Hari
sudah sore, ketika sebuah rombongan yang nampak lusuh memasuki batas suatu
perkampungan. Perkampungan tersebut terlihat ramai dan megah. Suasananya
berbeda dengan umumnya perkampungan yang telah mereka lewati. Seperti tak ada
tanda kalau kampung tersebut sedang mengalami masalah kemanan dan kemiskinan.
Jumlah mereka ada sekitar 20 orang.
Tiga
orang dengan mengendarai kuda, sedangkan sisanya di angkut dalam
gerobak-gerobak yang di tarik oleh beberapa kerbau dan sapi
Diantara
rombongan tersebut ada seorang remaja yang masih belia, yang mengemudikan salah
satu gerobak itu. Gerobaknya berada paling depan, di belakang para penunggang
kuda. Di samping remaja tersebut, ada lelaki setengah baya yang mendampinginya.
Badannya terlihat kuat dan berotot, wajahnya juga terlihat berwibawa. Remaja
tersebut berkata kepada Lelaki itu.
“Guru,
apakah sebaiknya kita beristirahat dulu di kampung ini...?”
Lelaki
yang di panggil guru tersenyum kepada muridnya,
“Hmm...Jalu,
Apakah kamu sudah merasa capek...sehingga ingin beristirahat di sini...?”
“Ya
tidak begitu, guru. Saya hanya merasa senang dengan suasana di perkampungan
ini. Selama sebulan perjalanan kita, baru sekarang saya melihat ada
perkampungan yang masih terlihat megah dan asri. Penduduknya terlihat makmur
dan bahagia....” Kata Jalu kepada Gurunya.
“Iya,
Jalu. Benar kata kamu, kampung ini memang berbeda dengan perkampungan yang
pernah kita lewati...di sini damai dan tenang....penduduknya juga terlihat
bahagia dan makmur...coba kamu perhatikan mereka, mereka sangat ramah kepada
kita...Entah kenapa, guru juga merasa betah, Oke Jalu, baiklah kita
beristirahat dulu saja di kampung ini...sekarang kamu sampaikan titah guru
kepada kakak-kakak senior kamu....!”
Jalu
segera menghentikan gerobaknya. Kemudian
turun dari gerobaknya dan berjalan ke arah para penunggang kuda yang juga ikut
berhenti. Tiga kakak seniornya yang
menunggang kuda merasa heran dengan sikap jalu
“Jalu
ada apa, kenapa berhenti...?”
Kata
Adang, salah satu dari kakak senior Jalu
“Maaf
Kang Adang, guru ingin kita beristirahat di kampung ini....tolong Akang
sampaikan titah guru kepada saudara kita yang lainnya” Kata Jalu.
Meski
Jalu adalah murid paling junior namun dia sangat di segani oleh kakak-kakaknya
yang lain.
“Baik
Jalu, Akang akan sampaikan perintah guru... “
Adang
segera menjalankan kudanya menuju teman-temannya yang lain, untuk menyampaikan
titah gurunya. Setelah selesai dengan tugasnya, Adang kemudian turun dari
kudanya dan menemui salah seorang penduduk desa yang kebetulan berada di
dekatnya.
“Punten
Kang, ini teh kampung apa ya...?” Kata Adang
“Wah
akang rupanya rombongan dari jauh ya...? Kampung ini bernama Kampung Kahuripan,
Kang” Kata orang itu
“Apakah
di sini ada penginapannya juga Kang...?” Kata Adang lagi.
Orang
yang di ajak ngobrol Adang, dengan semangat menjawab pertanyaan Adang.
“Wah
ada Kang...Ada, bahkan banyak dan bagus-bagus...Penginapannya ada di sebelah
sana, di bawah bukit yang hijau itu, bahkan ada restorannya juga....Semua
penginapan dan restoran tersebut milik Kang Juragan....orang yang paling kaya
di kampung ini...”
“Terima
kasih banyak Kang atas informasinya... Mangga atuh, saya permisi dulu”
Kata
Adang tersenyum ramah
“Iya
Kang Sama-sama...”
Penduduk
itu juga tersenyum ramah kepada Adang.
Adang
kemudian menemui gurunya, setelah dekat dia berkata kepada gurunya
“Punten
Guru, Kampung ini bernama Kahuripan, di sini juga ada penginapan dan restoran,
tempatnya ada di bawah bukit hijau itu....semua penginapan dan restoran
tersebut milik seorang saudagar kaya di kampung ini...”
“Hmm...iya
Adang, terima kasih informasinya, sekarang kita pergi ke penginapan itu...”
Kata sang Guru.
Rombongan
itu segera berangkat menuju arah yang telah di sebutkan oleh penduduk tadi.
Sesampainya
di sana, mereka merasa takjub melihat keindahan restoran dan penginapannya.
Tampak megah dan bersih. Berada di sebuah bukit yang indah dan asri.
Mereka
memakirkan kendaraannya masing-masing di pelataran tanah lapang yang berada di
halaman Restoran itu. Setelah itu mereka turun dari gerobaknya masing-masing
bersiap menuju restoran yang ada di sana.
Tanpa
sadar ada sepasang mata yang memperhatikan mereka. Orang itu nampak serius
mengamati Jalu dan Sang Guru. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya melihat
kedua orang itu. Setelah yakin dengan pandangannya, lelaki itu segera mendekat
ke arah Sang Guru. Kemudian menyapa,
“
Aki, punten...apakah Aki adalah Ki Jaya Kusuma... dari kampung Cikaret...?”
Sang
guru merasa terkejut kepada orang itu. Dia mengamatinya secara seksama. Ada
perasaan samar mengingat wajah lelaki yang menyapanya.
“Iya
betul, Jang. Saya Ki Jaya Kusuma dari Kampung Cikaret...Ujang ini siapa? Kenapa
bisa mengenal saya...?”
Ki
Jaya Kusuma menjawab pertanyaan lelaki itu dan balik bertanya.
“Alhamdulillah
Gusti, Ya Allah...Bagaimana Kabar Aki...?Aduh senangnya saya bisa bertemu Aki
di sini, Saya jaka Someh...mungkin Aki lupa, dulu saya pernah datang ke
perguruan Maung Karuhun, tapi waktu itu, Aki menolak Saya...he...he...” Kata
Jaka Someh tersenyum.
“Masya
Allah, iya...iya saya baru ingat, ujang yang dulu pernah datang ke perguruan
saya...Subhanallah, Gusti Allah ternyata
mengabulkan doa saya, Saya berharap bisa
meminta maaf kepada ujang, karena dulu pernah menolak Ujang, padahal hati saya
sebenarnya ingin menerima kamu. Waktu itu saya sedang bimbang, karena ada kabar
bahwa perguruan Saya akan di serang oleh gerombolan penjahat yang sadis dan
terkenal kuat, waktu itu saya tidak tega kalau ujang nantinya menjadi korban
keganasan mereka, makanya saya mentegakan diri mencari alasan menolak Jang
Someh untuk menjadi murid Saya...Masya Allah, saya meminta maaf kepada Jang Someh...”
Jaka
Someh kembali mengenang kejadian tersebut. Dia tersenyum kepada Ki Jaya Kusuma,
“Tidak
apa-apa, Aki. Saya yang justru meminta maaf...” kata Jaka Someh dengan ramah.
Mendengar
nama Jaka Someh, Jalu menjadi terkejut. Kemudian bertanya kepada Jaka Someh.
“Punten,
apakah Bapak adalah Jaka Someh dari kampung cikaret, yang dulu pernah menikah
dengan ibu Asih? Menantu dari Abah Rohadi...?”
Jaka
Someh melirik ke arah Jalu
“Iya,
betul Saya Jaka Someh...kamu teh...”
Jaka
Someh tidak meneruskan kata-katanya. Ada perasaan aneh melihat anak itu.
“Saya
Jalu Bapak, anak ibu Asih...emak sering bercerita tentang Bapak...Bapak yang
dulu telah merawat saya...” Kata Jalu
“Masya
Allah, kamu Jalu...?”
Jaka
Someh langsung memeluk Jalu. Ada perasaan haru dan bahagia bisa bertemu kembali
dengan Jalu.
Setelah
melepaskan pelukannya, Jaka someh berkata kepada Jalu.
“Haduuh,
kamu sudah besar begini, ganteng juga...pantesan Bapak merasa ada yang eneh
ketika melihat kamu dari kejauhan, seperti teringat pada seseorang...Aduh...anak
Bapak ternyata sudah besar dan ganteng...Bapak selalu merindukan
kamu...Bagaimana Kabar emak dan Kakekmu...?”
Kata
jaka someh.
“Abah
Rohadi sudah lama meninggal, semenjak Bapak meninggalkan Kampung Cikaret beliau
menjadi sakit-sakitan, di tambah lagi dengan sikap Bapak Panji yang selalu
membuat masalah...dia masih suka berjudi, main perempuan, mabuk-mabukaan,
bahkan mencuri, karena ulahnya beliau pernah di gebuki warga ketika ketahuan
mencuri uang....”
“Inna
lillahi wa inna ilaihi rojiun...Semoga Allah mengampuni dosa-dosa Kakek kamu
Jalu, dan menempatnya di tempat yang baik...”
Jaka
Someh beristirja ketika mendengar kabar Pak Rohadi sudah lama meninggal
“Aamiin...Pak.
Kalau kabar emak saya....Hmm...sebenarnya saya agak sedih juga...kalau
menceritakannya. Rumah tangga emak dan Bapak Panji berantakan, Emak sering
mendapatkan kekerasan fisik dari bapak Panji. Bahkan Saya pun pernah menjadi
korban keberingasannya, saya pernah di pukuli Bapak Panji, tapi untungnya saya
di selamatkan oleh guru saya ini...Setelah itu Bapak Panji pergi meninggalkan
Kampung Cikaret. Tidak ada kabar lagi tentangnya. Ada yang mengatakan, beliau
tewas di bunuh oleh seorang preman yang marah karena istrinya telah di
selingkuhi...tapi saya tidak tahu kebenaran dari kabar tersebut... Oh iya, Bapak
Someh kemana saja...Emak saya merasa menyesal telah menyakiti Bapak, dia sering
bercerita kepada Saya tentang kebaikan-kebaikan Bapak...”
Jalu
bercerita panjang kepada Jaka Someh.
“Ya
Allah, Kamu sabar ya Jalu dengan Bapak kandung kamu itu,Tapi yang penting
sekarang Bapak merasa bahagia bisa bertemu kamu kembali...oh iya, apakah Emak
kamu sekarang apakah masih tinggal di kampung cikaret?” Kata Jaka Someh
“Emak
sekarang sudah tidak lagi tinggal di kampung cikaret, beliau sekarang tinggal
di Kampung Cinangka, Pak. Harta kami habis
untuk membayar hutang Bapak Panji, bahkan rumah pun di sita oleh
rentenir yang meminjami Bapak hutang untuk berjudi. Kami sempat menumpang di
rumah saudara.
Setelah
depresi dengan pernikahannya yang berantakan, bahkan Emak sempat pernah mau
bunuh diri karena tak kuat dengan berbagai cobaan hidup, Tapi untungnya
berhasil di selamatkan oleh Ustadz fikri.
Setelah
di nasehati panjang lebar, emak akhirnya sadar. Dia bertaubat dengan segala
kesalahannya di masa lalu. Sekarang dia berada di pesantren wanita di Kampung
Cinangka. Saya bersyukur, Pak. Emak saya sekarang sudah mendapatkan ketenangan,
hari-harinya dia gunakan untuk beribadah kepada Gusti Allah... Insya Allah
hidupnya sekarang telah bahagia...”
“Subhanallah
jalu, Bapak merasa senang mendengar kabar ini dari kamu...Alhamdulillah
Gusti...Semoga Engkau menetapkan kami dalam keimanan dan Ketakwaan sampai akhir
hayat kami, Amiin...” Kata jaka Someh.
“Aamiin...”
Jalu
dan Ki Jaya Kusuma mengamini doa Jaka Someh.
Jaka
someh mengenang kembali masa-masa pernikahannya dengan Asih. Waktu itu dia
masih begitu polosnya. Karena rasa sungkannya yang terlalu besar kepada Pak
Rohadi, dia bersedia menikahi Asih yang waktu itu sedang hamil akibat pergaulan
bebas dengan kekasihnya.
Jaka
Someh sadar bahwa, keputusan yang dia ambil waktu itu adalah suatu kebodohan.
Menikahi wanita yang tidak bisa menghargai kebaikannya. Bahkan tega
mengkhianati suaminya sendiri,berselingkuh dengan laki-laki lain. Rumah tangga
yang Jaka Someh jalani pun menjadi pahit.
Meskipun
sudah di khianati dan di sakiti, Jaka Someh masih tetap memaafkannya, bahkan
dia mendoakan kebaikan untuk Asih agar bisa segera kembali bertaubat kepada
Allah.
Tapi
untunglah Allah masih melindunginya. Pernikahannya yang pahit pun dapat dia
lewati melalui kesabaran dan sikap tawakalnya. Sekarang rasa pahit tersebut
telah menjadi sebuah khazanah pengalaman dalam hidupnya. Hidupnya menjadi
semakin matang dan dewasa berkat berbagai cobaan dalam hidupnya.
Jaka
Someh teringat hari-hari saat dia memanjatkan doa yang baik untuk Asih.
Meskipun hatinya sedih, marah dan kecewa dengan perselingkuhan istrinya. Dia
berusaha untuk tetap bersabar di dalam musibah tersebut. Dengan penuh
keihklasan, dia terus memanjatkan doa kepada Sang Maha Pencipta agar segera
menyadarkan istrinya. Supaya Asih bisa berubah menjadi seorang wanita yang
baik. Tuhan ternyata memiliki jalanNya sendiri. Meskipun rumah tangganya tetap
kandas, namun sekarang dia tahu kalau doanya ternyata tidak sia-sia. Asih
sekarang telah menjadi wanita yang baik setelah bertaubat. Meskipun melalui
proses panjang dan berliku, namun pada akhirnya Asih dapat berubah menjadi
wanita yang baik.
Jaka
Someh juga sekarang telah menemukan kebahagiaan hidupnya sendiri. Bisa menikah
dengan Dewi Sekar, bisa membantu orang-orang, bisa banyak belajar ilmu
pengetahuan yang baru, dan berbagai kenikmatan hidup lainnya. Jaka Someh merasa
telah banyak mendapatkan hikmah dan pelajaran dari berbagai peristiwa tersebut.
Jaka
Someh sekarang baru mengerti bahwa ‘Tak ada yang sia-sia di dalam berdoa kepada
Tuhan Pencipta dan Pemilik seluruh alam ini’. Selama tidak berputus asa dari
rahmatNya dan memutus Doa tersebut, maka
Pasti doa tersebut akan di dengar dan di Kabulkan dengan cara yang Allah
tentukan sendiri. Karena Allah lah yang lebih tahu dengan segala kebaikan.
Manusia hanya sekedar berikhtiar saja.
Allah
berfirman:
“Ud’unii
Astajib lakum” artinya
“Mintalah
kepadaKu maka Aku akan mengabulkan”
Jaka
Someh menghela nafas kemudian tersenyum. Setelah tersadar dari lamunannya, Jaka
Someh kemudian bertanya kepada Ki Jaya Kusuma
“Ngomong-ngomong,
kenapa Aki dan rombongan bisa sampai ke sini...?” Jaka Someh merasa heran.
“Iya
jang Someh, kami meninggalkan kampung halaman dan sekarang berada di sini
karena kami akan pergi ke Gunung Kareumbi...kami akan bertempur melawan
gerombolan Ki Jabrik bersama para pendekar lainnya...oh iya kalau Jang Someh
sendiri, kenapa bisa tinggal di sini...jauh dari kampung kita...?”
Ki
Jaya Kusuma menerangkan tujuan perjalanannya kepada Jaka Someh.
“Hmm...panjang
ceritanya aki, saya bisa sampai di tempat ini...tapi nanti sambil makan saya
akan bercerita kepada Aki...Oh iya kalau begitu, berarti sebentar lagi akan
terjadi pertempuran besar ya Aki?” Tanya Jaka Someh
“Iya
Jang, makanya supaya tidak membuat panik masyarakat, kami datang dengan
kelompok-kelompok kecil, rencananya kami dan para pendekar lainnya akan bertemu
dan berkumpul di batas hutan Gunung Kareumbi....”
Kata
Ki Jaya Kusuma
“Wah
Aki, kalau begitu, kenapa tidak
berkumpul di sini saja? Di penginapan ini. Kebetulan saya adalah pemilik
restoran dan penginapan ini. Di sini ada aulanya juga. Ukurannya cukup besar,
Insya Allah bisa menampung sampai 1000 orang lebih. Saya yang akan
menjamu Aki dan para pendekar semua....Aki tidak perlu memikirkan masalah
biaya...karena semuanya adalah gratis...”
Kata Jaka Someh
“Hah...?
Benarkah Jang Someh...? Apakah benar
kamu pemilik restoran dan penginapan ini...?” Ki Jaya Kusuma terkejut.
“Bapak...tidak
bercanda kan...? Berarti Bapak adalah Saudagar Kaya yang di ceritakan warga di sini...?
Hebat....Jalu benar-benar tidak menyangka...”
Jalu
juga merasa kaget dengan apa yang dikatakan oleh Jaka Someh
“Iya
betul, Jalu. Bapak serius, Bapak adalah pemilik restoran dan penginapan ini. Sudah 3 tahun,
Bapak merintis bisnis
ini...Alhamdulillah Allah memberi kelancaran...” Kata Jaka Someh
“Wah...Alhamdulillah.
Syukur ya Pak. Jalu benar-benar merasa bangga dengan Bapak, ternyata Bapak
Someh telah sukses di perantauan...”
Jalu
merasa bangga kepada Jaka Someh
“Iya
Jang Someh, kamu hebat...Saya juga ikut merasa bangga dengan keberhasilan yang
telah kamu capai...” Kata Ki Jaya Kusuma.
“Iya
Aki Terima Kasih. Oh ya kalau begitu, sebaiknya kita lanjutkan ngobrolnya
sambil makan, kasihan sepertinya murid-murid Aki sudah terlihat lelah dan
lapar...ayo...ayo...mangga...silahkan...”
“Iya, Kang. Benar kami sudah capek dan lapar
dari tadi....he...he...” Kata Adang ikut menimpali.
“He...he...Iya...Kang,
Saya Mohon Maaf. kalau begitu ayo kita makan dulu saja...”
Jaka
someh tertawa mendengar ucapan Adang yang jujur.
Jaka
Someh mempersilahkan Ki Jaya Kusuma dan rombongannya untuk menuju restorannya.
Sambil
menikmati hidangan, mereka kembali melanjutkan obrolan. Bercerita tentang
pengalamannya masing-masing.
Jaka
Someh setelah berhasil mengubah bukit yang tandus menjadi bukit yang subur. Dia
pun menanam berbagai jenis tanaman, baik jenis tanaman pangan, sayur dan buah,
tanaman obat dan tanaman hutan serta pertamanan. Usahanya tersebut ternyata
sangat sukses. Jaka Someh dapat menikmati hasil panen dari berbagai jenis tanaman
pangan dan buaha-buahan.
Karena
hasil panennya yang berlimpah, sebagian dia bagikan kepada masyarakat desa yang
saat itu sedang mengalami bencana kelaparan. Sisanya dia jual ke berbagai
wilayah di sekitar Kampung Kahuripan. Keuntungan yang dia peroleh kemudian dia
olah untuk membangun usaha perdagangan.
Awalnya
dia hanya fokus pada usaha di bidang agrobisnis. Kemudian setelah sukses di
bisnis pertamanya tersebut, dia meluaskan lagi ke bisnis lainnya, mulai dari
bisnis properti, kerajinan tangan, industri pengolahan logam, industri batik,
bahkan sampai ke bisnis kuliner dan penginapan. Semua masyarakat yang ada di
wilayah Kampung Kahuripan dan sekitarnya, juga ikut terlibat dan merasakan
dampak positif dari usahanya tersebut.
Dari
hasil keuntungan berbagai bisnis yang dijalankan, Jaka Someh berhasil membangun
berbagai sarana prasana di kampung kahuripan dan sekitarnya, mulai dari
membangun jalan, membangun saluran irigasi pertanian, membangun pasar rakyat,
balai kesehatan dan pengobatan, pos keamanan, rumah sosial untuk meramut yatim
piatu, fakir miskin dan orang terlantar,
taman-taman desa, dan berbagai fasilitas
umum serta banyak hal lainnya. Sekarang sudah tidak ada lagi masyarakat yang
mengalami susah dan kelaparan.
Jaka
Someh juga membangun sekolah dan pesantren untuk mengembangan pendidikan di
wilayah kampung Kahuripan. Bahkan dia telah mendatangkan banyak guru dan ustadz
untuk mengajari ilmu pengetahuan, keterampilan, akhlak dan pendidikan agama
kepada masyarakat di sana.
Berkat
usaha yang dilakukan Jaka Someh, Kampung Kahuripan dan sekitarnya mengalami
kemajuan yang pesat. Desa dan kampung-kampung mereka menjadi makmur.
Masyarakatnya hidup dalam keadaan damai dan sejahtera.
Sekarang,
Jaka Someh telah berubah menjadi sosok tokoh yang sangat di hormati di Kampung
Kahuripan dan sekitarnya. Seorang tokoh pembangunan masyarakat.
Setelah
menikmati hidangan makan, Ki jaya Kusuma dan rombongannya kemudian
dipersilahkan untuk beristirahat di kamarnya masing-masing, yang telah
disediakan oleh Jaka Someh bersama kru-nya.
Malam
itu, Jaka Someh mengajak Jalu untuk berkelililng kampung sambil menikmati
indahnya malam di Bukit Kahuripan. Jalu merasa bangga, setelah tahu kalau
Bapaknya telah menjadi seorang tokoh yang sangat dihormati di wilayah kampung
kahuripan dan sekitarnya.
Ada
rasa bahagia yang terpancar di wajah jaka Someh, karena bisa bertemu kembali
dengan anaknya. Meskipun Jalu memang bukan anak kandungnya, tapi Jaka Somehlah
yang telah merawatnya semenjak lahir. Menyuapi makan, memandikan, mengajarinya
berjalan, berbicara, bahkan mencebokinya. Jaka Somehlah yang dulu biasa
menggendongnya, membawa pergi berkeliling kampung cikaret. Jaka Someh juga yang
menemani Jalu bermain, serta yang menina-bobokannya sampai dia tertidur pulas.
Meskipun
Jalu sekarang sudah besar, namun perlakuan Jaka Someh kepada Jalu masih seperti
dulu, seperti perlakuan seorang ayah kepada seorang balitanya. Yakni masih
memanjakannya.
Jaka
Someh bersyukur, Jalu sekarang sudah tumbuh menjadi remaja yang memiliki budi
pekerti yang baik. Tidak seperti dirinya yang sering merasa sungkan dan banyak
mengalah kepada orang lain, anaknya ternyata memiliki sifat yang tegas dan
berwibawa.
Esok
harinya, Ki Jaya Kusuma berdiskusi lagi dengan Jaka Someh, membicarakan teknis
undangan kepada para pendekar. Mereka berencana untuk mengundang para pendekar
untuk berkumpul dan menginap di bukit Kahuripan.
Dari
hasil diskusi tersebut, Ki Jaya Kusuma akan
mengutus beberapa murid seniornya untuk menemui Ki Buyut Putih dan
Rombongan pendekar lainnya, untuk
menyampaikan surat undangan kepada mereka agar bersedia berkumpul di Penginapan
Bukit Kahuripan. Semua akomodasi dan penginapannya gratis karena sudah di jamin
oleh seseorang yang kaya, berasal dari kampung Kahuripan.