Cerita Novel silat Ksatria Ilalang |
Setelah dua tahun Jaka Someh berguru kepada Ki Thiban, dia pun berniat untuk kembali melanjutkan lagi
perjalanannya. Ki Thiban pun, mau tidak mau, merelakan kepergian muridnya
tersebut. Maka Jaka Someh pun pergi meninggalkan lereng bukit Karuhun serta
gurunya tersebut. Dia berjalan terus ke arah timur namun tak sampai dua hari
tiba-tiba dia memutuskan untuk menetap di suatu bukit yang menawan hatinya.
Awalnya waktu itu ketika dia sedang berjalan di dekat bukit
itu, tiba-tiba langit menjadi gelap, padahal hari masih siang. Rupanya hujan
yang di sertai badai datang menerjang wilayah itu. Angin puting beliung yang
mengiringi badai itu pun memporak-porandakan wilayah itu. Banyak pohon-pohon
besar yang tumbang, bahkan akarnya pun sampai tercabut dari tanah. Waktu kejadian, Jaka Someh berusaha berlindung dengan
cara merebahkan dirinya di atas ilalang
di atas tanah. Ketika badai sudah berlalu, dan langitpun sudah kembali cerah,
di lihatnya banyak pohon-pohon besar yang tumbang. Hanya pohon bambu dan
ilalang saja yang nampak selamat dari serangan badai itu. Kejadian itu pun
begitu membekas dalam pikirannya. Dia heran kenapa hanya pohon bambu dan
ilalang yang bisa selamat dari badai, padahal pohon-pohon besar yang nampak
kokoh justru malah bertumbangan. Dia pun terus memikirkannya alasannya,
berusaha mencari jawaban atas keheranannya tersebut. Kemudian Jaka Someh pun
mencoba memukul ilalang-ilang yang ada di sekitarnya, ilang-ilang itu pun hanya
bergerak mengikuti arah pukulan Jaka Someh. Setelah berkali kali dia melakukan
percobaan dengan memukul ilalang kemudian dia bandingkan dengan memukul pohon
kayu yang berukuran cukup besar, hasilnya ternyata tetap dia tidak mampu
merobohkan ilalang dengan pukulannya tapi dia berhasil merobohkan pohon kayu
yang terlihat lebih kuat daripada ilalang. Lama dia memikirkannya, sampai
akhirnya dia menyimpulkan bahwa ilalang bersifat lentur dan tidak melawan badai
dengan kekuatannya melainkan hanya meneruskan energi badai yang menerpanya
tersebut, sedangkan pohon kayu karena dia kokoh dan kaku maka dia mencoba
melawan badai tersebut dengan kekuatannya, namun karena kalah kuat maka dia pun
tumbang. Kekerasan tidak mesti harus dilawan dengan kekerasan, seringkali
kekerasan justru dapat ditaklukan oleh kelembutan. Jaka Someh merasa bahagia
bisa menemukan pilosofi barunya tersebut. Dia pun mencoba menerapkan
pengetahuannya tersebut kedalam ilmu silatnya. Maka untuk sementara waktu, dia
pun mengurungkan niatnya untuk melanjutkan berkelana karena ingin melatih ilmu silat
yang baru dipelajarinya tersebut.
Jaka Someh kemudian menetap di bukit
itu sambil melatih ilmu silat nya sekaligus melanjutkan kesenangannya dalam
bercocok tanam. Disiang hari dia berlatih ilmu silatnya di atas pasir
atau bebatuan di bawah teriknya cahaya matahari. Panasnya begitu melekeb, namun
Jaka Someh berusaha meresapi energi panas tersebut. Dia berusaha menempa
dirinya agar mampu bertahan meskipun dalam kondisi alam yang ekstrim sekalipun.
Berbeda dengan latihannya di masa
lalu yang keras dan tak kenal ampun, sekarang dia lebih banyak menfokuskan pada jurus-jurus silatnya
yang halus, dia lebih banyak berlatih olah nafas dan olah konsentrasi pikiran maupun olah rasa. Jaka Someh menyatukan dirinya
dengan alam semesta yang besar, dalam panas dan dingin, hujan dan
kemarau, dalam
keharmonisan gerak dan nafasnya. Itulah ilmu silat halus yang sedang dia latih.
Jiwanya pasrah pada yang Maha Kuasa. Jaka someh sadar bahwa dirinya adalah
hanya seperti setitik debu dalam bumi yang luas. Kekuatan yang dia miliki tidak
ada apa-apanya di bandingkan kebesaran alam ciptaan Tuhan Yang Maha Perkasa. Lalu
bagaimanakah dengan Yang menciptakannya? Pastinya adalah Sang Maha Besar. Allahu Akbar.
Alam semesta begitu luas dan besar,
yang juga dipenuhi oleh kekuatan-kekuatan yang dasyat, seperti matahari dan
bintang-bintang dilangit. Meskipun Langit dan bumi beserta isinya itu demikian
besar dan dahsyatnya, tentu ada yang jauh lebih maha dahsyat dan besar lagi,
yaitu yang telah menciptakan semuanya itu, itulah Tuhan Yang Maha Besar yang
tidak pernah lalai atau pun mengantuk sedikitpun untuk tetap mengawasi dan mengatur
semua kehidupan di seluruh semesta alam. Dialah Dzat yang tidak mengalami kematian atau kerusakan
meski sesaat pun juga karena Dia adalah Dzat yang maha kekal sehingga tidak
memerlukan keturunan untuk memelihara kelanggenganNya.
Tuhan adalah Dzat yang meliputi
seluruh alam semesta ini. Tidak mungkin disebut Tuhan apabila Dia masih berasal
dari sesuatu, justru Tuhan adalah Dzat yang tempat segala sesuatu berasal
dariNya. Karena Dialah semuanya menjadi ada, dengan kehendakNYa. Tuhan adalah
sumber dari segala sumber kehidupan. Dialah Al awal, Al Hayyu. Dia memelihara alam ciptaanNya
dalam keteraturan sesuai dengan aturan yang dikehendakiNya. Hanya pada Tuhan
yang tunggal itu-lah maka Jaka Someh memohon dan berpasrah diri. Karena hanya
Dialah Dzat yang pantas disembah.
Begitulah hari-hari yang dilalui oleh Jaka Someh di bukit itu
selanjutnya, kegiatannya hanya di isi dengan kegiatan beribadah seperti
Sholat, membaca Alquran dan berdzikir, Jaka Someh juga tetap giat untuk berlatih silat dan bercocok tanam.
Bukan hanya tanaman pangan, atau
buah dan sayuran saja yang dia tanam namun juga tanaman-tanaman yang mengandung
khasiat sebagai obat-obatan dan kesehatan bagi mahluk hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar