Ketika malam telah larut, para warga sudah terlena dalam mimpinya. Tinggal Sugandi yang terpasung dalam tiang kayu yang berada di tengah kampung Dadap Kulon. Meskipun tubuhnya lelah namun dia tidak dapat memejamkan matanya. Angin malam pun menghembus ke seluruh jiwa raganya. Dinginnya malam telah menusuk sampai ke tulang-tulangnya. Malam telah benar-benar sepi, tiba-tiba ada sekelebat bayangan yang mendekati ke tempat terpasungnya Sugandi. Pelan-pelan, bayangan itu berjalan, mengendap-endap dengan penuh kehati-hatian. Ketika bayangan tersebut sudah berada tepat dibelakang Sugandi, dia membisikan sesuatu kepada Sugandi
“Gandi...Gandi...bangun...euy..Ssst...”.
Sugandi terkejut ada suara di
belakang punggungnya, dia pun menoleh ke arah suara tersebut. Betapa
terkejutnya Sugandi ketika melihat sosok orang yang berada di belakangnya
tersebut
“Akang...kang madani? “.
“Akang...kang madani? “.
Ternyata sosok bayangan tadi adalah
Madani yang merasa iba dengan nasib Sugandi. Madani berkata kepada Sugandi
“Ssst..sstt...gandi, tenang...saya
akan melepaskan kamu...”.
Sugandi pun merasa terharu melihat
kebaikan Madani yang bersedia mempertaruhkan nyawa untuk menolong dirinya
“Akang...terima kasih...”.
Hanya itulah kata-kata yang bisa di
ucapkan Sugandi. Setelah Madani melepaskan tali yang mengikat sugandi, Sugandi
pun langsung terduduk jatuh ke tanah, tubuhnya sudah begitu lunglay tak
bertenaga. Madani pun segera memeganginya dengan kedua tangannya, lalu dia
berkata pelan kepada Sugandi
“kamu teh cepat lari...jangan sampai
ada warga yang tahu...nanti sembunyilah di hutan...ini akang bawakan bekal
makanan buat kamu...”.
Sugandi tidak bisa berkata apa-apa
kepada Madani, hanya matanya saja yang berkaca-kaca, merasa terharu karena
masih ada yang peduli kepadanya selain neneknya. Setelah mengucapkan terima
kasih, Sugandi pun akhirnya lari ke arah hutan, sedangkan Madani langsung
pulang kembali ke rumahnya dengan cara mengendap-endap, khawatir ada orang yang
memergokinya.
Keesokan paginya warga kampung
menjadi geger karena Sugandi telah menghilang dari tiang pasungannya. Pak
Sunardi, ayahnya nya Suraji yang mati di tangan Sugandi, adalah orang yang
paling marah dengan menghilangnya Sugandi, dia pun berkata dengan lantang
kepada para warga yang saat itu sedang berkerumun
“Bapak-bapak, Si Gandi teh pasti ada
yang melepaskan, tidak mungkin dia bisa lepas sendiri...tapi saya yakin dia
pasti masih berada di kampung dadap ini...lebih baik kita segera
mencarinya...sebelum dia berhasil pergi jauh”.
Pak Kepala Kampung yang mendengar
ucapan pak Sunardi pun mengatakan hal yang serupa dengan pak Sunardi
“iya...saya juga yakin seperti pak
Sunardi, pastinya dia belum jauh dari kampung dadap ini, paling-paling dia
bersembunyi di hutan, mungkin sebaiknya kita cari ke hutan saja “.
Para warga pun segera pergi mencari
Sugandi, mereka berusaha melacak jejak Sugandi. Setelah sekian lama mereka
mencari, akhirnya ada beberapa warga yang menemukan jejak Sugandi menuju arah
hutan. Mereka kemudian berbondong-bondong
pergi mencari Sugandi ke arah hutan. Setelah sampai di hutan, mereka segera
mengobrak-abrik isi hutan untuk mencari Sugandi. Sugandi yang panik dengan
kedatangan warga kampung yang mencarinya sampai ke dalam hutan langsung lari
dari persembunyiannya. Salah satu warga
ada yang melihat Sugandi sedang melarikan diri. Warga itu pun langsung
berteriak-teriak memanggil warga yang lainnya
“Hey, itu Sugandi...ayo bapak-bapak...Sugandi lari ke arah sana...”.
“Hey, itu Sugandi...ayo bapak-bapak...Sugandi lari ke arah sana...”.
Mereka pun mengejar Sugandi yang
lari sampai ke ujung lembah yang berada di dalam hutan. Sugandi bingung karena
tidak tahu lagi kemana dia harus pergi, dia benar-benar telah terjebak di
sebuah pinggiran jurang yang nampak begitu terjal. Sugandi bingung bukan
kepalang, karena pelariannya terhalang oleh sebuah jurang tersebut. Para warga
pun segera menyorakinya, mereka berteriak-teriak untuk memaki Sugandi
“hayo...bangsat kamu dasar bocah
pembawa sial..kamu mau lari kemana lagi...menyerah saja kamu...”.
Karena panik dengan cacian para
warga, Sugandi pun akhirnya memilih untuk melompat ke jurang tersebut daripada
harus di tangkap oleh warga yang marah kepadanya. Dia tidak sudi kalau harus
mati di tangan para warga. Para warga begitu terkejut melihat aksi nekat
Sugandi yang melompat ke lembah jurang tersebut, mereka hanya bisa menyaksikan
peristiwa tersebut, tanpa ada yag bisa mencegahnya. Pak kepala kampung yang
juga turut menyaksikan peristiwa itu pun berkata kepada warganya
“Bapak-bapak, ternyata Sugandi lebih
memilih mati di dasar jurang...sekarang lebih baik kita pulang saja ke rumah
masing-masing, saya yakin Sugandi telah tewas di dasar jurang”.
Para warga menganggap bahwa Sugandi
telah tewas, mereka pun akhirnya membubarkan diri dan kembali kerumah
masing-masing. Mendengar berita bahwa Sugandi telah tewas karena jatuh ke dalam
jurang membuat hati madani sedih. Dia tahu bahwa Sugandi sebenarnya adalah
korban dari peristiwa ini. Madani begitu menyesali akan nasib Sugandi yang
begitu buruk. Bagi Madani, Sugandi adalah korban dari buruknya moral masyarakat
terutama ibu kandung dari sugandi itu sendiri.