Tampilkan postingan dengan label gerobak saqi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gerobak saqi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 Februari 2018

Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 23. Perkelahian dua wanita


Cerita Novel Ksatria Ilalang


Seharian Dewi Sekar menunggangi kudanya tanpa istirahat.  Sudah banyak perkampungan yang dia lewati. Dewi Sekar melihat ada banyak suasana yang mencekam, terlihat wajah warga yang nampak ketakutan. Dewi Sekar tahu hal tersebut disebabkan oleh Ki Jabrik dan gerombolannya. Gerombolan Ki Jabrik memang tidak langsung menjarah desa-desa, awalnya mereka meminta upeti yang tinggi kepada setiap kampung. Namun jika mereka menolak maka kampung itu pun akan di rusak dan dibakar, kemudian harta benda mereka pun akhirnya akan di jarah juga. 
Menjelang sore, Dewi Sekar memutuskan untuk istirahat di sebuah perkampungan yang terlihat kumuh. Disana dia mencari sebuah penginapan. Namun karena di kampung tersebut tidak ada penginapan, Dewi Sekar pun kembali melanjutkan perjalanannya menuju perkampungan berikutnya yang yang lebih besar.  Hari sudah malam ketika Dewi Sekar baru bisa menemukan sebuah penginapan di sebuah perkampungan yang ramai penduduknya.
Esok paginya dia kembali melanjutkan perjalanannya. Ketika sampai di sebuah perkampungan kecil, dia melihat ada 5 orang berwajah sangar sedang mengobrak abrik salah satu rumah penduduk. Ternyata mereka adalah beberapa anak buah Ki Jabrik yang sedang mendapat tugas dari Ki Tapa untuk menagih upeti di kampung itu. Ki Tapa adalah salah satu dedengkot dari gerombolan Ki Jabrik yang juga terkenal sakti dan kejam. Namun karena warga kampung tersebut miskin, mereka tidak mampu untuk membayar upeti yang ditentukan oleh Ki tapa. Beberapa anak buah Ki Tapa pun marah dan mulai mengobrak-abrik kampung tersebut. Beberapa warga nampak babak belur dihajar oleh anak buah Ki Tapa. Melihat kejadian tersebut, Dewi Sekar Harum menjadi marah. Dia pun langsung berteriak kepada anak buah Ki Tapa
“Hey...manusia-manusia biadab...hentikan perbuatan kalian...”
Anak buah Ki Tapa sontak kaget mendengar teriakan Dewi Sekar, namun ketika mereka melihat ke arah Dewi Sekar, mereka pun langsung tertawa
“ha...ha...geulis...cantik...ternyata kamu...yang tadi berteriak ke akang...jangan marah...atuh...mendingan jadi pacar akang saja...atuh...aduh cantiknya...
Kemudian mereka pun mendekati Dewi Sekar, salah satu dari mereka mencoba memegang tangan Dewi Sekar sambil tertawa. Diperlakukan seperti itu, Dewi Sekar bertambah marah dan langsung menghentakan tangannya. Dia langsung memukul perut anak buah Ki Tapa tersebut, kemudian menyusulnya dengan tendangan ke arah muka. Pukulan dan tendangannya begitu telak, membuat anak buah ki Tapa tersebut langsung tersungkur. Teman-temannya kaget melihat keganasan Dewi Sekar seperti itu, mereka pun berhenti tertawa dan langsung mengeroyok Dewi Sekar. Dengan penuh kepercayaan diri, Dewi Sekar pun langsung memasang kuda`kudanya sambil bersiap untuk menghadapi mereka. Tanpa ragu`ragu lagi beberapa anak buah Ki Tapa yang tersisa langsung menyergap Dewi Sekar. Dewi Sekar pun langsung melancarkan jurus-jurus mautnya. Perkelahian mereka cukup sengit. Setelah menghabiskan sekitar 10 jurus barulah Dewi Sekar mulai dapat mendesak mereka.
Beberapa saat kemudian Dewi Sekar pun akhirnya berhasil mengalahkan mereka. Tiga orang dari mereka sudah terkapar di tanah sedangkan dua orang lagi memutuskan untuk kabur. Setelah membereskan gerombolan anak buah Ki Tapa, Dewi Sekar pun menghampiri warga yang tadi dianiaya oleh anak buah Ki Tapa.
Alangkah kagetnya Dewi Sekar karena warga tersebut bukannya mengucapkan terima kasih kepadanya justru mereka langsung masuk kedalam rumahnya masing`masing sambil menunjukan muka yang memberungut. Rupanya mereka takut jika tindakan Dewi Sekar terhadap anak buah Ki Tapa tadi akan menimbulkan masalah yang lebih besar dan akan mencelakai mereka semua. Dewi Sekar terhenyak melihat sikap warga tersebut. Meskipun hatinya merasa mangkel, akhirnya dia memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanannya tanpa berkata apa-apa lagi. 

Setelah beberapa jam menunggangi kuda dengan santai, Dewi Sekar memutuskan beristirahat sejenak di bawah sebuah bukit yang nampak hijau, sambil membiarkan kudanya makan rerumputan di sekitar tempat itu. Di atas bukit tersebut nampak banyak tanaman jagung dan buah-buahan. Dewi Sekar merasa heran karena tidak biasanya bukit ditanami oleh tanaman jagung dan buah-buahan. Sepengetahuannya, bukit umumnya di tumbuhi tanaman liar seperti pohon kayu-kayuan, perdu bahkan adakalanya di penuhi oleh ilalang yang liar. Namun rasa herannya pun berlalu begitu saja.
Setelah cukup lama beristirahat, dia berdiri untuk melanjutkan perjalanannya. Namun baru saja Dewi Sekar akan naik ke punggung kudanya, tiba-tiba di lihatnya ada 4 orang menghampirinya. Salah satu dari mereka adalah seorang perempuan setengah baya, wajahnya terlihat sadis dan sangar. Ketika Dewi Sekar melihat salah seorang dari mereka, dia langsung ingat bahwa orang tersebut adalah anak buah ki Tapa yang tadi mengeroyoknya.
Rupanya dua orang tadi kabur karena mau meminta bantuan kepada pemimpinnya yang lain, yaitu Nyi Sundel, seorang pendekar wanita sakti yang berwatak kejam dan jahat. Nyi Sundel dan Ki Tapa adalah salah dua tokoh dari gerombolan Ki Jabrik. Nyi Sundel berkata keras kepada Dewi Sekar
“Hey, kamu bocah...rupanya mau mencari mati...berani sekali mencampuri urusan anak buahku...”
Nyi Sundel melompat dengan ringannya ke depan Dewi Sekar yang masih bengong. Melihat gerakan Nyi Sundel yang ringan dan gesit seperti itu, dia tahu bahwa Nyi Sundel adalah seorang pendekar yang berilmu tinggi. Dewi Sekar segera meningkatkan kewaspadaannya. Kemudian berkata lantang kepada Nyi sundel 
“Kamu pikir saya takut dengan kamu...nenek peot...ayo maju...”
Nyi Sundel marah diremehkan oleh Dewi Sekar, dia pun berteriak dengan kerasKurang ajar...rupanya kamu ingin saya kirim ke neraka...hah...”
Nyi sundel langsung menyerang Dewi Sekar dengan sambaran jurusnya. Dewi Sekar tidak tahu bahwa kemampuan Nyi Sundel itu  mungkin lebih tinggi daripada kemampuan gurunya sendiri. Dia langsung menangkis serangan Nyi sundel dengan tangan kanannya. Prak, tangan kanan Dewi Sekar langsung kesemutan dan merasa sakit. Dia mundur beberapa langkah ke belakang sambil memegangitangan kanannya. Masih dalam keadaan kaget, Dewi Sekar mencoba mengatur pernafasannya. Kemudian kembali memasang kuda-kuda untuk bersiap melakukan duel dengan Nyi sundel.Tak lama kemudian  mereka pun mulai bertarung dengan sengitnya. Sedangkan anak buah ki Tapa hanya menonton dari atas kudanya masing-masing.
Setelah sekitar 7 jurus, Dewi Sekar mulai kelihatan terdesak. Sebuah tendangan dari nyi sundel telah mengenai dadanya, disusul beberapa pukulan ke arah perut dan mukanya. Dewi Sekar tersungkur kebelakang sambil menahan sakit yang luar biasa. Nyi sundel tertawa melihat wajah Dewi Sekar yang meringis
“He...he...baru ilmu segitu saja sudah mau sombong...dasar bocah tolol...apakah kamu tidak tahu kehebatan nyi Sundel ini...”
Dewi Sekar mencoba untuk bangkit kembali, dan bersiap untuk membalas kekalahannya. Dia pun kembali melancarkan serangan balasan ke arah dada nyi sundel tapi Nyi Sundel dengan mudahnya mematahkan serangan tersebut bahkan berhasil melepaskan pukulan ke arah punggung Dewi Sekar. Dewi Sekar langsung terdorong ke depan dan memuntahkan darah segar. Baru saja dia akan membalikan badan, tiba`tiba ada sebuah pukulan Nyi Sundel sudah mengenai perut dan dadanya. Selanjutnya dia menjadi bulan-bulanan Nyi Sundel.  Wajahnya terlihat babak belur terkena pukulan Nyi sundel. Meskipun demikian dia masih tetap berusaha untuk bangkit melawan Nyi sundel.
Dengan susah payah, Dewi Sekar berusaha bangkit untuk berdiri, namun dia kembali ambruk ke tanah. Dewi Sekar hanya mampu terduduk, hanya sorot matanya  saja yang menyorot galak ke arah nyi sundel. Nyi sundel tertawa melihat Dewi Sekar yang sudah tak berdaya. Saat dia akan melancarkan pukulan terakhirnya ke Dewi Sekar, tiba-tiba anak buah ki Jabrik yang tadi hanya menonton berteriak keras  
“Tahan Nyi sundel...jangan di bunuh...sayang atuh......biar gadis ini untuk kami saja...he...he...lumayan untuk menghibur...”
Kata-kata anak buah ki Jabrik yang spontanitas tadi tentu saja membuat nyi sundel marah “Kurang ajar kalian ini...apa kalian mau aku kirim juga ke neraka bersama gadis ini...hah...” Melihat nyi sundel marah, anak buah ki Jabrik pun ketakutan. Mereka tahu siapa nyi sundel itu, seorang pendekar aliran hitam yang memiliki ilmu yang tinggi dan memiliki kekejaman yang luar biasa. Dewi Sekar yang melihat konsentrasi nyi sundel terganggu oleh anak buah ki Jabrik, langsung memanfaatkan kesempatan tersebut  untuk kabur. Dia bangkit dan lari ke atas bukit dengan sekuat tenaganya. Meskipun larinya terseok-seok, dia terus berusaha lari menjauhi nyi sundel dan anak buah ki Jabrik.
Tentu saja Nyi sundel marah melihat tindakan Dewi Sekar, dia segera mengejarnya ke atas bukit. Tak lama kemudian Nyi Sundel berhasil mengejar Dewi Sekar di atas bukit.  Nyi sundel langsung menendang punggung Dewi Sekar, sehingga tersungkur ke depan. Meskipun sudah jatuh tersungkur seperti itu, Dewi Sekar tetap berusaha untuk bangkit kembali, namun tenaganya sudah habis dan hanya mampu terduduk dengan wajah yang memelas. Sekarang dia sudah pasrah untuk menerima kematiannya, matanya pun sudah sayu. Melihat keadaan Dewi Sekar seperti itu, nyi sundel bukannya kasihan, justru malah berniat mempermainkan Dewi Sekar terlebih dahulu sebelum membunuhnya. Nyi sundel langsung menampar Dewi Sekar beberapa kali, kemudian menginjak perut, dan menjambak rambutnya. Setelah itu dia menarik rambut panjang Dewi Sekar dan menyeretnya dengan kasar.
 Dewi Sekar merasakan sakit yang luar biasa sampai nyaris tak sadarkan diri. Saat puas menyiksa Dewi Sekar, Nyi Sundel pun bersiap untuk melancarkan pukulan terakhirnya. Untunglah pada saat kritis tersebut, berkelebat sesosok bayangan yang langsung menyambar dan mengambil Dewi Sekar yang sudah mulai tak sadarkan diri, lalu menempatkannya beberapa meter dari posisi Nyi Sundel yang sedang berdiri.

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...