minta maaf. Mohon nyai tidak marah lagi ke akang. Akang tidak akan lagi mencampuri urusan nyai”.
Dengan sedih dan kecewa Jaka Someh terpaksa mengalah untuk sementara waktu kepada Asih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...