Sekitar 50 tahunan yang lalu di desa Dadap Kulon, ada seorang wanita muda yang bernama Nyi Surti, putri dari janda bernama Mak Ipah. Nyi Surti memiliki wajah yang manis hanya saja dia memiliki sifat agresip terhadap lelaki. Tidak sedikit pemuda dari kampung dadap kulon yang terpikat oleh wajah manisnya, namun bagi nyi Surti mereka hanyalah sekedar alat untuk pemuas hawa nafsunya saja. Telah banyak dari mereka yang menjadi korban dari kegenitan nyi surti. Setelah bosan dengan satu pemuda, dia pun segera menendangnya dan kemudian beralih ke pemuda lainnya.
Suatu hari datanglah seorang pemuda misterius ke kampung dadap kulon. Pemuda tersebut berwajah tampan dan gagah. Nyi Surti sangat terpikat dengan pemuda tersebut. Tidak lama kemudian mereka pun menjalin suatu hubungan percintaan. Nyi surti tidak tahu bahwa pemuda tersebut sebenarnya adalah salah satu anggota gerombolan perampok yang sedang menyamar. Dia sedang menjalankan tugas yang di berikan pemimpinnya untuk memata-matai Kampung Dadap Kulon. Hubungan mereka pun menjadi begitu intim, sampai pada suatu hari Nyi Surti hamil. Malang bagi Nyi Surti, kekasih yang telah menghamilinya tersebut ternyata menghilang begitu saja. Dia menghilang setelah gerombolannya berhasil merampok di kampung dadap kulon. Pemuda itu menghilang dan meninggalkan Nyi Surti sendirian, untuk menanggung aib kehamilannya.
Karena malu terhadap warga, Nyi
Surti bermaksud untuk menggugurkan kandungannya, namun berhasil di cegah oleh
mak ipah, ibunya sendiri. Singkat cerita, Nyi Surti pun melahirkan anak dari
hasil hubungan terlarangnya, kemudian memberi nama anak tersebut dengan nama
Sugandi.
Karena malu telah melahirkan anak haram dari seorang anggota
perampok, Nyi surti sempat menghilang dari kampungnya. Dia meninggalkan bayinya
untuk dirawat oleh Mak Ipah, ibunya sendiri. Malang bagi Sugandi, semenjak bayi
sudah kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Belum pernah dia
merasakan nikmatnya susu ASI ibunya. Ketika Sugandi berusia lima tahunan, Nyi
Surti akhirnya kembali pulang ke kampung Dadap Kulon. Dia pun membuka warung
makan di samping rumah ibunya. Bersama Mak Ipah dan Sugandi kecil, Nyi
Surti menjalankan usaha warungnya.
Meskipun sudah berkumpul kembali dengan anaknya, namun sikap Nyi Surti terhadap
Sugandi ternyata masih tetap tidak berubah, dia masih tetap enggan untuk
mencurahkan kasih sayang terhadap anaknya sendiri. Nyi Surti benar-benar
tidak peduli terhadap anak semata wayangnya tersebut. Bahkan Sugandi
seringkali menjadi bahan pelampiasan emosinya, di marahi hanya gara-gara
masalah yang sebenarnya sangat sepele. Nyi Surti juga sering sekali
mengeluarkan kata-kata yang kasar, bahkan tidak jarang pula dia memukul Sugandi
hanya karena kesalahan yang kecil. Nyi Surti benar-benar tak mengenal belas
kasihan kepada anaknya, meskipun anaknya tersebut menangis dan meminta ampun
kepadanya, Nyi Surti tetap akan memukulinya sampai puas. Bahkan pernah beberapa
kali ketika dia kepergok sedang berbuat mesum dengan lelaki hidung belang
dihadapan Sugandi yang masih kecil, Nyi Surti justru memarahi anaknya tersebut.
Sugandi yang melihat tingkah laku ibunya tersebut merasa sangat sedih dan
marah. Namun kemarahannya tersebut hanya bisa dia pendam dalam hatinya. Jiwa
Sugandi pun menjadi labil, dan sering tempremental. Badannya terlihat kurus
seperti kurang gizi. Seringkali dia melamun dan menangis sendirian di dalam
kamarnya. Dia merasakan kesepian dan kehampaan dalam hidupnya. Begitu berat
beban psikologis yang dideritanya, di usianya yang masih kanak-kanak seperti
itu.
Beban psikologis yang di deritanya
tersebut ternyata telah merusak pada kejiwaannya. Dia menjadi seorang yang
pemurung dan pemarah. Alhasil Sugandi menjadi seorang pesakitan yang kesepian.
Celakanya lagi, sebagian besar warga kampung ternyata ikut membencinya. Sugandi sering di anggap sebagai aib bagi
warga kampung Dadap Kulon karena terlahir dari hubungan haram dengan anggota
perampok. Sugandi pun menjadi semakin sedih dan marah. Dia merasa marah dengan
keadaannya. Dia marah pada ibunya dan dia juga marah pada lingkungan masyarakat
di sekitarnya, yang telah meremehkan dan membenci keberadaannya.
Sugandi kecil benar-benardikucilkan oleh para warga, tidak ada dari mereka yang mengijinkan anaknya untuk bermain dengan Sugandi. Sehingga Sugandi tidak memiliki teman
seorang pun juga. Hanya neneknyalah yang dengan tulus
memberi kasih sayang padanya, yang selalu melindunginya dari segala perlakuan
kasar dan penganiayaan dari ibu dan para warga kampung. Neneknya juga lah yang
selalu menasehatinya agar tetap selalu sabar
dan tidak memiliki perasaan dendam meski pada orang yang telah
menyakitinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar