Novel Ksatria Ilalang |
Hari
itu, Jaka Someh sedang berada di tengah hutan untuk mencari kayu bakar,
tiba-tiba terdengar suara keributan dari arah barat hutan. Dia heran dengan
suara keributan tersebut. Jaka Someh pun mencoba mencari tahu tentang hal
tersebut. Dia pun segera memanjat ke atas pohon untuk menyelidikinya. Dari atas
pohon yang tinggi, jaka someh melihat banyak hewan-hewan yang sedang panik berlarian. Dia melihat banyak
burung berterbangan
tak tentu arah, monyet-monyet juga berhamburan, berlompatan ke sana
kemari. Mereka panik karena hutan tempat tinggal mereka sedang mengalami
kebakaran hebat.
Jaka
Someh merasa penasaran bagaimana hutan itu bisa terbakar. Dengan mengikuti
instingnya dia pun berlompatan dari satu
dahan pohon ke pepohonan lainnya untuk
mencari asal api yang membakar hutan tersebut. Jaka Someh terkejut
ketika melihat ada beberapa lelaki yang sedang membakar beberapa pohon. Rupanya
mereka lah yng menyebabkan hutan mengalami kebakaran hebat.
Jaka
Someh merasa heran oleh perbuatan mereka, yang tega membakar hutan secara
membabi buta. Apakah mereka tidak berpikir bahwa tindakan mereka itu telah
merusak kelestarian hutan dan segala isinya. Padahal banyak makhluk yang menggantungkan
hidupnya pada kelestarian hutan, termasuk juga manusia.
Jaka
Someh mendekati mereka, kemudian melompat dari atas pohon mendarat mulus di
tanah. Dia pun berjalan mendekati
mereka. Jaka Someh berkata kepada mereka,
“Permisi Akang, Mamang, apa
yang kalian sedang lakukan? kenapa Kalian semua membakar hutan ini...?”.
Para
warga yang baru menyadari kedatangan Jaka Someh yang tiba-tiba menjadi
terperanjat. Mereka mengamati Jaka Someh dengan seksama dari mulai ujung kaki
sampai ujung kepala. Dalam hati, mereka bertanya-tanya apakah Jaka Someh ini
seorang manusia seperti mereka ataukah bangsa siluman yang menghuni
hutan ini
“Kamu siapa...?”
Kata
salah satu dari mereka dengan sedikit gugup.
Jaka
Someh pun menjawab
“Punteun Kang, saya Jaka
Someh, saya tinggal di lereng gunung halimun ini, Mohon maap kenapa akang
sekalian membakar hutan ini? Memangnya hutan ini salah apa kepada akang
semua?”.
Mendengar
Jaka Someh berbicara dengan sopan, mereka pun mulai yakin kalau jaka Someh
memang manusia biasa seperti mereka. Mereka menjawab pertanyaan Jaka someh
“kami mau membuka lahan
untuk perkebunan, jang…!!!”.
Mendengar
jawaban para warga itu, Jaka Someh merasa kesal dengan alasan mereka yang tega
membakar hutan
“Maap Kang, kalau mau membuka lahan kebun, kenapa
harus dengan cara membakar hutan sagala ? Bukankah cukup dengan menebangi pohon-pohon seperlunya
saja...kalau dengan cara akang seperti ini, bisa-bisa semua hutan kita jadi
hilang semua kang, punten…kang, apakah akang sekalian tidak tahu
bahwa perbuatan akang semua ini telah merusak kelestarian alam ..? “.
Mendengar
perkataan Jaka Someh yang dianggap menggurui, mereka jadi tersinggung. Salah
satu dari mereka pun langsung mencemooh Jaka Someh.
”Aah kamu ini sok
tahu...banyak bacot…baru bocah kemarin sore saja sudah belagu…sok
keminter...dasar bocah ingusan, memangnya kamu tidak tahu...ini cara yang paling cepat dan gampang...untuk
membuka lahan perkebunan.. kalau hutannya habis karena terbakar...yaa bagus
lah…memang itu tujuan kita... tak perlu repot-repot untuk mengeluarkan tenaga
menebangi
pohon, apalagi pohonnya besar-besar seperti itu...hah buang waktu dan tenaga
saja...sudahlah kamu jangan
ikut campur dengan urusan kami...sekarang kamu pergi saja sana...bikin emosi
saja...”.
Jaka Someh merasa mangkel mendengar perkataan
kasar orang itu. Saat Jaka someh mau menimpali ucapan lelaki itu, tiba-tiba ada
warga lainnya yang ikut mencemooh Jaka Someh
“Sudah...sudah kamu jangan ikut campur urusan
kami...pergi sana...! Bocah ingusan saja sok tahu...ikut campur urusan orang
tua saja...ayo pergi sana...!”
Mendengar
hujatan dan cemoohan mereka, Jaka someh hanya mampu diam. Dia bingung apakah
pergi meninggalkan tempat tersebut ataukah tetap bertahan. Jaka Someh sendiri
sebenarnya tidak suka dengan keributan, namun dia tidak rela kalau hutan yang
dia sayangi harus terbakar habis oleh perbuatan bodoh mereka. Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya dia
memutuskan untuk tetap tinggal di situ meski hatinya merasa mangkel. Melihat
Jaka someh tidak mau pergi, salah satu dari mereka menjadi sangat emosi. Tanpa
banyak bicara, dia langsung melayangkan tinjunya ke arah Jaka Someh.
Prak…pukulan itu pun mengenai wajah Jaka Someh. Jaka Someh terkejut bukan
kepalang karena tidak menduga bakal di pukul oleh lelaki itu. Dia melihat tajam
ke arah lelaki yang memukulnya sambil berkata
“Akang…kenapa akang memukul
saya…?”
Lelaki
itu hanya diam sambil meringis memegangi tangannya. Jaka someh merasa heran karena dia tidak
merasakan sakit sedikitpun meski di pukul keras oleh lelaki itu. Justru lelaki
itu terlihat meringis, sambil memegangi tangannya yang tadi digunakan untuk
memukul. Tangannya terasa sakit luar biasa seperti habis memukul batu yang
keras. Lelaki itu tak menyangka kalau tubuh Jaka Someh bisa keras bagaikan batu
karang.
Jaka
Someh berkata dalam hati,
“Hey…saya koq tidak merasa
sakit…apakah ini pengaruh dari latihan yang telah saya lakukan selama ini…badan
saya jadi kuat begini...he...he...”
Melihat
temannya kesakitan setelah memukul Jaka someh, warga lainnya menjadi terpancing
emosinya. Mereka langsung menyerang Jaka
Someh secara bersama-sama. Salah satunya langsung mengayunkan golok ke arah
Jaka someh. Namun karena sudah siap, Jaka Someh langsung menepis pergelangan
tangan orang itu dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya langsung
mendorong dada lelaki itu.
Meskipun
terlihat pelan, namun orang itu langsung terpelanting keras ke arah belakang,
brakkk…terkapar di tanah. Jaka someh semakin terkejut, ternyata dorongannya
mampu merobohkan orang yang menyerangnya tadi. Padahal dalam hati tidak ada
sedikitpun niat untuk merobohkan lawannya. Jaka Someh tidak menyangka kalau
dirinya bisa sekuat itu. Warga lainnya yang melihat kemampuan Jaka someh
seperti itu, langsung menjadi ciut nyalinya. Mereka tidak menyangka akan
kehebatan Jaka someh. Tiba-tiba mereka langsung berlutut di tanah sambil
mengiba meminta ampun kepada Jaka Someh
“Ampun…kang…ampun…kami minta
maaf…jangan
bunuh kami…iya kami akan menghentikan perbuatan kami…sekarang kami bersedia
untuk pergi meninggalkan tempat ini…”
Mendengar
ratapan mereka, Jaka someh justru merasa lucu. Dia tidak menyangka kalau para
warga menjadi begitu takut kepadanya
“Oke…kang…baik…kali ini saya
akan maafkan, sekarang semuanya harap tinggalkan tempat ini…jangan sekali-kali lagi berani
membakar hutan ini lagi…”
Dengan
sigap mereka pergi meninggalkan tempat itu karena takut kepada Jaka Someh. Jaka
someh hanya memandangi kepergian mereka. Tiba-tiba dia tersadar, apinya
sekarang menjadi semakin membesar. Dia panik melihat api yang terus
membesar, membakar hutan dan segala isinya. Hawa panas terasa
menyengat pada kulitnya. Dalam keadaan bingung, Jaka Someh bergumam sendirian
“Duh celaka, bagaimana cara
saya menghentikan kebakaran ini…api nya sudah begitu besar…”
Jaka
Someh terus berpikir bagaimana cara untuk menghentikan kebakaran itu agar tidak
bertambah meluas ke seluruh hutan. Dia bergumam dalam hati
“Masa saya harus diam saja
tanpa melakukan tindakan apa-apa...ayo berpikir
Someh...pikir...bagaimana cara menghentikan kebakaran ini...”
Tiba-tiba
dia berteriak untuk menyemangati dirinya dengan berkata keras
“Man jada wa jadda...”
Barang
siapa bersungguh-sungguh dengan usahanya maka Tuhan akan memberinya jalan
keberhasilan. Jaka Someh berlarian
sambil mengamati keadaan disekitarnya. Dia bingung harus berbuat apa untuk
menghentikan kebakaran tersebut. Namun dia bertekad kuat untuk menghentikan api
yang sudah berkobar membakar hutan. Tiba-tiba dilihatnya seperti ada bekas
parit yang sudah mengering. Karena sudah tidak ada airnya, bekas parit itu pun
di tumbuhi banyak tanaman. Setelah di periksa, ternyata bekas parit itu memanjang dan memisahkan dua bagian
hutan. Tanpa pikir panjang
lagi, Jaka Someh langsung menebasi pohon-pohon yang ada di parit itu. Tujuannya
adalah untuk mengosongkan parit itu dari tanaman. Sehingga parit itu bisa
kembali menjadi saluran air yang akan di aliri air dari atas gunung. Dia
berharap caranya tersebut bisa menyelamatkan sebagian besar hutan. Setelah
berhasil menebasi pohon-pohon yang ada di saluran parit, Jaka Someh mulai
menggali tanah untuk mulai menyambungkan
mata air ke saluran parit yang sudah dia bersihkan tadi.
Mungkin
karena terdesak oleh keadaan, gerakannya menjadi begitu cepat dan sigap.
Beberapa saat kemudian saluran itu sudah tersambung dengan mata air. Air
pun segera mengisi saluran-saluran yang baru saja dia buat. Tak lama kemudian
kobaran api sudah mencapai area itu. Untunglah parit-parit itu sudah terisi
air.
Jaka
Someh bersyukur ternyata kobaran api berhenti sampai di batas parit itu saja.
Apinya benar-benar sudah tak mampu menjamah hutan yang berada di
seberang saluran. Lama-kelamaan kobaran api itu pun mengecil dan akhirnya padam
dengan sendirinya. Hanya asap putih yang menggumpal memenuhi udara di sekitar
tempat itu.
Melihat
api nya sudah padam, Jaka Someh merasa sangat puas. Puas karena usahanya telah
berhasil. Dia terduduk, nafasnya
ngos-ngosan dengan keringat bercucuran di seluruh tubuhnya. Jaka someh
merasakan capek yang luar biasa karena tenaganya telah terkuras habis.
Tiba-tiba kepalanya menjadi pusing. Hampir saja dia pingsan karena terlalu
capek menghentikan kebakaran itu. Jaka someh kemudian membaringkan tubuhnya di
tanah untuk melepaskan lelah yang sudah mencapai batas kemampuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar