Rabu, 04 April 2018

Cerita Novel Silat "sang Pendekar" Bab 49. Persekongkolan Yang Jahat



Keesokan paginya, Jaka Someh berpamitan kepada Raden Surya Atmaja, bersiap untuk segera pergi ke Sumedang Larang untuk mengambil pusaka kujang yang diminta oleh mertuanya itu. Dewi Sekar mengantarnya sampai pintu padepokan.
Sebelum berpisah Dewi Sekar mencium tangan suaminya. Entah kenapa dia merasa berat ketika melihat suaminya akan pergi cukup jauh. Dewi Sekar merasa seakan-akan bakal terjadi sesuatu yang tidak baik dengan kepergian jaka Someh saat itu.
Nyai...akang pamit dulu ya...kamu jaga diri baik-baik...doakan supaya kita semua selalu dalam perlindungan Yang Maha Kuasa...”.
Dewi Sekar hanya menganggukan kepala, meskipun bibirnya tersenyum namun sebenarnya dia merasa berat untuk berpisah dengan suami yang baru dinikahinya itu.
 “Ya Kang Someh, akang juga harus bisa menjaga diri baik-baik...segera pulang kalau sudah selesai mengerjakan tugas dari Rama...”.
“Iya, nyai...”. 
Jaka Someh tersenyum kepada Dewi Sekar. Setelah melambaikan tangan, dia segera berjalan menuruni Gunung Tampomas
Ada perasaan hampa dalam hati Dewi Sekar ketika suaminya mulai menghilang di balik pepohonan. Meskipun kebersamaannya dengan Jaka Someh masih terbilang singkat, namun telah meninggalkan kesan mendalam di dalam hatinya.
Jaka Someh memang sudah tidak kelihatan, tapi Dewi Sekar masih tetap berdiri diam sambil memandang ke arah menghilangnya Jaka Someh. Tak lama kemudia Arya Rajah datang ke tempat itu. Melihat sikap kakaknya yang sedih karena di tinggal pergi oleh suaminya, dia  mencoba menghibur dengan memegang pundak Dewi Sekar. Tidak banyak kata yang bisa dia ucapkan kecuali hanya mengajaknya untuk segera kembali ke dalam padepokan
“Ayo teh, mendingan sekarang mah kita kembali ke padepokan…Kang Someh Insya Allah bisa menjaga diri....
Dewi Sekar menganggukan kepala. Mereka kembali masuk ke dalam padepokan Ki Buyut Putih.
Setelah mengantar kakaknya masuk ke dalam pondok, Arya Rajah berpamitan untuk kembali ke kamarnya. Dewi Sekar menganggukan kepala.
“Iya, adik...terima kasih sudah menemani teteh...”.
Arya Rajah hanya membalasnya dengan senyuman. Kemudian dia segera keluar dari pondok kakaknya.
Baru saja dia berjalan beberapa meter dari pondok kakaknya, tiba-tiba dia melihat Raden Jaya Permana yang sedang berjalan tergesa menuju arah pondok yang di tempati oleh Raden Surya Atmaja. Arya Rajah merasa penasaran. Dia pun mengikuti Jaya Permana secara diam-diam.
Sesampainya di pondok Raden Surya Atmaja, Jaya Permana langsung masuk ke dalam tanpa mengucapkan salam. Rupanya Raden Surya Atmaja sudah menunggunya dari tadi.
“Bagaimana Paman, apakah si Someh sudah berangkat ke Sumedang Larang...?”
Jaya Permana langsung menanyakan Jaka Someh kepada Surya Atmaja.
“Iya Raden, dia sudah berangkat beberapa saat yang lalu...lalu bagaimana rencana raden...selanjutnya...?” 
Raden Surya Atmaja, mengiyakan pertanyaan Jaya Permana, kemudian menanyakan rencana selanjutnya. Rupanya di antara mereka telah terjadi suatu persekongkolan.
“Baguslah kalau begitu, berarti sore ini saya dan beberapa teman akan turun gunung untuk mengejar Si Someh, Paman jangan kuatir, saya akan membunuh si Someh di tempat yang agak jauh dari gunung Tampomas, biar tidak ada yang curiga...”. Kata Jaya Permana.
“Baguslah raden, tapi kamu harus hati-hati, jangan sampai ada orang lain yang tahu, apalagi putri paman Dewi Sekar...bisa marah besar,  nama baik Paman juga akan menjadi rusak...paman pastinya akan di musuhi oleh anak paman sendiri...”
“Tenang paman...tenang...saya sudah merencanakan ini dengan matang...paman tidak usah khawatir...pokoknya Paman terima beres saja ...ya sudah kalau begitu saya pamit dulu...nanti sore menjelang malam saya dan teman-teman akan pergi menyusul si someh...” Kata Jaya Permana berusaha meyakinkan Raden Surya Atmaja.
“Iya Raden, Paman percaya sepenuhnya kepada kamu...” Raden Surya atmaja tersenyum puas mengetahui rencana Jaya Permana yang akan membunuh Jaka Someh.
Tidak lama kemudian Jaya Permana  berpamitan  kepada Raden Surya Atmaja untuk kembali ke pondok tempat tinggalnya. Mereka tak sadar bahwa ada sepasang mata yang memperhatikan tingkah laku mereka.
Arya Rajah berjalan tergesa menuju kamar Dewi Sekar. Sesampainya di sana dia langsung memanggil kakaknya
“Teh...teteh...tolong buka pintu...ini Arya Rajah, ada hal penting yang ingin di sampaikan ke teteh...”
Dewi Sekar merasa heran kenapa adiknya kembali datang ke kamarnya, padahal baru beberapa waktu lalu dia berpamitan untuk pulang ke kamarnya.
“Adik, ada apa...?” Tanya Dewi Sekar.
“Maaf teh mengganggu...ada hal penting yang ingin saya sampaikan...”. Arya Raja kemudian mendekati kakaknya, dan berbisik di telinga kakaknya.
Dewi Sekar terperanjat mendapat kabar sesuatu dari adiknya
“Apakah benar... apa yang kamu sampaikan ini...adik?” Dewi Sekar masih belum percaya dengan kabar yang di sampaikan oleh adiknya.
“Iya...teh...saya mendengarnya sendiri...apa yang Rama dan Jaya permana obrolkan...Ssst...pokoknya teteh jangan rame dulu...saya masih akan terus menyeidik lagi...”. Kata Arya Rajah sambil meyakinkan kakanya.  Dewi Sekar masih terdiam, seakan tak percaya dengan ucapan adiknya sendiri .


Cerita Novel Silat "Sang Pendekar" Bab 48. Tidak Terlalu Tampan



Esok paginya, Dewi Sekar pergi ke  kamar Jaka Someh, karena ingin mengajak Jaka Someh berjalan-jalan di sekitar padepokan. Namun Jaka Someh ternyata sudah tidak ada di dalam kamarnya, demikian juga dengan Arya Rajah. Kebetulan ada Sarmadi yang sedang lewat di tempat itu.
Dewi Sekar pun bertanya kepada  Sarmadi
“Kang sarmadi, punten, apakah akang tahu Kang Someh sekarang ada di mana?”
Sarmadi tersenyum ramah kepada Dewi Sekar, Kemudian dia berkata kepada Dewi Sekar
“eh, Nyi Dewi...maaf akang tidak tahu...tapi tadi pagi akang sempat melihat kang Someh dan Raden Arya berjalan menuju dapur padepokan...coba saja Nyi Dewi cari di sana...barangkali mereka berada di sana...”
“Oh...terima kasih ya kang, atas informasinya...saya coba cari kang Someh dulu ya...mangga...kang...”. Setelah mengucapkan terima kasih, Dewi Sekar segera berpamitan kepada sarmadi. Dia pergi menuju arah dapur.
Dewi Sekar ternyata tidak berhasil menemukan Jaka Someh sedang berada di dapur. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Saat melewati aula tempat makan, Dewi Sekar melihat ada Nyi Ageung sedang mengobrol dengan beberapa wanita lainnya. Mereka mengobrol sambil tertawa-tawa. Dewi Sekar bermaksud untuk mendekati mereka, namun dia tertegun ketika mendengar isi pembicaraan mereka.
“ha...ha...lucu pisan ya kang someh teh...masa Nyi ageung di panggil ceuceu...memang dia tidak tahu kalau Nyi ageung teh jandanya Raden Purbasora, seorang pangeran galuh yang sangat terkenal...aduh ada juga lelaki polos seperti kang Someh...saya teh merasa gemes kepadanya...hi...hi...”. Kata Seorang wanita yang berbadan semok. Nyi Ageung hanya tersenyum mendengar ucapan wanita itu, kemudian dia berkata
“Hmmm....iya bener kata santika,  dia teh masih polos, tapisepertinya dia adalah lelaki yang baik...meskipun penampilannya sederhana tapi ada sesuatu yang istimewa...entah apa...tapi saya bisa merasakan suatu aura di wajahnya...”.
“hey...Nyi ageung ternyata diam-diam ada hati kepada Kang Someh...hi...hi...awas lo Nyi Ageung...nanti jadi kepincut...tapi Nyi Ageung bener juga sih...menurut saya, Kang Someh teh  seksi banget...woooy...saya sampai tidak kuat untuk membayangkannya...oh...ah...itu badannya kekar sekali...”. Kata temannya Santika.
“Hi...hi...saya teh iri sama Nyi Dewi sekar...sudah bersuamikan lelaki seperti kang Someh, masih juga  bisa membuat lelaki lain terpesona...coba Nyi Ageung perhatikan...Raden Jaya Permana saja seperti tergila-gila kepada Nyi Dewi Sekar...ah tapi kalau saya mah mending milih Kang Someh...walau tidak setampan Raden Jaya Permana, tapi dia lebih gagah dan seksi...hi...hi...saya pasti tidak akan menolak bila di ajak anu..begituan sama Kang Someh.....hi..hi...”. Kata santika sambil berseloroh. Nyi Ageung dan temannya pun ikut tertawa sambil berkata
“hi..hi..dasar santika perempuan ganjeun...pikirannya kok jorok...di ajak anu...anu apa ayo...nanti saya laporkan kamu ke Nyi Dewi Sekar  hi...hi...”. Kata temannya santika.
Dewi Sekar wajahnya menjadi merah, hatinya merasa panas mendengar suaminya menjadi bahan fantasi mesum oleh para wanita itu. Tiba-tiba muncul rasa cemburu.  Tanpa pikir panjang lagi, dia pun segera pergi meninggalkan tempat itu sambil menggerutu sendiri.
“Dasar perempuan-perempuan tidak tahu malu...senang menggoda suami orang...seperti kurang kerjaan saja...aduuh..ini lagi...kemana sih kang Someh...teh...”
Dewi Sekar pergi menuju kamarnya. Sesampainya di sana dia melihat Jaka Someh sedang duduk di depan kamarnya.
“Ih...kang Someh...kemana saja sih...dari tadi di cari-cari...ternyata malah ada di sini...”. Dewi Sekar menggerutu kepada Jaka Someh. Jaka Someh tersenyum mendengar ocehan istrinya.
“Ah nyai..tadi Akang bersama Dik Arya bantu-bantu di dapur, kemudian akang pergi mencari kayu bakar karena persediaan kayu bakar di dapur teh sudah mulai habis...nyai dari mana..? Datang...datang koq marah...marah...begitu” Kata Jaka Someh sambil menjawel pipi istrinya dengan lembut.
“Au..ah..Kang...tadi waktu di dapur akang bertemu Nyi Ageung dan cewek-cewek semohay ya...pantas saja semangat untuk bantu-bantu di dapur...”. Kata dewi Sekar  cemberut.
“Ih nyai teh kenapa...koq cemberut begitu...iya tadi akang ketemu Nyi Ageung dan beberapa wanita waktu di aula dekat dapur...akang hanya sekedar saling sapa saja...tidak sempat  ngobrol banyak...lagian akang juga sungkan baru kenal dengan mereka...memangnya kenapa sih nyai...?”. Jaka someh berusaha menjelaskan dirinya saat berada di dapur.
“Sudah lah kang tidak usah di bahas lagi masalah itu...tidak penting...ngomong-ngomong Kang Someh sudah sarapan...?” Kata dewi Sekar
“belum lah nyai...akang dari tadi nugggu kamu...mau ngajak sarapan...”. Kata Jaka Someh.
“Ya sudah atuh Kang, kita sarapan sekarang yuk...”. Ajak Dewi Sekar.  “Iya nyai, ayoo...”. Mereka pun pergi ke aula dapur untuk sarapan pagi.
*****
Pada Malam hari, Raden Surya Atmaja memanggil Dewi sekar untuk datang ke ruangannya.
“Nyai...Geulis...Rama mau minta tolong sama kamu...”. Kata Raden surya atmaja.
“Iya rama, apa yang bisa saya lakukan untuk rama, Sekar siap menerima titah rama...”. Dewi Sekar berkata lembut kepada ayahnya.
“Begini nyai, Rama mau minta tolong... agar suami kamu bisa membawakan pusaka kujang yang di tinggal di padepokan kita....apakah dia sanggup untuk mengambilnya...?” Tanya Raden surya Atmaja
Dewi Sekar terdiam mendengar titah ayahnya.
“Sekar akan coba diskusikan dahulu dengan kang Someh, Rama...tapi Insya Allah kita sanggup, Rama”. Dewi Sekar menjawab permohonan ayahnya dengan sopan.
“Maksud Rama bukan dengan kamu, tapi hanya si someh saja...yang harus membawakannya ke sini...kalau memang dia lelaki sejati pastinya dia tidak akan menolak...permintaan rama”. Raden Surya atmaja menegaskan ucapannya.
“Kenapa hanya Kang Someh saja Rama, Sekar juga tidak keberatan untuk menemani Kang Someh pergi ke padepokan kita yang ada di Sumedang Larang...biarlah....”. Belum selesai Dewi Sekar berkata, Raden Surya Atmaja langsung memotongnya.
“...Tidak, nyai....kamu harus tetap di sini...biar suami kamu saja...yang pergi ke sana...Rama ingin melihat apakah dia adalah seorang lelaki sejati atau pengecut...”.
Dewi Sekar terdiam mendengar ucapan ayahnya. Dalam hati dia bertanya-tanya tentang maksud sebenarnya dari titah ayahnya seperti itu kepada Jaka Someh. Namun alasan Raden Surya Atmaja yang ingin menguji nyali Jaka Someh cukup masuk akal.
“hmmm...baiklah Rama, Sekar akan bicarakan hal tersebut kepada kang Someh...” Kata Dewi Sekar.
“Iya nyai, sekarang tolong kamu panggil si Someh kemari...” Raden Surya Atmaja menyuruh Dewi Sekar untuk memanggil Jaka Someh menghadap ayahnya.
“Baik, Rama....Sekar Permisi dahulu...”. Dewi Sekar pamit untuk memanggil Jaka Someh.
Beberapa saat kemudian Dewi Sekar kembali bersama Jaka Someh menghadap ayahnya. Jaka Someh berjalan sambil membungkuk di hadapan Raden Surya Atmaja, bermaksud untuk memberi penghormatan kepada mertuanya. Kemudian dia duduk di lantai menghadap Raden Surya Atmaja yang duduk di atas kursi.
“Punten, Bapak...saya mohon maaf atas kelancangan saya, apakah ada sesuatu yang penting, sehingga tiba-tiba Bapak memanggil saya malam ini...?”. Jaka Someh berkata dalam bahasa yang sesopan mungkin kepada Raden Surya Atmaja.
“Begini Someh, Bapak akan memberi kamu tugas penting, yang harus kamu laksanakan segera...”. Kata Raden Surya Atmaja
“Siap...Bapak, Tugas apa gerangan yang Bapak akan titahkan ke saya...? Insya Allah saya akan berusaha untuk melaksanakannya...”. Dengan sigap Jaka Someh merespon ucapan mertuanya.
“ Begini, kamu saya minta untuk mengambil kujang Pusaka perguruan kita, yang Bapak tinggal di padepokan Pusaka karuhun, tolong kamu bawakan pusaka tersebut ke sini...? bagaimana apakah kamu sanggup?”. Kata Raden Surya Atmaja kepada Jaka Someh.
“Siap...Bapak, Insya Allah saya akan melaksanakan perintah bapak tersebut, besok pagi saya akan berangkat menuju Sumedang Larang...”. Jawab jaka someh.
“Bagus...bagus...Someh...tapi kamu harus berangkat sendiri tanpa di temani siapapun juga...”. Raden Karta mengangguk-anggukan kepalanya.
“Baik bapak, besok pagi saya akan berangkat sendiri, saya nitip Nyi Dewi di sini...”. Jaka Someh mengiyakan permintaan mertuanya.
“Iya...bagus kalau begitu...sekarang kamu silahkan istirahat...biar besok pagi kamu  siap untuk melakukan perjalanan...”.
Tidak lama kemudian Jaka Someh kembali ke ruangannya, ditemani oleh Dewi Sekar.

“Kang Someh, akang harus hati-hati dalam perjalanan...segera kembali apabila tugas yang di minta Rama sudah terlaksana...Saya minta maaf tidak bisa menemani akang...sebenarnya saya merasa khawatir...kenapa tiba-tiba Rama meminta akang untuk pergi...”. Kata Dewi Sekar sambil memegang tangan Jaka Someh. Jaka someh menatap istrinya, kemudian membelai rambut Dewi Sekar dengan penuh kelembutan. Setelah menghela nafas, dia berkata dengan lembut kepada Dewi Sekar
“Hmmm, nyai tidak usah berfikir jelek...Insya Allah akang akan berhati-hati, yang penting kamu di sini harus jaga diri baik-baik...lagi pula  perjalanannya tidak lama hanya sekitar 4 atau 5 hari saja...”. Jaka Someh berusaha menenangkan istrinya.
“ya sudah sekarang kamu juga segera istirahat, akang antar ya ke pondok...” Lanjut Jaka Someh. Dewi Sekar menganggukan kepala.
“Iya, Kang...”
Mereka pun berjalan ke arah ruangan tempat istirahat Dewi Sekar.  Sebelum berpisah, Jaka Someh mencium kening istrinya dengan mesra.

Bersambung ke bagian 49 
Kembali ke HOME : Daftar Isi

The Hidden Master of Silat: Chapter 3. The Beginning of a Determination

  The sun was almost at its peak, and the heat was intense. Only a few clouds dotted the sky over Kampung Cikaret 1 , while a gentle mount...