Jumat, 23 Februari 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 21. Suatu Pencerahan


Cerita Novel silat Ksatria Ilalang


Setelah dua tahun Jaka Someh berguru kepada Ki Thiban, dia pun berniat untuk kembali melanjutkan lagi perjalanannya. Ki Thiban pun, mau tidak mau, merelakan kepergian muridnya tersebut. Maka Jaka Someh pun pergi meninggalkan lereng bukit Karuhun serta gurunya tersebut. Dia berjalan terus ke arah timur namun tak sampai dua hari tiba-tiba dia memutuskan untuk menetap di suatu bukit yang menawan hatinya.
Awalnya waktu itu ketika dia sedang berjalan di dekat bukit itu, tiba-tiba langit menjadi gelap, padahal hari masih siang. Rupanya hujan yang di sertai badai datang menerjang wilayah itu. Angin puting beliung yang mengiringi badai itu pun memporak-porandakan wilayah itu. Banyak pohon-pohon besar yang tumbang, bahkan akarnya pun sampai tercabut dari tanah. Waktu kejadian, Jaka Someh berusaha berlindung dengan cara merebahkan dirinya di atas ilalang di atas tanah. Ketika badai sudah berlalu, dan langitpun sudah kembali cerah, di lihatnya banyak pohon-pohon besar yang tumbang. Hanya pohon bambu dan ilalang saja yang nampak selamat dari serangan badai itu. Kejadian itu pun begitu membekas dalam pikirannya. Dia heran kenapa hanya pohon bambu dan ilalang yang bisa selamat dari badai, padahal pohon-pohon besar yang nampak kokoh justru malah bertumbangan. Dia pun terus memikirkannya alasannya, berusaha mencari jawaban atas keheranannya tersebut. Kemudian Jaka Someh pun mencoba memukul ilalang-ilang yang ada di sekitarnya, ilang-ilang itu pun hanya bergerak mengikuti arah pukulan Jaka Someh. Setelah berkali kali dia melakukan percobaan dengan memukul ilalang kemudian dia bandingkan dengan memukul pohon kayu yang berukuran cukup besar, hasilnya ternyata tetap dia tidak mampu merobohkan ilalang dengan pukulannya tapi dia berhasil merobohkan pohon kayu yang terlihat lebih kuat daripada ilalang. Lama dia memikirkannya, sampai akhirnya dia menyimpulkan bahwa ilalang bersifat lentur dan tidak melawan badai dengan kekuatannya melainkan hanya meneruskan energi badai yang menerpanya tersebut, sedangkan pohon kayu karena dia kokoh dan kaku maka dia mencoba melawan badai tersebut dengan kekuatannya, namun karena kalah kuat maka dia pun tumbang. Kekerasan tidak mesti harus dilawan dengan kekerasan, seringkali kekerasan justru dapat ditaklukan oleh kelembutan. Jaka Someh merasa bahagia bisa menemukan pilosofi barunya tersebut. Dia pun mencoba menerapkan pengetahuannya tersebut kedalam ilmu silatnya. Maka untuk sementara waktu, dia pun mengurungkan niatnya untuk melanjutkan berkelana karena ingin melatih ilmu silat yang baru dipelajarinya tersebut. 
Jaka Someh kemudian menetap di bukit itu sambil melatih ilmu silat nya sekaligus melanjutkan kesenangannya dalam bercocok tanam. Disiang hari dia berlatih ilmu silatnya di atas pasir atau bebatuan di bawah teriknya cahaya matahari. Panasnya begitu melekeb, namun Jaka Someh berusaha meresapi energi panas tersebut. Dia berusaha menempa dirinya agar mampu bertahan meskipun dalam kondisi alam yang ekstrim sekalipun.
Berbeda dengan latihannya di masa lalu yang keras dan tak kenal ampun, sekarang dia lebih banyak menfokuskan pada jurus-jurus silatnya yang halus, dia lebih banyak berlatih olah nafas dan olah konsentrasi pikiran maupun olah rasa. Jaka Someh menyatukan dirinya dengan alam semesta yang besar, dalam panas dan dingin, hujan dan kemarau, dalam keharmonisan gerak dan nafasnya. Itulah ilmu silat halus yang sedang dia latih. Jiwanya pasrah pada yang Maha Kuasa. Jaka someh sadar bahwa dirinya adalah hanya seperti setitik debu dalam bumi yang luas. Kekuatan yang dia miliki tidak ada apa-apanya di bandingkan kebesaran alam ciptaan Tuhan Yang Maha Perkasa. Lalu bagaimanakah dengan Yang menciptakannya? Pastinya adalah Sang Maha Besar. Allahu Akbar.
Alam semesta begitu luas dan besar, yang juga dipenuhi oleh kekuatan-kekuatan yang dasyat, seperti matahari dan bintang-bintang dilangit. Meskipun Langit dan bumi beserta isinya itu demikian besar dan dahsyatnya, tentu ada yang jauh lebih maha dahsyat dan besar lagi, yaitu yang telah menciptakan semuanya itu, itulah Tuhan Yang Maha Besar yang tidak pernah lalai atau pun mengantuk sedikitpun untuk tetap mengawasi dan mengatur semua kehidupan di seluruh semesta alam. Dialah Dzat yang tidak mengalami kematian atau kerusakan meski sesaat pun juga karena Dia adalah Dzat yang maha kekal sehingga tidak memerlukan keturunan untuk memelihara kelanggenganNya.
Tuhan adalah Dzat yang meliputi seluruh alam semesta ini. Tidak mungkin disebut Tuhan apabila Dia masih berasal dari sesuatu, justru Tuhan adalah Dzat yang tempat segala sesuatu berasal dariNya. Karena Dialah semuanya menjadi ada, dengan kehendakNYa. Tuhan adalah sumber dari segala sumber kehidupan. Dialah Al awal, Al Hayyu. Dia memelihara alam ciptaanNya dalam keteraturan sesuai dengan aturan yang dikehendakiNya. Hanya pada Tuhan yang tunggal itu-lah maka Jaka Someh memohon dan berpasrah diri. Karena hanya Dialah Dzat yang pantas disembah.  Begitulah hari-hari yang dilalui oleh Jaka Someh di bukit itu selanjutnya, kegiatannya hanya di isi dengan kegiatan beribadah seperti Sholat, membaca  Alquran dan berdzikir, Jaka Someh juga tetap giat untuk berlatih silat dan bercocok tanam.
Bukan hanya tanaman pangan, atau buah dan sayuran saja yang dia tanam namun juga tanaman-tanaman yang mengandung khasiat sebagai obat-obatan dan kesehatan bagi mahluk hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...