Jaka Someh merasa sedih, karena
beberapa desa yang dilewatinya ternyata juga dalam keadaan yang memprihatinkan.
Keadaannya sungguh kacau-balau akibat tindakan sewenang-wenang dari para penjahat, wajah-wajah penduduk
nampak kurang memancarkan kebahagian. Mereka diliputi oleh rasa was-was dan
ketakutan.
Bahkan beberapa rumah warga pun nampak rusak parah akibat di bakar api. Rupanya gerombolan Ki Jabrik telah merajalela tanpa ada yang berani menghentikannya. Dalam hati, Jaka Someh tiba-tiba merasa penasaran dengan sosok Ki Jabrik tersebut. Siapakah Ki Jabrik itu sebenarnya? Kenapa dia bisa berkuasa dan ditakuti seperti itu? apakah Ki Jabrik itu memang sesakti seperti yang dikatakan orang-orang bahwa tubuhnya tidak mempan oleh senjata apapun juga dan memiliki kekuatan tenaga dalam yang mampu membakar apa saja?
Bahkan beberapa rumah warga pun nampak rusak parah akibat di bakar api. Rupanya gerombolan Ki Jabrik telah merajalela tanpa ada yang berani menghentikannya. Dalam hati, Jaka Someh tiba-tiba merasa penasaran dengan sosok Ki Jabrik tersebut. Siapakah Ki Jabrik itu sebenarnya? Kenapa dia bisa berkuasa dan ditakuti seperti itu? apakah Ki Jabrik itu memang sesakti seperti yang dikatakan orang-orang bahwa tubuhnya tidak mempan oleh senjata apapun juga dan memiliki kekuatan tenaga dalam yang mampu membakar apa saja?
Dalam perjalanan Dewi Sekar lebih banyak diam tak
banyak bicara. Pikirannya berkecamuk
memikirkan keselamatan ayah dan adik semata wayangnya.
Jaka someh hanya meliriknya karena merasa
sungkan apabila
mengusiknya. Perjalanan ini pun menjadi begitu sepi
karena mereka berdua telah membisu.
Tidak sampai tiga hari,
Jaka Someh dan Dewi Sekar
sampai di Sumedang Larang. Tanpa membuang waktu, mereka langsung pergi menuju Padepokan Pusaka Karuhun.
Tidak perlu memakan waktu lama, mereka sampai di gerbang padepokan. Keadaan di sana sungguh mengenaskan, Dewi Sekar merasa syok ketika melihat kondisi padepokan yang porak poranda. Beberapa bagian bangunan terlihat hancur berserakan di mana`mana. Ada bekas kebakaran di salah satu atap bangunan utama padepokan. Pintu dan jendela terlihat hancur berserakan. Di tempat itu juga tercium bau anyir darah meski tidak terlihat ada mayat. Hati Dewi Sekar merasa was-was. Dengan cepat dia turun dari gerobak dan berlari masuk ke dalam padepokan.
Dewi Sekar Harum memanggil ayah dan adiknya namun tidak berhasil menemui seseorang pun di dalam sana. Tempat tersebut memang sudah dalam keadaan kosong tak berpenghuni. Dewi Sekar terdiam dan hanya bisa melongo, bingung dengan keadaan dirinya, tidak tahu apa yang harus diperbuat. Air matanya mulai menetes. Karena sudah tak kuat lagi menahan kesedihan dia menangis tersedu-sedu. Hatinya menyesali keterlambatannya untuk datang ke tempat itu. Jaka someh berempati dengan Dewi Sekar Dewi, dia berusaha untuk menghiburnya.
“ Sabar nyai, jangan suuzhon dulu, Insya Allah tidak terjadi apa-apa... sekarang lebih baik tenangkan dulu hati nyai, cobalah untuk berprasangka baik...Insya Allah keluarga Nyai teh dalam keadaan selamat sehat wal afiat...sekarang mah baiknya kita cari informasi saja. Barangkali ada warga di sekitar sini yang bisa kita tanyai...”.
Dewi Sekar semakin menjadi menangisnya. Jaka Someh ikut menjadi panik dan bingung, tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat. Untunglah pada saat itu terlihat seorang lelaki setengah baya datang dari arah utara. Lelaki itu pun langsung mendekati mereka dan menyapa Dewi Sekar,
“Nyai ...ini teh benar kamu...?” kata lelaki itu.
Dewi Sekar langsung menoleh pada lelaki setengah baya itu, dan wajahnya langsung terkejut. Hatinya merasa sedikit plong melihat sosok lelaki tersebut, yang tak lain adalah pamannya sendiri, Raden Karta Sasmita
“ Mang Karta...? iya Mang, benar ini teh saya, Sekar...Rama teh di mana mang? Kenapa padepokan kita menjadi berantakan begini?”.
Raden Karta terdiam sejenak, wajahnya nampak begitu sedih, lalu dia berkata kepada Dewi Sekar “Musibah, Nyai. Perguruan teh di porak porandakan oleh Ki Tapa, salah satu dedengkot gerombolan Ki Jabrik...Banyak anggota perguruan kita yang tewas, tapi sudah mamang kuburkan...Rama kamu teh berhasil dikalahkan oleh Ki Tapa, namun menurut kabar yang Mamang terima, Kang Surya teh masih untung bisa diselamatkan oleh 2 murid Ki Buyut Putih, Ki Jaka Baru dan Ki Sangga Buana. Jaka Baru sendiri tewas di tangan Ki Tapa setelah berusaha menahan Ki Tapa yang berusaha mengejar Kang Suryaatmaja.Tapi Alhamdulillah Nyai, Mamang dengar dari beberapa murid kita, Rama berhasil selamat meskipun mengalami luka dalam yang cukup serius. Rama dan adik kamu konon katanya berhasil di bawa ke perguruan Ki Buyut Putih yang berada di Gunung Tampomas...”.
Mendengar keterangan dari pamannya seperti itu, hati Dewi Sekar merasa plong. Hatinya terobati setelah mendengar ayahnya berhasil di selamatkan oleh murid Ki Buyut Putih. Dewi Sekar pun mengucapkan terima kasih kepada pamannya
“Terima kasih banyak, Mang. Saya merasa lega setelah mendengar keterangan dari Mamang. Mudah-mudahan Rama teh selamat...”.
Raden Karta melirik kepada Jaka Someh “ini teh siapa Nyai...?”.
Dewi Sekar baru tersadar dengan keberadaan jaka someh
“Oh iya mang, ini teh Kang Jaka, orang yang telah menolong saya ketika saya terluka oleh Nyi Sundel...perkenalkan atuh Mang...”.
Raden Karta tersenyum kepada Jaka Someh dan menyalaminya. Jaka someh langsung menyambut hangat ucapan salam dari Raden karta. Jaka Someh yang melihat wajah Dewi Sekar kembali semringah merasa ikut bahagia
Tidak perlu memakan waktu lama, mereka sampai di gerbang padepokan. Keadaan di sana sungguh mengenaskan, Dewi Sekar merasa syok ketika melihat kondisi padepokan yang porak poranda. Beberapa bagian bangunan terlihat hancur berserakan di mana`mana. Ada bekas kebakaran di salah satu atap bangunan utama padepokan. Pintu dan jendela terlihat hancur berserakan. Di tempat itu juga tercium bau anyir darah meski tidak terlihat ada mayat. Hati Dewi Sekar merasa was-was. Dengan cepat dia turun dari gerobak dan berlari masuk ke dalam padepokan.
Dewi Sekar Harum memanggil ayah dan adiknya namun tidak berhasil menemui seseorang pun di dalam sana. Tempat tersebut memang sudah dalam keadaan kosong tak berpenghuni. Dewi Sekar terdiam dan hanya bisa melongo, bingung dengan keadaan dirinya, tidak tahu apa yang harus diperbuat. Air matanya mulai menetes. Karena sudah tak kuat lagi menahan kesedihan dia menangis tersedu-sedu. Hatinya menyesali keterlambatannya untuk datang ke tempat itu. Jaka someh berempati dengan Dewi Sekar Dewi, dia berusaha untuk menghiburnya.
“ Sabar nyai, jangan suuzhon dulu, Insya Allah tidak terjadi apa-apa... sekarang lebih baik tenangkan dulu hati nyai, cobalah untuk berprasangka baik...Insya Allah keluarga Nyai teh dalam keadaan selamat sehat wal afiat...sekarang mah baiknya kita cari informasi saja. Barangkali ada warga di sekitar sini yang bisa kita tanyai...”.
Dewi Sekar semakin menjadi menangisnya. Jaka Someh ikut menjadi panik dan bingung, tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat. Untunglah pada saat itu terlihat seorang lelaki setengah baya datang dari arah utara. Lelaki itu pun langsung mendekati mereka dan menyapa Dewi Sekar,
“Nyai ...ini teh benar kamu...?” kata lelaki itu.
Dewi Sekar langsung menoleh pada lelaki setengah baya itu, dan wajahnya langsung terkejut. Hatinya merasa sedikit plong melihat sosok lelaki tersebut, yang tak lain adalah pamannya sendiri, Raden Karta Sasmita
“ Mang Karta...? iya Mang, benar ini teh saya, Sekar...Rama teh di mana mang? Kenapa padepokan kita menjadi berantakan begini?”.
Raden Karta terdiam sejenak, wajahnya nampak begitu sedih, lalu dia berkata kepada Dewi Sekar “Musibah, Nyai. Perguruan teh di porak porandakan oleh Ki Tapa, salah satu dedengkot gerombolan Ki Jabrik...Banyak anggota perguruan kita yang tewas, tapi sudah mamang kuburkan...Rama kamu teh berhasil dikalahkan oleh Ki Tapa, namun menurut kabar yang Mamang terima, Kang Surya teh masih untung bisa diselamatkan oleh 2 murid Ki Buyut Putih, Ki Jaka Baru dan Ki Sangga Buana. Jaka Baru sendiri tewas di tangan Ki Tapa setelah berusaha menahan Ki Tapa yang berusaha mengejar Kang Suryaatmaja.Tapi Alhamdulillah Nyai, Mamang dengar dari beberapa murid kita, Rama berhasil selamat meskipun mengalami luka dalam yang cukup serius. Rama dan adik kamu konon katanya berhasil di bawa ke perguruan Ki Buyut Putih yang berada di Gunung Tampomas...”.
Mendengar keterangan dari pamannya seperti itu, hati Dewi Sekar merasa plong. Hatinya terobati setelah mendengar ayahnya berhasil di selamatkan oleh murid Ki Buyut Putih. Dewi Sekar pun mengucapkan terima kasih kepada pamannya
“Terima kasih banyak, Mang. Saya merasa lega setelah mendengar keterangan dari Mamang. Mudah-mudahan Rama teh selamat...”.
Raden Karta melirik kepada Jaka Someh “ini teh siapa Nyai...?”.
Dewi Sekar baru tersadar dengan keberadaan jaka someh
“Oh iya mang, ini teh Kang Jaka, orang yang telah menolong saya ketika saya terluka oleh Nyi Sundel...perkenalkan atuh Mang...”.
Raden Karta tersenyum kepada Jaka Someh dan menyalaminya. Jaka someh langsung menyambut hangat ucapan salam dari Raden karta. Jaka Someh yang melihat wajah Dewi Sekar kembali semringah merasa ikut bahagia
“Ya sudah, Nyi. Nanti kita coba cari Rama Nyai ke gunung Tampomas. Nyai sabar dulu ya...”.
Dewi Sekar tersenyum mendengar ucapan jaka someh yang berusaha menghiburnya. Sore itu juga Jaka Someh dan Dewi Sekar melakukan bersih-bersih di padepokan Pusaka Karuhun yang telah porak poranda. Raden karta juga ikut memabtu mereka membersihkan padepokan. Jaka Someh menyapu bersih bagian halaman depan padepokan sampai ke ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Setelah padepokan terlihat bersih, Jaka Someh masih menyempatkan diri untuk menata kembali barang-barang dan perabotan yang telah berceceran. Sampah dan segala pernik yang sudah tidak terpakai dia kumpulkan, dan kemudian di buang di halaman belakang padepokan.
Dewi Sekar tersenyum mendengar ucapan jaka someh yang berusaha menghiburnya. Sore itu juga Jaka Someh dan Dewi Sekar melakukan bersih-bersih di padepokan Pusaka Karuhun yang telah porak poranda. Raden karta juga ikut memabtu mereka membersihkan padepokan. Jaka Someh menyapu bersih bagian halaman depan padepokan sampai ke ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Setelah padepokan terlihat bersih, Jaka Someh masih menyempatkan diri untuk menata kembali barang-barang dan perabotan yang telah berceceran. Sampah dan segala pernik yang sudah tidak terpakai dia kumpulkan, dan kemudian di buang di halaman belakang padepokan.
Tanpa terasa hari sudah malam ketika
Jaka Someh selesai menata ulang kondisi padepokan Pusaka Karuhun sehingga
kembali menjadi bersih, rapi, indah dan nyaman untuk di tinggali. Dewi Sekar merasa takjub melihat
hasil kerja Jaka Someh yang telah membersihkan dan merapikan kembali padepokannya. Padepokannya terlihat bersih dan asri, seakan-akan tidak
pernah terjadi sesuatu keributan di sana. Setelah
padepokannya kembali bersih, Dewi Sekar
pun menyempatkan mandi di pancuran yang tak jauh dari padepokannya supaya bisa
menyegarkan kembali tubuhnya yang sudah terasa sangat penat.
Sementara Jaka Someh pergi ke dapur untuk menyiapkan hidangan makan malam ala kadarnya. Malam itu mereka beristirahat di Padepokan Pusaka Karuhun milik keluarga Dewi Sekar. Dewi Sekar tidur di kamarnya sedangkan Jaka Someh memilih tidur di atas gerobaknya yang terparkir di halaman depan Padepokan. Raden Karta juga menginap di sana untuk menemani Dewi Sekar dan jaka Someh.
Sementara Jaka Someh pergi ke dapur untuk menyiapkan hidangan makan malam ala kadarnya. Malam itu mereka beristirahat di Padepokan Pusaka Karuhun milik keluarga Dewi Sekar. Dewi Sekar tidur di kamarnya sedangkan Jaka Someh memilih tidur di atas gerobaknya yang terparkir di halaman depan Padepokan. Raden Karta juga menginap di sana untuk menemani Dewi Sekar dan jaka Someh.
loading...