Senin, 02 April 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 38. Derita Seorang Anak



Sekitar 50 tahunan yang lalu di desa Dadap Kulon, ada seorang wanita muda yang bernama Nyi Surti, putri dari janda bernama Mak Ipah. Nyi Surti memiliki wajah yang manis hanya saja dia memiliki sifat agresip terhadap lelaki. Tidak sedikit  pemuda dari kampung dadap kulon yang terpikat oleh wajah manisnya, namun bagi nyi Surti mereka hanyalah sekedar  alat untuk pemuas hawa nafsunya saja. Telah banyak dari mereka yang menjadi korban dari kegenitan nyi surti.  Setelah bosan dengan satu pemuda,  dia pun segera menendangnya dan kemudian beralih ke pemuda lainnya.
Suatu hari datanglah seorang pemuda misterius  ke kampung dadap kulon. Pemuda tersebut berwajah tampan dan gagah. Nyi Surti sangat terpikat dengan pemuda tersebut. Tidak lama kemudian mereka pun  menjalin suatu hubungan percintaan. Nyi surti tidak tahu bahwa pemuda tersebut sebenarnya adalah salah satu anggota gerombolan perampok yang sedang menyamar. Dia  sedang menjalankan tugas yang di berikan pemimpinnya untuk memata-matai Kampung Dadap Kulon. Hubungan mereka pun menjadi begitu intim, sampai pada suatu hari Nyi Surti hamil. Malang bagi Nyi Surti, kekasih yang telah menghamilinya tersebut ternyata menghilang begitu saja. Dia menghilang setelah gerombolannya berhasil merampok di kampung dadap kulon. Pemuda itu menghilang dan meninggalkan Nyi Surti sendirian, untuk menanggung aib kehamilannya.
Karena malu terhadap warga, Nyi Surti bermaksud untuk menggugurkan kandungannya, namun berhasil di cegah oleh mak ipah, ibunya sendiri. Singkat cerita, Nyi Surti pun melahirkan anak dari hasil hubungan terlarangnya, kemudian memberi nama anak tersebut dengan nama Sugandi.
Karena malu telah melahirkan anak haram dari seorang anggota perampok, Nyi surti sempat menghilang dari kampungnya. Dia meninggalkan bayinya untuk dirawat oleh Mak Ipah, ibunya sendiri. Malang bagi Sugandi, semenjak bayi sudah kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Belum pernah dia merasakan nikmatnya susu ASI ibunya. Ketika Sugandi berusia lima tahunan, Nyi Surti akhirnya kembali pulang ke kampung Dadap Kulon. Dia pun membuka warung makan di samping rumah ibunya. Bersama Mak Ipah dan Sugandi kecil, Nyi Surti  menjalankan usaha warungnya. Meskipun sudah berkumpul kembali dengan anaknya, namun sikap Nyi Surti terhadap Sugandi ternyata masih tetap tidak berubah, dia masih tetap enggan untuk mencurahkan kasih sayang terhadap anaknya sendiri. Nyi Surti benar-benar tidak  peduli terhadap anak semata wayangnya tersebut. Bahkan Sugandi seringkali menjadi bahan pelampiasan emosinya, di marahi hanya gara-gara masalah yang sebenarnya sangat sepele. Nyi Surti juga sering sekali mengeluarkan kata-kata yang kasar, bahkan tidak jarang pula dia memukul Sugandi hanya karena kesalahan yang kecil. Nyi Surti benar-benar tak mengenal belas kasihan kepada anaknya, meskipun anaknya tersebut menangis dan meminta ampun kepadanya, Nyi Surti tetap akan memukulinya sampai puas. Bahkan pernah beberapa kali ketika dia kepergok sedang berbuat mesum dengan lelaki hidung belang dihadapan Sugandi yang masih kecil, Nyi Surti justru memarahi anaknya tersebut. Sugandi yang melihat tingkah laku ibunya tersebut merasa sangat sedih dan marah. Namun kemarahannya tersebut hanya bisa dia pendam dalam hatinya. Jiwa Sugandi pun menjadi labil, dan sering tempremental. Badannya terlihat kurus seperti kurang gizi. Seringkali dia melamun dan menangis sendirian di dalam kamarnya. Dia merasakan kesepian dan kehampaan dalam hidupnya. Begitu berat beban psikologis yang dideritanya, di usianya yang masih kanak-kanak seperti itu.
Beban psikologis yang di deritanya tersebut ternyata telah merusak pada kejiwaannya. Dia menjadi seorang yang pemurung dan pemarah. Alhasil Sugandi menjadi seorang pesakitan yang kesepian. Celakanya lagi, sebagian besar warga kampung ternyata ikut membencinya.  Sugandi sering di anggap sebagai aib bagi warga kampung Dadap Kulon karena terlahir dari hubungan haram dengan anggota perampok. Sugandi pun menjadi semakin sedih dan marah. Dia merasa marah dengan keadaannya. Dia marah pada ibunya dan dia juga marah pada lingkungan masyarakat di sekitarnya, yang telah meremehkan dan membenci keberadaannya.

Sugandi kecil benar-benardikucilkan oleh para warga, tidak ada dari mereka yang mengijinkan anaknya untuk bermain dengan Sugandi. Sehingga Sugandi tidak memiliki teman seorang pun juga. Hanya neneknyalah yang dengan tulus memberi kasih sayang padanya, yang selalu melindunginya dari segala perlakuan kasar dan penganiayaan dari ibu dan para warga kampung. Neneknya juga lah yang selalu menasehatinya agar tetap selalu sabar  dan tidak memiliki perasaan dendam meski pada orang yang telah menyakitinya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...