Cerita Novel Silat Ksatria Ilalang |
Setelah berpamitan dengan para
pedagang di pantai selatan, Jaka Someh melanjutkan perjalanan pulang. Awalnya
dia berencana untuk bermalam di wilayah itu, namun karena pertarungannya dengan
geng naga hitam
telah menyita banyak waktu,
dia pun
memutuskan untuk segera melanjutkan perjalananannya. Semalaman dia mengendarai gerobak sapinya.
Untunglah malam itu langit terlihat cerah. Meskipun tidak ada rembulan, namun dipenuhi taburan bintang-bintang
bercahaya,
sehingga Jaka Someh dapat melihat jelas jalan disekitarnya. Jalanan nampak sepi hanya terdengar beberapa kali suara ringkihan binatang malam
seperti anjing liar dan burung hantu.
Jaka Someh ingin segera sampai ke
rumahnya, dia pun melajukan gerobak sapinya. Dia sudah merasa rindu dengan anak dan istrinya. Meskipun si Jalu bukan anak
kandungnya, namun Jaka Someh sangat menyayanginya. Dia lah yang telah merawat si Jalu dari semenjak lahir dengan penuh
kasih sayang.
Jaka Someh terus berkendara
sepanjang malam. Dia beristirahat ketika menjelang fajar, seusai melaksanakan shalat subuh. Karena sudah tidak
kuasa lagi menahan kantuk, Jaka Someh tertidur di atas
gerobak sapinya. Dia terbangun ketika matahari sudah naik setinggi tombak, karena merasakan kehangatan dari mentari
pagi. Bangun dari tidur, dia merasa lapar. Jaka Someh kemudian makan nasi timbel yang dia bawa, setelah itu dia kembali melanjutkan perjalanannya.
Hari menjelang sore ketika Jaka
Someh sampai di kampung Cikaret. Rumahnya nampak kelihatan
sepi. Beberapa kali mengucapkan salam namun tidak ada
yang membalas. Ketika dia hendak masuk ke rumah, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya
“Meh...Someh...kamu baru datang? Bapak mertuamu
dari tadi siang pergi ke ladang, sampai sekarang nampaknya belum pulang...kalau
Asih saya lihat pergi sendiri...entah kemana... bahkan si Jalu pun di titipkan
di rumah mamang. Mamang tidak tahu Asih pergi kemana, sebab dia tidak ngomong
apa-apa ke Mamang” kata mang udin.
“Oh, ya mang Udin, terima kasih,
mohon maaf jadi merepotkan mamang, kalau begitu saya bawa si jalu ya mang...”
Jaka Someh pun pergi ke rumah mang
Udin, dan melihat si jalu sedang tertidur di bale rumah mang Udin. Jaka Someh
pun menggendongnya sambil membawanya pulang ke rumah. Sesampai di rumah Jaka
Someh membaringkan si Jalu di pembaringan di kamarnya. Jaka Someh pun pergi
mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu dia memasak air untuk membuat wedang jahe kesukaannya. Bakda magrib pak Rohadi baru pulang dari
ladangnya. Sedangkan Asih baru sampai rumah setelah isya, dia merasa kikuk melihat Jaka Someh sudah
pulang.
Jaka Someh sendiri merasa heran dengan sikap Asih yang nampak
kikuk kepadanya, namun dia berpura-pura tersenyum untuk meneyembunyikann keheranannya. Di dalam kamar tidak
banyak percakapan diantara mereka.
Hanya beberapa saat saja, Asih sudah tertidur pulas tanpa memeperdulikan suaminya yang
baru datang dari tempat yang jauh. Jaka Someh hanya menggelengkan
kepala melihat Asih yang sudah tertidur pulas. Dia merasa sedih, istrinya sepertinya masih belum memiliki perasaan cinta kepadanya.
Keesokan hari, Jaka Someh berangkat ke
ladang untuk membantu mertuanya mengurus
kebun. Dia membawa serta si jalu. Asih pergi sendiri entah kemana. Dia pergi
tanpa pamit kepada Jaka
Someh maupun Pak
Rohadi.
Menjelang Ashar, Jaka Someh sudah pulang ke rumah bersama pak Rohadi dan si
Jalu. Mereka mendapati rumah dalam keadaan kosong, tidak terlihat ada Asih. Pak Rohadi merasa heran dengan sikap putrinya, kemudian bertanya
kepada jaka Someh
“Si Nyai
pergi kemana ya Jang Someh...?”
Jaka Someh menjawab,
“Saya juga tidak
tahu bapak..., tadi Asih tidak
bilang apa-apa, mungkin sedang ada keperluan
di luar...”
Pak Rohadi merasa tidak senang mendengar
jawaban jaka Someh
”Kamu teh suaminya. Ya...di Tanya dong, kalau dia mau pergi
keluar, Tanya mau kemana...Sama siapa...berapa lama...jangan
dibiarkan dia bertindak
semaunya sendiri atuh...”
Jaka Someh merasa tidak enak
mendengar nada mertuanya yang agak meninggi.
Jaka Someh mengiyakan nasehat pak
Rohadi
“Iya
Bapak, Baik.
Saya minta maaf. Nanti
saya coba bicarakan hal tersebut dengan Asih...”.
Sampai jam 8 malam ternyata Asih masih
belum juga pulang ke rumah, pak Rohadi terlihat
begitu kawatir putrinya yang masih belum juga pulang, dia berkata kepada Jaka Someh
“Aduuh,
si Nyai teh kemana ya, Jang...?
Sampai sekarang masih belum juga pulang...”
Jaka Someh mencoba menenangkan pak
Rohadi
“Biar saya cari saja Pak...Nanti saya
coba tanya ke Nyi Darsih, temannya
Asih...barangkali dia ada di sana...”
Pak Rohadi mengiyakan
“Iya atuh... kamu cari Asih ya, jang. Suruh
cepat pulang... tidak baik perempuan keluar rumah sendirian apalagi sampai
larut malam seperti ini...”
Jaka Someh segera pergi keluar untuk mencari
istrinya yang masih belum pulang meski hari sudah larut malam. Dengan perasaan sedih bercampur rasa was`was Jaka Someh
berjalan gontai mengelilingi kampung Cikaret.
Setelah berjalan beberapa saat,
Jaka Someh memutuskan untuk pergi
ke rumah Nyi Darsih, sahabat Nyi Asih. Dia berharap akan menemukan Asih di sana.
Sesampainya di depan ruman nyi Darsih, Jaka someh mengucapkan salam
“Assalamu alaikum...Punten…”
Tidak lama kemudian terdengar suara
perempuan menjawab salam Jaka Someh.
“Wa alaikum salam…ya….sebentar…”
Nampak seorang perempuan muda keluar
dari rumah tersebut
“Eeh.kang someh…ada apa kang…malam-`malam
begini ke rumah Darsih…?”.
Perempuan tersebut ternyata adalah Nyi
Darsih. Jaka Someh tersenyum kepada Nyi Darsih, kemudian berkata
“Punten Nyai… mohon maaf akang teh bertamu
malam-malam begini…anu…akang teh lagi nyari Asih…istri akang…barangkali Asih
teh sedang main di rumah Nyai…”
Wajah Nyi Darsih nampak sedikit terkejut
mendengar perkataan Jaka Someh. Tiba-tiba raut mukanya terlihat sedih. Nyi Darsih kemudian berkata kepada Jaka Someh
“Maaf
Kang Someh, Asih sudah lama tidak pernah main ke rumah saya…tapi…anu…kang...”.
Nyi Darsih tampak ragu untuk meneruskan ucapannya sehingga membuat Jaka Someh
menjadi penasaran.
Dengan wajah yang menunjukan rasa
penasaran, Jaka Someh bertanya kepada Nyi Darsih
“Anu…kenapa… Nyai…?”.
Dengan perasaan penuh bimbang Nyi Darsih
kemudian melanjutkan ucapannya
“Ah
tidak ada apa-apa sih kang…maaf…Cuma…anu kang…saya dengar Asih teh sekarang
sering jalan berduaan dengan Kang Panji…apakah kang Someh tidak tahu kalau kang
Panji teh sudah kembali ke kampung kita…?”
Mendengar keterangan Nyi Darsih, hati
Jaka Someh merasa panas sekaligus sedih. Dia membayangkan Asih kembali
bermesraan dengan mantan kekasihnya tersebut. Perasaan cemburu mulai menguasainya. Hatinya
terasa teriris-iris. Belum pernah dia merasakan rasa pedih seperti yang
sekarang sedang dia rasakan. Meskipun hatinya mulai galau namun Jaka Someh berusaha untuk tetap
tenang. Jaka Someh berkata kepada Nyi Darsih
“Ya sudah atuh Nyai…kalau memang istri
akang tidak ada di sini mah…akang mau permisi saja…mau pamit…biar akang cari
dulu saja ke tempat lain…”
Nyi Darsih mempersilahkan Jaka Someh
untuk pamit
“Iya
kang mangga…”
Jaka Someh kemudian pergi meninggalkan
Nyi Darsih. Dia terus
berkeliling kampung untuk mencari istrinya, tiba`tiba ada seseorang yang memanggil
namanya dari arah belakang.
“Meh…Someh…tunggu…”
Jaka Someh melirik ke arah asal suara
tersebut. Dilihatnya Mang Udin sedang menghampirinya. Jaka Someh tersenyum
kepada Mang Udin
“Eh mamang…ada apa mang?”
Dengan wajah yang serius mang udin berkata
kepada Jaka Someh
“Kamu dari mana Meh…tidak biasanya kamu
jalan sampai malam-malam begini…”.
Jaka Someh menjawab pertanyaan
Mang Udin
“Anu Mang…saya teh…lagi nyari Asih…istri
saya…dari tadi koq belum pulang juga…”.
Mang Udin tersenyum kecil kepada Jaka
Someh
“Nah begitu atuh…punya istri teh harus
diperhatikan….”.
Jaka Someh mendangahkan wajahnya kepada
Mang udin karena terkejut mendengar ucapan Mang Udin. Baru saja dia akan
menanggapi ucapan mang udin, mang Udin sudah mendahuluinya dengan berkata
“Istri kamu teh…sekarang sudah pulang…
kebetulan tadi saya berpapasan dengan Asih waktu saya keluar rumah…ya sudah…
sekarang mah kamu pulang saja…coba ngobrol dengan Asih secara baik`baik…kalau
ada masalah rumah tangga teh harus dibicarakan bersama…”
Jaka Someh meski dipenuhi perasaan heran dengan perkataan
Mang Udin, namun dia mengiyakan untuk segera pulang.
“Iya,
Mang, kalau begitu saya pamit pulang ya…hatur nuhun mang…Mangga…”
Mang Udin mengiyakan Jaka Someh untuk segera pulang.
Sesampainya di rumah, jaka someh
langsung masuk ke dalam rumah yang nampak terlihat sepi. Pak Rohadi ternyata
sudah masuk ke dalam kamarnya. Jaka Someh pun langsung masuk ke dalam kamarnya,
dilihatnya Asih sudah tertidur pulas. Ada perasaan sedih di dalam hati. Sikap istrinya sampai
sekarang masih juga belum
bisa menghargai dirinya. Jaka Someh bergumam dalam hati
“Aduh…Nyai…akang teh tadi panik…khawatir dengan
keadaan kamu…akang takut kalau kamu mendapat masalah…eh…ternyata kamu sekarang
justru sudah tertidur pulas begini…Aduh
kamu teh tadi darimana
atuh…bikin akang susah dan khawatir saja…apakah kamu tidak tahu bahwa akang
sangat menyayangi kamu…”.
Setelah puas memandangi istrinya yang
sedang tertidur pulas, Jaka someh kemudian
membaringkan badannya di bale-bale kamar di samping tubuh si Jalu.
Keesokan hari, Jaka someh menyiapkan
sarapan untuk mereka. Setelah selesai sarapan, saat sedang berduaan dengan istrinya, Jaka
someh memulai pembicaraan dengan Asih.
“Punten Nyai…kamu teh kemarin kemana? Akang teh
sampai kawatir kamu belum pulang juga sampai malam”.
Asih nampak tidak senang mendengar pertanyaan
Jaka someh, dengan ketus dia menjawab “saya cuma main dengan teman
saya…kang…saya juga butuh
untuk bergaul…butuh
refreshing…biar tidak jenuh di rumah terus…”
Mendengar jawaban Asih seperti itu Jaka
Someh menghela nafasnya, kemudian berkata “Punten Nyai, bukan maksud Akang
untuk mencampuri urusan nyai,
Akang dengar Kang Panji
teh sudah balik lagi ke kampung ini, ada orang yang menyaksikan bahwa Nyai teh sering pergi
berduaan dengan kang Panji…maaf apakah
itu betul…?”.
Asih kaget mendengar pertanyaan Jaka
Someh, raut mukanya langsung berubah merah, menunjukan rasa marah dan malu.
Dengan keras dia berkata kepada Jaka someh
“Akang…saya ini butuh bergaul dan
bersenang-senang…memangnya saya bisa hidup seperti akang? Kuper dan kaku…mohon
akang mengerti perasaan perempuan…saya juga ingin bahagia…”
Meskipun Jaka Someh sudah menyangka Asih
akan marah dengan pertanyaannya yang berterus terang, namun tetap saja dia merasa terkejut
melihat Asih begitu emosinya.
Jaka someh faham dengan sifat istrinya.
Dia pun melunak dengan sikap Asih yang nampak keras menanggapi pertanyaannya.
Ketika dia hendak melanjutkan pertanyaan
lagi ke Asih, Asih langsung memotongnya sambil berkata ketus
“Sudahlah kang…saya sekarang sedang
capek, mohon akang jangan ganggu saya…meskipun
akang adalah suami saya tapi saya tidak suka akang
mencampuri urusan pribadi saya…”
Mendengar ucapan Asih yang begitu ketus,
Jaka someh hanya bisa terdiam. Dia berusaha untuk menyabarkan dirinya. Kemudian
berkata lunak kepada Asih
“Ya sudah nyai…akang minta maaf
kalau akang jadi mengganggu kamu…sebenarnya akang hanya
mengkhawatirkan keadaan kamu saja…”
Asih hanya menganggukan kepala mendengar
permintaan maaf Jaka Someh kepadanya. Seakan Tidak ada rasa bersalah dalam
hatinya karena telah bersikap ketus terhadap suaminya. Tak lama kemudian Jaka
Someh berpamitan kepada Asih untuk berangkat ke ladang.
Jaka
Someh sebenarnya tidak pergi ke ladang, dia sengaja berbohong karena ingin
menyelidiki aktivitas Asih selama
dia tidak ada di rumah.
Jaka
someh berdiri di balik rerimbunan
pohon yang letaknya tidak jauh dari rumah. Setelah menunggu beberapa saat, jaka
someh melihat Asih keluar dari dalam rumah sambil menggendong si jalu. Jaka
someh pun membuntutinya dari belakang. Asih ternyata pergi ke rumah bi Kesih
untuk menitipkan anaknya. Setelah itu dia pergi ke arah timur menuju suatu
tempat yang agak sepi. Setelah sampai di suatu tempat yang banyak pepohonan, Asih berhenti. Tak
lama kemudian nampak seorang lelaki menghampirinya. Lelaki tersebut ternyata
adalah Panji.
Panji segera merangkul Asih. Kemudian mereka pergi ke arah
hutan sambil bergandengan tangan dengan mesranya. Melihat kemesraan yang
ditunjukan Asih bersama Panji, hati Jaka Someh menjadi panas, marah dan sedih. Hatinya begitu
sakit yang tak terkirakan,
melihat kemesraan istrinya dengan lelaki
lain. Jaka Someh merasa sangat marah
dan benci. Belum pernah dia merasakan rasa
cemburu yang begitu mendalam. Ingin rasanya dia melabrak mereka. Memukuli bahkan membunuh mereka.
Jaka someh sebenarnya sempat melangkahkan kakinya untuk melabrak mereka.Namun
tiba-tiba terlintas wajah Jalu dan Pak Rohadi, sehinggga
dia mengurungkan niatnya untuk melabrak
mereka.
Jaka Someh takut apabila dia tidak mampu untuk mengendalikan hawa amarahnya.
Kemudian tanpa sadar membunuh Asih dan kekasihnya. Sehingga Jalu akan menjadi
seorang yatim piatu. Kalau itu terjadi mungkin Jalu akan membenci Jaka Someh
selamanya. Padahal Jaka someh sudah terlanjur sangat sayang kepada Jalu. Pak
Rohadi yang dia hormati pun tentu akan merasa sedih dan marah kepadanya, kalau
Asih mati di tangannya. Di sisi lain, Jaka Someh juga tidak ingin menyakiti
Asih yang sekarang sudah menjadi istrinya. Jaka Someh bingung bukan kepalang,
kemudian termenung cukup lama. Hatinya sangat susah dan sedih.
Melabrak
mereka saat itu, mungkin juga akan menyebabkan Asih
bertambah lacut dan memberontak.
Jaka someh sangat mengenal sifat istrinya
yang temperamental. Rumah tangga
mereka akan ramai dengan pertengkaran. Sehingga warga akan tahu dengan borok
rumah tangganya. Tentunya hal tersebut akan merusak martabat Pak Rohadi.
Karena
bingung, dan tak kuasa
menahan kemarahan serta
kesedihan, Jaka someh memilih
pergi meninggalkan tempat itu menuju
arah ladangnya. Jangan tanya seberapa besar amarah dan kesedihannya.
Karena hati nya memang sangat sedih, marah dan kecewa.
Meskipun dalam keadaan susah, Jaka Someh berusaha
untuk tetap tegar. Beberapa kali dia menghela nafas.
“Astagfirulloh...gusti cobaan ini begitu beratnya bagi hamba...”
Dia menyambat sambil mengucap istigfar. Kemudian berdzikir
menyebut nama Tuhan berharap hatinya
bisa menjadi lapang dan kembali tenang. Jaka someh terus
menasehati dirinya sendiri
agar bisa sabar dan ikhlas di
dalam cobaan yang sedang dia hadapi ini.
Malam
ketika Jaka Someh sedang berdua dengan Asih di dalam kamar. Jaka
Someh mencoba
mengajak berbicara kepada Asih. Dengan suara pelan
dan lembut, Jaka someh berkata kepada Asih.
“Nyai
Punteun. Akang hanya ingin bertanya saja kepada nyai, tanpa ada maksud jelek
sedikitpun. Maaf apa betul Nyai
Sekarang sedang dekat lagi dengan kang Panji?”
Tentu
saja pertanyaan tersebut
membuat Asih merasa terkejut
dan marah kepada Jaka Someh. Dengan suara keras dan kasar, Asih membentak Jaka Someh dengan kasarnya, karena
di anggap telah mencampuri urusan pribadinya.
“Kang
Someh, Akang ini apa-apaan...membuat hati saya tidak senang....kenapa
Akang ini suka berburuk sangka
kepada orang lain, apalagi terhadap istrinya sendiri. Emangnya akang ini siapa,
kok berani mencampuri urusan privasi saya. Kalau pun bener saya
deket dengan laki-laki lain, ya wajarlah saya juga butuh bergaul. Tidak seperti
akang yang kuper. Meskipun akang ini suami saya, tapi saya tidak suka kalau
akang mencampuri urusan pribadi saya. Awas kalau akang berani seperti ini lagi, Saya
tidak akan ridho…tidak mau lagi
ngomong dengan akang”.
Asih
berkata sedemikian kerasnya kepada Jaka someh. Bahkan mengatakan Jaka someh
sebagai lelaki yang suka berburuk sangka. Jaka Someh sangat terkejut melihat mimik muka istrinya yang sangat marah kepadanya,
padahal dia hanya ingin berbicara secara
baik-baik, berdiskusi
dengan istrinya. Dia berharap dapat memperbaiki permasalahan
rumah tangganya yang nampak mulai
mengalami masalah.
Kalau
memang benar, Asih telah menjalin hubungan asmara lagi dengan Panji,
maka biarlah dirinya mengalah untuk pergi dari kehidupan Asih. Mereka bisa bercerai secara baik-baik tanpa harus ada
pertengkaran. Namun Jaka someh merasa sungkan untuk meneruskan pembicaraan itu lagi.
Karena saat itu, istrinya sedang tidak bisa di ajak berdiskusi secara baik.
Sifat Jaka Someh yang pengalah dan cenderung menghindari konflik dengan orang
lain, membuat dia memilih untuk meminta maaf dibanding berkonfrontasi dengan
istrinya, berharap emosi Asih kembali turun.
“Ya
sudah nyai, akang minta maaf. Mohon nyai tidak marah lagi ke akang. Akang tidak akan lagi
mencampuri urusan nyai”.
Dengan sedih dan kecewa Jaka Someh terpaksa mengalah untuk sementara waktu
kepada Asih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar