Sudah dua hari, Dewi Sekar pingsan. Badannya penuh luka
karena tergores oleh batang dahan dan ranting pepohonan. Untunglah seorang
wanita tua yang sakti langsung menyambar tubuhnya ketika tubuh Dewi Sekar
tertahan oleh suatu dahan pohon yang ada di bawah lembah. Dia langsung
membawanya pergi, menjauh dari tempat itu. Membawanya ke suatu tempat yang aman dan nyaman. Untunglah tidak ada luka
dalam yang serius, hanya kaget dan trauma yang membuat Dewi Sekar pingsan.
Wanita tua itu begitu telatennya merawat Dewi Sekar.
Membuatkannya obat dan beberapa kali memijatinya dengan penuh kelembutan.
Setelah Dua hari, Dewi Sekar mulai siuman. Dia kaget
ketika tersadar melihat seorang wanita tua di sampingnya.
“Guru...? “
Wanita tua yang menolong Dewi Sekar ternyata adalah Nini
Gunting Pamungkas, guru dari Dewi Sekar sendiri.
Nini Gunting Pamungkas tersenyum melihat muridnya sudah
siuman
“Syukur kamu sudah siuman, nyai...guru sangat khawatir
melihat keadaan kamu...”
Dewi sekar terdiam. Dia teringat dengan kejadian terakhir
kali sebelum pingsan, bertarung melawan
Ki Tapa, kemudian terjatuh ke dalam jurang
“Guru...saya teringat, saya terjatuh ke dalam
jurang...bagaimana sekarang saya bisa bersama Guru...?” Dewi Sekar bertanya
kepada Nini Gunting Pamungkas.
“Syukur nyai, kamu sudah bisa ingat kembali, dua hari dua
malam kamu tak sadarkan diri...”
Nini Gunting Pamungkas berkata pelan kepada Dewi Sekar. Terdiam beberapa saat. Kemudian kembali melanjutkan ucapannya.
Nini Gunting Pamungkas berkata pelan kepada Dewi Sekar. Terdiam beberapa saat. Kemudian kembali melanjutkan ucapannya.
“ Waktu itu guru hendak mengunjungi Padepokan Ki Buyut
Putih...setelah lelah mencari kamu yang katanya menghilang entah kemana...tak
di sangka justru guru menemukan kamu sedang bertarung dengan Ki Tapa....guru
memang sengaja tidak membantu kamu, karena kelihatannya Ki Tapa tidak berniat mencelakai
kamu...guru tahu seberapa dalam ilmu Ki Tapa...karena guru sendiri pernah
beberapa kali bertarung dengannya...ilmunya sangat tinggi...bahkan ketika guru
bersama kakang sepuh Anom mengeroyoknya, dia mampu mengimbangi kami, memang
kami tidak kalah namun juga tidak menang dari Ki Tapa...kalau dia berniat
mencelakai kamu, tentunya kamu sudah mati di tangannya dalam sekejap saja...namun
guru tidak menyangka kamu justru terpeleset dan jatuh ke dalam jurang itu...untunglah
kamu sempat tertahan oleh beberapa dahan pepohonan yang ada di dasar jurang
sehingga nyawa kamu selamat dan guru masih sempat membawa kamu ke tempat
ini...”
Nini Gunting Pamungkas bercerita panjang kepada Dewi
Sekar.
Dewi Sekar menghela nafas mendengar cerita gurunya, dalam
hati dia bersyukur masih di beri kesempatan untuk hidup lebih lama. Tiba-tiba
dia teringat dengan Jaka Someh. Dia pun berusaha bangun dari tidurnya, namun
kepalanya menjadi pusing sehingga dia kembali urung bangun dari tidurnya.
“Sudah...sudah nyai kamu jangan memaksakan diri...lebih
baik sekarang kamu tetap beristirahat...tunggu sampai benar-benar pulih...”
Nini Gunting Pamungkas memegangi Dewi Sekar dan berusaha menidurkannya kembali. Dewi Sekar hanya bisa pasrah.
Nini Gunting Pamungkas memegangi Dewi Sekar dan berusaha menidurkannya kembali. Dewi Sekar hanya bisa pasrah.
Keesokan harinya Dewi Sekar sudah mulai bisa bangun dari
tidurnya meskipun baru sebatas duduk. Nini Gunting Pamungkas dengan telaten merawat
muridnya itu. Bahkan menyuapinya dengan penuh kasih sayang.
Setelah semingguan, Dewi Sekar sudah mulai bisa berjalan
kembali, meskipun masih dengan tertatih-tatih.
Hatinya tidak sabar dan selalu memikirkan keadaan keluarganya.
Perasaannya mulai dipenuhi rasa rindu kepada suaminya.
“Bagaimana kabar Kang Someh sekarang ya...apakah dia
berhasil melaksanakan perintah Rama, semoga saja tidak terjadi apa-apa
kepadanya...” Dewi Sekar berkata sendiri.
Malam itu hujan turun gerimis. Dewi Sekar membaringkan
badannya di atas pembaringan. Berkali-kali dia berganti posisi tubuh.
Seakan-akan sedang mengalami keresahan. Nini Gunting Pamungkas memperhatikan
keadaan muridnya tersebut dan bertanya
“Kamu kenapa, nyai. Dari tadi, guru perhatikan kamu
sedang nampak resah?”
“Eh, guru...ehm...tidak ada apa-apa koq guru, saya cuma
belum bisa tidur saja...”
Dewi Sekar berkata kepada gurunya sambil menyunggingkan senyuman.
Dewi Sekar berkata kepada gurunya sambil menyunggingkan senyuman.
“Oh begitu...nyai, ya sudah atuh...yang penting kamu
jangan banyak pikiran dahulu...bersabarlah...tunggu sampai kamu benar-benar sembuh,
baru kita pulang ke Padepokan Ki buyut Putih” Kata Nini Gunting Pamungkas
“Iya guru....”
Malam semakin larut akhirnya Dewi Sekar bisa memejamkan
matanya. Menjelang subuh, dia bermimpi bertemu Jaka Someh di suatu jalan yang
ada jembatannya. Waktu itu Jaka Someh berjalan hendak menyebrangi jembatan.
Dewi Sekar memanggilnya
“Kang Someh...tunggu...” Dewi Sekar berteriak
“Nyai...!” Jaka Someh menoleh dan tersenyum ke arahnya
“Akang mau pergi kemana...?” Dewi Sekar bertanya
Jaka Someh tersenyum, kemudian menjawab pertanyaan Dewi
Sekar
“Hmm...Nyai akang pergi dulu ya...kamu tunggu di sana
dulu... nanti akang kembali lagi”
Jaka Someh melambaikan tangannya ke arah Dewi Sekar,
kemudian berjalan menyebrangi jembatan itu.
Dewi Sekar berteriak
“Kang Someh...Kang Someh...tunggu...Kang Someh...”
Tiba-tiba Dewi Sekar dibangunkan oleh Nini Gunting
Pamungkas
“Nyai...bangun...bangun...kamu bermimpi buruk kah?”
Dewi Sekar terbangun dan mulai sadar dengan keadaannya
“Guru...?”
“Kamu mimpi apa anaking...? dari tadi memangil-manggil
nama Kang Someh, siapa Kang Someh itu?”
Nini Gunting Pamungkas tersenyum heran kepada Dewi Sekar.
Nini Gunting Pamungkas tersenyum heran kepada Dewi Sekar.
“Guru...eh..eh..hmm” Dewi Sekar tertunduk malu.
“Ya sudah kalau kamu tidak mau bercerita kepada guru,
tidak apa-apa...”
Kata Nini Gunting Pamungkas tersenyum.
Kata Nini Gunting Pamungkas tersenyum.
Dewi Sekar terdiam beberapa saat. Setelah keadaannya
cukup stabil, dia pun mulai bercerita tentang pernikahannya dengan Jaka Someh.
Mulai dari awal dia bertemu, kemudian dinikahkan oleh pamannya, sampai konflik
dengan ayahnya sendiri. Nini Gunting Pamungkas hanya mengangguk-anggukan
kepalanya. Tak Banyak komentar.
“Nyai, selama kamu mencintai suamimu itu dengan tulus,
dan kamu merasa bahagia, guru setuju-setuju saja...masalah yang lainnya jangan
di buat susah...biarlah waktu yang menjawabnya...”
Nini Gunting Pamungkas tersenyum ramah kepada Dewi Sekar
Nini Gunting Pamungkas tersenyum ramah kepada Dewi Sekar
“Iya guru terima kasih atas dukungan guru...”
Nini Gunting Pamungkas menganggukan kepalanya dan
tersenyum. Rasa sayangnya sangat mendalam kepada muridnya tersebut. Sebagai
seorang guru, dia menghormati keputusan muridnya yang telah menikahi lelaki
seperti Jaka Someh meskipun banyak yang meremehkannya.
Tanpa terasa sudah tiga minggu dewi Sekar berada di
tempat itu. Sekarang jalannya sudah cukup stabil.
Hatinya sudah dipenuhi kerinduan untuk segera kembali ke
Padeopkan Ki Buyut Putih. Nini Gunting
“Guru, Insya Allah saya sudah kuat untuk berjalan lagi,
kalau guru tidak keberatan, bagaimana kalau besok pagi kita kembali ke
padepokan gunung tampomas...?”
Nini Gunting Pamungkas mengiyakan keinginan muridnya tersebut.
“Iya, nyai. Kalau kamu memang sudah sehat besok pagi kita
kembali ke Padepokan...”
Dewi Sekar merasa senang mendengar ucapan gurunya
tersebut.
Esok paginya, Dewi Sekar bersiap-siap untuk kembali
pulang ke Padepokan di Gunung Tampomas. Mereka berjalan dengan santai, karena
kondisi Dewi Sekar yang masih belum seratus persen normal. Beberapa kali harus
beristirahat untuk melepas lelah. Namun akhirnya mereka sampai di Padepokan Ki
Buyut Putih.
Kedatangan Dewi Sekar dan nini Gunting Pamungkas di
sambut suka cita oleh seluruh penghuni Padepokan di Gunung Tampomas. Terutama
adalah Raden Surya Atmaja dan Arya Raja.
Arya Raja dan Raden Surya atmaja langsung memeluk Dewi
Sekar Hrum karena haru dan bahagia.
“Alhamdulillah Teteh...masih hidup...selamat...selamat...Alhamdulillah
selamat....”
Arya Rajah mengulang-ulang ucapannya.
Arya Rajah mengulang-ulang ucapannya.
“Nyai, Rama bahagia ternyata kamu masih hidup...Padahal
Rama sudah pasrah kepada Gusti Yang Maha Kuasa...” Raden Surya Atmaja memeluk
erat putrinya karena bahagia.
“Iya, Rama. Alhamdulillah saya masih di beri umur
panjang...”
Dewi Sekar tersenyum bahagia bercampur rasa haru karena masin bisa bertemu kembali dengan keluarganya.
Dewi Sekar tersenyum bahagia bercampur rasa haru karena masin bisa bertemu kembali dengan keluarganya.
Dewi Sekar kemudian menoleh ke arah kumpulan orang yang
hadir di sana. Matanya seperti mencari-cari sesuatu
“Adik, Kang Someh kemana? Apakah dia belum kembali dari
Sumedang?” Dewi Sekar bertanya kepada Arya Raja.
“Teteh, maafkan kami....” Arya Raja berkata pelan
“Kang Someh sudah kembali dari Sumedang, namun sekarang
dia sudah pergi lagi, setelah di usir oleh Rama...” Arya raja berusaha
menjelaskan kepada Kakaknya
“Di usir...? Di usir kenapa, Rama?” Dewi Sekar berpaling
ke arah ayahnya. Raden Surya Atmaja merasa tidak enak kepada putrinya sendiri.
“Maafkan Rama, Nyai. Ini suatu kesalahpahaman, Rama
merasa sangat sedih karena kehilangan kamu, keberadaan si Someh membuat
kesedihan Rama semakin menjadi, Dia mengingatkan Rama pada musibah yang menimpa
kamu. Hati rama teriris-iris, sedih, susah, dan marah. Makanya Rama memintanya
untuk meninggalkan padepokan ini, agar rama tidak teringat dengan peristiwa
yang menimpa kamu. Maafkan Rama, nyai...” Raden Surya Atma mencoba menjelaskan.
Dewi Sekar terdiam, badannya tiba-tiba menjadi lemas.
“Nyai, untuk menebus kesalahan Rama, biarlah Rama mengutus seseorang untuk mencarinya dan
memintanya untuk kembali ke sini...”
Raden Surya Atmaja menghibur putri kesayangannya.
Raden Surya Atmaja menghibur putri kesayangannya.
“Tidak apa-apa Rama, tidak usah mengutus orang lain, biar
Saya dan adik yang nanti mencarinya...” Dewi Sekar berusaha tersenyum kepada
ayahnya.
Raden Surya Atmaja merasa keberatan kalau putrinya yang
harus turun tangan mencari Jaka Someh. Namun Dewi Sekar tetap bersikukuh pada
pendiriannya. Akhirnya, setelah terjadi tawar-menawar, mereka setuju kalau Dewi
Sekar dan Arya raja, akan pergi mencari Jaka Someh.. Nini Gunting Pamungkas tiba-tiba berkata kepada muridnya.
“Guru juga akan ikut menemani kamu, nyai...” Kata Nini
Gunting Pamungkas.
“Waduch...terima kasih banyak guru...” Dewi Sekar
tersenyum kepada gurunya.
“Iya, Nyai...” Nini Gunting Pamungkas membals senyum
muridnya.
“Alhamdulillah...Saya merasa lega...kalau Guru Gunting
Pamungkas ikut menemani mereka...He...he...Terima Kasih...Nini...”
Ki Buyut Putih tertawa senang mendengar Nini Gunting Pamungkas akan menemani mereka.
Ki Buyut Putih tertawa senang mendengar Nini Gunting Pamungkas akan menemani mereka.
“Sama-sama Kyai...” Kata Nini Gunting Pamungkas.
Esok harinya,mereka bertiga berangkat dengan menunggang
kuda. Karena tidak tahu secara pasti arah dan tujuan kemana Jaka Someh pergi,
Dewi Sekar memutuskan untuk menyusul ke
bukit yang dulu di tempati Jaka Someh.
Lima Hari mereka dalam perjalanan, sampai akhirnya sampai
di tempat tujuan. Namun ternyata tempat itu sepi, Jaka Someh tidak ada di sana.
Mereka pun memutuskan untuk menunggu Jaka Someh di tempat itu.
Karena lama tak di tempati, tempat itu nampak berdebu dan
kusam. Dewi Sekar dibantu Nini Gunting Pamungkas dan Arya Raja segera
membersihkannya. Setengah harian mereka membersihkannya sampai akhirnya tempat
itu kembali bersih dan nyaman.
Dewi Sekar memanen beberapa umbi yang di tanam Jaka
Someh, kemudian mengukusnya hingga matang. Setelah itu dia tinggalkan untuk
pergi menuju tempat pemandian.
“Guru, adik, kalau mau mandi, tempat pemandiannya ada di
sana, sangat nyaman dan bersih...”
Dewi Sekar menunjukan arah pemandian kepada guru dan adiknya.
Dewi Sekar menunjukan arah pemandian kepada guru dan adiknya.
“Wah iya nyai, guru rasanya sudah gerah, ingin segera
mandi...” Nini Gunting Pamungkas merasa
senang di ajak mandi oleh muridnya. Mereka pun berjalan bersama menuju tempat
pemandian. Sesampainya di sana Nini Gunting Pamungkas di buat kagum dengan
arsitektur dan lanscap pemandian tersebut. Sebuah tempat yang indah, bahkan
harum karena wewangian bunga. Airnya begitu jernih dan menyegarkan terpancar
dari pancuran yang terbuat dari bilah bantu. Ada bak air yang terbuat dari batu
yang di haluskan dan di ukir. Bahkan toiletnya sangat bersih terbuat dari
granit.
“Nyai, siapakah yang membuat semuanya ini, suami kamu...?”
Tanya Nini Gunting Pamungkas merasa kagum
“Iya guru, bahkan di tempat ini juga ada tanur pembuatan
perkakas logam dan alat penenenun kain...Kang Someh yang membuatnya...”
“Bagaimana bisa ada orang seperti itu, banyak memiliki
keahlian, kata nyai, suamimu itu hanyalah seorang petani biasa...?tapi ternyata
dia seorang yang luar biasa, terampil dan berjiwa seni....” Nini Gunting
Pamungkas berdecak kagum. Dewi Sekar tersenyum senang, suaminya mendapat pujian
dari gurunya.
“Teteh, saya juga mau mandi, di mana tempat
pemandianya...” Kata Arya Raja. Dewi
Sekar pun menunjukan tempatnya. Arya Raja kemudian segera berangkat ke tempat
pemndian itu. Cukup lama Arya Raja berada di tempat pemandian.
“Wah segarnya, Teteh tempat ini benar-benar luar biasa,
bahkan saya sampai betah berada di toiletnya, benar-benar bersih dan harum,
Apakah Kang Someh yang membuat semua ini...?” Kata Arya Raja sepulang dari
tempat pemandian.
Dewi Sekar tersenyum senang, melihat adiknya menjadi betah di tempat itu.
Dewi Sekar tersenyum senang, melihat adiknya menjadi betah di tempat itu.
“Hmmm, iya adik. Kang Someh yang membuat semua ini...”
Dewi Sekar menjawab rasa penasaran adiknya
“Wah...hebat...hebat...saya tidak menyangka Kang Someh
bisa membuat semua ini....” Arya Raja berdecak kagum.
Tak lama kemudian mereka makan bersama, dengan menu umbi
rebus dan teh tawar hangat. Sambil menyantap hidangan mereka mengobrol dengan
santay
“Guru, coba lihat ke sana...yang banyak tanaman jagungnya...”
Dewi Sekar menunjukan telunjuknya ke suatu arah tempat
Dewi Sekar menunjukan telunjuknya ke suatu arah tempat
“Memangnya kenapa nyai...?” Tanya Nini Gunting Pamungkas
penasaran.
“Di tempat itu saya nyaris meninggal setelah di siksa
oleh Nyi Sundel dan anak buahnya, Saya bertarung mati-matian dengannya, namun
ilmu saya kalah jauh, sehingga dengan mudah dikalahkan olehnya, Saya pingsan
tak sadarkan diri. Sadar-sadar saya sudah berada di pondok ini....sedang di
rawat oleh Kang Someh, katanya saya pingsan sampai tiga hari tiga malam....”.
Dewi Sekar mengenang saat pertama dia berada di tempat itu.
Dewi Sekar mengenang saat pertama dia berada di tempat itu.
“Untung sekali kamu bisa selamat nyai, padahal
sepengetahuan guru, Nyi Sundel itu sangat kejam dan bengis...” Kata Nini
Gunting Pamungkas
“Iya guru, Saya mengalami kebengisannya, saya sampai di
siksa habis-habisan olehnya...sampai akhirnya pingsan...” Kata Dewi Sekar.
“Teteh, apakah nyi sundel meninggalkan teteh begitu
saja...di tempay ini...?” Tanya Arya Raja
“ Sepertinya begitu, adik....kata Kang Someh, dia
menemukan teteh pingsan di tempat
itu....” Kata Dewi Sekar mencoba menjelaskan.
“Nyai, guru pernah mendengar suatu rumor, ada yang
bilang, nyi sundel sudah binasa di tangan seorang pendekar misterius....apakah
kamu yakin kalau suamimu itu hanyalah seorang petani biasa...karena kejadian
ini begitu aneh bagi guru...”
Nini Gunting Pamungkas mengernyitkan dahinya seakan sedang memikirkan sesuatu.
Nini Gunting Pamungkas mengernyitkan dahinya seakan sedang memikirkan sesuatu.
“saya justru belum tahu guru, kalau nyi sundel sudah
meninggal, tapi kalau Kang Someh saya yakin dia bukan pendekar misterius itu,
jangankan membunuh manusia, membunuh binatang saja dia tidak tega...” Kata Dewi
Sekar.
Nini Gunting Pamungkas dan Arya Raja menganguk-anggukan
kepalanya.
Tanpa terasa mereka sudah bertempat di bukit itu selama
sebulan lebih. Masih belum juga terlihat
tanda-tanda kedatangan Jaka Someh. Kalau bukan karena di susul oleh Sarmadi dan
beberapa temannya, Dewi Sekar, Arya Raja dan Nini Gunting Pamungkas mungkin
masih menempati bukit itu untuk menunggu Jaka Someh.
“Punten Nyai, Saya di utus oleh Juragan Surya Atmaja
untuk menjemput Nyai dan Raden agar segera kembali ke gunung Tampomas, Juragan
Surya merasa khawatir dengan keadaan Nyai dan Raden, Beliau sekarang sedang sakit...” Kata Sarmadi
mengutarakan maksud dan tujuannya
“Hey...Rama Sakit apa Kang sarmadi?” Kata Dewi Sekar
terkejut
“Saya kurang tahu nyai...beliau hanya berbaring di tempat
tidurnya saja...Guru Buyut Putih merasa khawatir dengan keadaan beliau, makanya
mengutus saya untuk menjemput Nyai dan Raden agar segera kembali ke gunung
Tampomas."
Mendengar penjelasan Sarmadi, Dewi Sekar dan Arya Raja
merasa khawatir dengan keadaan ayahnya. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk
kembali ke gunung Tampomas bersama Nini Gunting Pamungkas dan Sarmadi.
Atas saran Arya Raja, Dewi Sekar meninggalkan sebuah
surat untuk Jaka Someh. Mereka berharap apabila Jaka Someh kembali ke tempat
itu, membaca surat itu. Isi Suratnya sederhana, memberi tahu Jaka Someh bahwa
Dewi Sekar masih hidup setelah di tolong oleh gurunya, Jaka Someh di minta
segera untuk menyusulnya ke gunung Tampomas.
Setelah suratnya di letakan di atas meja, Mereka segera
berangkat menuju Gunung Tampomas.
Bersambung Ke Bab 53
Bersambung Ke Bab 53